Setelah Allianz, Kini Asuransi AXA Dilaporkan Nasabah ke Polisi

Rabu, 15 November 2017 - 21:17 WIB
Setelah Allianz, Kini...
Setelah Allianz, Kini Asuransi AXA Dilaporkan Nasabah ke Polisi
A A A
JAKARTA - PT AXA Financial Indonesia dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh nasabahnya Tri Lasmono Sumantri (54). Tri melaporkan perusahaan asuransi tersebut klaimnya tidak bisa dicairkan.

Didampingi kuasa hukumnya Swardi Aritonang, Tri Lasmono Sumantri mengatakan, dirirnya merupakan peserta asuransi Maestro Elit Care pada AXA Financial Indonesia. Tri sudah dirugikan sebesar Rp500 juta, lantaran klaimnya tidak kunjung dibayarkan perusahaan asuransi tersebut dengan berbagai alasan.

"Saya menjadi peserta asuransi Maestro Elite Care AXA sejak 23 Agustus 2012 dengan Plan Silver yang katanya tipe asuransi elite. Preminya saja Rp28 juta setiap tahun. Tapi terus terang saya merasa tertipu perusahaan itu," kata Tri di Mapolda Metro Jaya, Rabu (15/11/2017).

Tri merasa dirugikan sejak 2016. Pasalnya setelah divonis mengidap kanker kelenjar getah bening stadium tiga tidak ada penggantian atau klaim yang dicairkan oleh AXA. "Saya dirawat di RS Siloam Semanggi. Ketika mulai dirawat di rumah sakit itu, saya serahkan kartu member AXA saya, diterima oleh pihak RS Siloam. Tapi setelah dirawat beberapa lama, secara sepihak AXA menolak meng-cover biaya perawatan saya itu," ujarsnya.

Padahal sesuai ketentuan polis AXA pada poin 14 disebutkan bahwa peserta asuransi Maestro Elit Care AXA mendapat hak pertanggungan pembayaran langsung setelah lima hari mendapat persetujuan dari pihak AXA. Namun faktanya, tiga klaim yang diajukan Tri kepada pihak AXA tidak ada satupun yang dibayarkan pihak AXA sampai saat ini.

Bahkan, lanjut Tri, dalam poin 13 angka (2) disebutkan kalau peserta asuransi sudah telah menjalani pertangungan selama dua tahun berturut-turut maka tertanggung bisa mengklaim biaya penyakitnya selama lima tahun ke belakang sebelum tertanggung resmi menjadi peserta asuransi AXA.

"Iming-iming mereka memang menggiurkan semua. Bahkan saya dijanjikan bahwa peserta Maestro Elit Care AXA paling baik sedunia karena klaim dalam bentuk cashlees. Tapi bulshit semua. Karena saya malah diminta mengajukan reimburse. Artinya saya bayar sendiri dulu baru diajukan klaim. Itupun tidak ada pergantian sampai sekarang," jelasnya.

Alasan AXA kala itu menurut Tri, kalau penyakitnya itu adalah penyakit kritis yang harus ditelusuri selama 60 hari ke depan. "Padahal dalam klausul tidak pernah ada disebutkan soal penyakit-penyakit kritis," ujarnya.

Tri melanjutkan, karena penyakit kanker kelenjar getah bening yang dideritanya semakin parah. Akhirnya setelah dirawat beberapa bulan, maka pada 2 Maret 2017 Tri memutuskan mengabati penyakitnya ke Singapura.

Lalu pada 29 April 2017, Tri pindah berobat ke Malaysia."Total saya menghabiskan biaya sekitar Rp500 juta untuk biaya berobat di RS Siloam; Singapura dan Malaysia termasuk biaya tindakan biopsy dan kemotherapy. Semua lengkap dokumennya. Tapi sampai saat ini enggak ada sama sekali pergantian atau perhatian sedikitpun dari AXA," tuturnya.

Saat ini, Tri hanya mengandalkan BPJS untuk melanjutkan pengobatan penyakitnya. "Sampai sekarang saya terus berobat untuk penyakit kanker kelenjar getang bening. Memang berat Mas, syukurlah ada BPJS, itupun saya harus pinjam-pinjam uang ke sanak saudara," jelasnya. Menurutnya, dirinya sudah mensomasi pihak AXA. Tapi somasinya berlalu begitu saja.

Swardi Aritonang SH selaku kuasa hukum korban juga mengatakan, pernah dipanggil pihak AXA pada 27 Juli lalu. "Tapi saat itu yang terjadi hanya perdebatan belaka, sehingga sampai sekarang belum ada titik terang. Tidak ada tanggapan yang jelas. Makanya kami juga mengajukan gugatan perdata terhadap AXA, selain melaporkan pelanggaran pidananya," ujarnya.

Swardi menambahkan, dalam Laporan Polisi bernomor LP/5560/XI/2017/PMJ/Dit Reskrimsus/tanggal 14 November 2017, Tri menudingkan kalau AXA Financial Indonesia Jakarta Selatan diduga telah melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf (f), Pasal 10 huruf (c), dan Pasal 18 juncto Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 63 huruf (f) UU RI No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

"Kami berharap polisi serius menangani laporan kami ini, karena kami yakin korbannya bukan hanya klien kami saja, tapi masih ada korban-korban lainnya," ujarnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1154 seconds (0.1#10.140)