Manajemen RS Bhakti Asih: Kami Tak Lakukan Malapraktik
A
A
A
TANGERANG - Manajemen RS Bhakti Asih, Kota Tangerang menyatakan tidak melakukan malapraktik terkait meninggalnya pasien atas nama Ranita (37) yang baru saja melakukan operasi caesar.
Kabid Bidang Pelayanan Medis RSU Bhakti Asih dr. Ferdy Ramadhanil membantah telah melakukan malapraktik. Sebab, saat pertama pasien datang ke RS, pihaknya telah me-warning agar pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar dan lengkap pelayanananya.
"Sudah dijelaskan, dan sudah diberikan rujukan ke RS yang lebih besar dengan fasiltas lebih lengkap. Tapi pasien menolak. Dia bilang, tindakan apa, risiko apa, dan sudah dijawab risiko terberat kematian. Setelah berembuk, akhirnya dilakukan operasi saat itu juga," ungkap Ferdy pada Kamis (1/2/2018).
Dilanjutkan Ferdy, sejak pertama pasien juga tidak pernah mengatakan alergi obat. Sehingga obat tersebut tetap diberikan. Apalagi, obat yang diberitakan, yakni obat penahan sakit dan antihipertensi, merupakan obat yang biasa diberikan kepada ibu yang baru operasi caesar.( Baca: Diberi Obat Penahan Sakit Usai Caesar, Ibu 4 Anak Meninggal Dunia )
"Obat yang diberikan setelah caesar adalah obat penahan sakit dan antihipertensi, dan sudah diberitahu atas persetujuan pasien. Setelah operasi obatnya pasti itu. Korban sempat alergi obat, tapi kita belum tahu dimana alerginya, karena sudah melewati observasi rutin," tambahnya.
Dijelaskan dia, korban sempat mengalami alergi obat selama dua jam, dengan wajah dan mata bengkak-bengkak. Setelah dilakukan observasi, dan dipasang oksigen, kondisi korban diakuinya sempat membaik. Lalu masuk ruang ICU dan diberikan pertolongan dengan ditekan pada dadanya.
Pihaknya menduga, korban meninggal karena dua hal. Pertama karena PEB dan emboli air ketuban. PEB disebabkan oleh faktor risiko tinggi kehamilan dan pasien punya hepertensi, nyeri kepala, ulu hati, dan neupia, dan minus 5. Tetapi, hal itu sudah disampaikan di awal pasien masuk.
"Sedang emboli air ketuban, ini prosesnya analisanya jauh. Karena melihat dari proses kematian yang cepat, frekuensi kejadiannya jarang. Tetapi ketika sudah terjadi, menimbulkan kematian hingga 90%. Tapi nanti kembali lagi ke PEB, tensi darah tinggi, dan pembuluh darah rapuh," ujarnya.
Terpisah, Kapolsek Ciledug Kompol Supriyanto mengatakan, hingga saat ini belum mendapat laporan dugaan malapraktik dari keluarga pasien. Namun, pihaknya akan sangat terbuka jika pihak keluarga pasiean datang melapor.
"Kami akan sangat terbuka. Silakan jika ingin datang melapor. Besok saya terima. Nanti saya dengar dahulu kronologis peristiwanya. Jika tidak bisa menangani, akan saya arahkan agar langsung ke Polresto Tangerang," ungkap Supriyanto.
Meski begitu, dia mengingatkan agar keluarga pasien berhati-hati, dan jangan sampai sudah jatuh tertimpa tangga. Sebab, dugaan malapraktik tidak bisa dianggap sembarangan. Harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya.
"Karena dokter yang menangani kan semua profesional. Jadi harus hati-hati. Jangan sampai sudah jatuh tertimpa tangga. Tapi kalu mau tetap melapor, silakan datang. Akan saya terima, tapi telepon dulu yah, besok kan Jumat," ucapnya.
Kabid Bidang Pelayanan Medis RSU Bhakti Asih dr. Ferdy Ramadhanil membantah telah melakukan malapraktik. Sebab, saat pertama pasien datang ke RS, pihaknya telah me-warning agar pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar dan lengkap pelayanananya.
"Sudah dijelaskan, dan sudah diberikan rujukan ke RS yang lebih besar dengan fasiltas lebih lengkap. Tapi pasien menolak. Dia bilang, tindakan apa, risiko apa, dan sudah dijawab risiko terberat kematian. Setelah berembuk, akhirnya dilakukan operasi saat itu juga," ungkap Ferdy pada Kamis (1/2/2018).
Dilanjutkan Ferdy, sejak pertama pasien juga tidak pernah mengatakan alergi obat. Sehingga obat tersebut tetap diberikan. Apalagi, obat yang diberitakan, yakni obat penahan sakit dan antihipertensi, merupakan obat yang biasa diberikan kepada ibu yang baru operasi caesar.( Baca: Diberi Obat Penahan Sakit Usai Caesar, Ibu 4 Anak Meninggal Dunia )
"Obat yang diberikan setelah caesar adalah obat penahan sakit dan antihipertensi, dan sudah diberitahu atas persetujuan pasien. Setelah operasi obatnya pasti itu. Korban sempat alergi obat, tapi kita belum tahu dimana alerginya, karena sudah melewati observasi rutin," tambahnya.
Dijelaskan dia, korban sempat mengalami alergi obat selama dua jam, dengan wajah dan mata bengkak-bengkak. Setelah dilakukan observasi, dan dipasang oksigen, kondisi korban diakuinya sempat membaik. Lalu masuk ruang ICU dan diberikan pertolongan dengan ditekan pada dadanya.
Pihaknya menduga, korban meninggal karena dua hal. Pertama karena PEB dan emboli air ketuban. PEB disebabkan oleh faktor risiko tinggi kehamilan dan pasien punya hepertensi, nyeri kepala, ulu hati, dan neupia, dan minus 5. Tetapi, hal itu sudah disampaikan di awal pasien masuk.
"Sedang emboli air ketuban, ini prosesnya analisanya jauh. Karena melihat dari proses kematian yang cepat, frekuensi kejadiannya jarang. Tetapi ketika sudah terjadi, menimbulkan kematian hingga 90%. Tapi nanti kembali lagi ke PEB, tensi darah tinggi, dan pembuluh darah rapuh," ujarnya.
Terpisah, Kapolsek Ciledug Kompol Supriyanto mengatakan, hingga saat ini belum mendapat laporan dugaan malapraktik dari keluarga pasien. Namun, pihaknya akan sangat terbuka jika pihak keluarga pasiean datang melapor.
"Kami akan sangat terbuka. Silakan jika ingin datang melapor. Besok saya terima. Nanti saya dengar dahulu kronologis peristiwanya. Jika tidak bisa menangani, akan saya arahkan agar langsung ke Polresto Tangerang," ungkap Supriyanto.
Meski begitu, dia mengingatkan agar keluarga pasien berhati-hati, dan jangan sampai sudah jatuh tertimpa tangga. Sebab, dugaan malapraktik tidak bisa dianggap sembarangan. Harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya.
"Karena dokter yang menangani kan semua profesional. Jadi harus hati-hati. Jangan sampai sudah jatuh tertimpa tangga. Tapi kalu mau tetap melapor, silakan datang. Akan saya terima, tapi telepon dulu yah, besok kan Jumat," ucapnya.
(whb)