Jaktim Penyumbang Tertinggi Angka Perceraian karena Medsos di DKI
A
A
A
JAKARTA - Memasuki era globalisasi, media sosial (medsos) menjadi kebutuhan pokok. Dalam lima tahun belakang, medsos kemudian kerap digunakan oleh sebagian masyarakat.
Kondisi ini menimbulkan polemik. Tak hanya soal pemberitaan hoax yang kemudian muncul. Medsos juga dituding menjadi penyebab perceraian tertinggi di Jakarta, yakni hampir 70% lebih.
Hal itu diungkapkan oleh Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, Fachrudin. Meskipun tak merinci jumlah perceraian karena medsos, namun dia mengatakan, dalam lima tahun terakhir ini pengadilan di lima wilayah DKI Jakarta telah memutuskan 49.368 wanita menjanda.
Ditemui di kantornya kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Fachrudin memaparkan, bahwa penyebab medsos dalam menjanda cukup luas, bisa dari kecemburuan, gangguan pihak ketiga, hingga menyebabkan hubungan keluarga menjadi tidak harmonis.
Ketiga masalah itu menjadi yang tertinggi penyebab perceraian dibandingkan dengan masalah ekonomi yang di gadangan menjadi yang tertinggi bila membandingkan dengan masalah itu.
"Bisa karena masalah bermain di medsos, chat dengan orang yang menyebabkan perselingkuhan dan orang ketiga. Hingga mengabaikan pasangannya karena asyik bermain medsos," tutur Fachrudin, Rabu 4 Oktober 2017.
Secara memperinci, Fachrudin mengatakan, di tahun 2012 dari 8.168 kasus perceraian di DKI Jakarta, perceraian lantaran ketidakharmonisan menjadi yang tertinggi yakni 2.289 kasus, disusul tak tanggung jawab 2.278 kasus, ekonomi 1.680 kasus, serta kasus lainya, termasuk orang ketiga sebesar 1.171 kasus.
Memasuki tahun 2013, angka perceraian kemudian meningkat menjadi 8.887 kasus dengan rincian tidak tanggung jawab 2.216 kasus, ketidakharmonisan 1.993 kasus, ekonomi 1.823 kasus, orang ketiga 1.523 kasus, serta sisanya dari beragam kasus.
Sedangkan di tahun 2014, dari 9.771 kasus perceraian yang terjadi, 2.405 kasus disebabkan karena masalah tak tanggung jawab, sisanya tersebar karena masalah ekonomi sebanyak 1.996, dan disusul ketidakharmonisan 1.902, dan gangguan pihak ketiga 1.190 kasus.
Kekejaman akan medsos kemudian semakin menjadi memasuki tahun 2015, di tahun ini 10.360 kasus perceraian yang terjadi, 2.922 diantaranya disebabkan oleh hubungan yang tidak harmonis, tidak tanggung jawab 1.685 kasus, disusul dengan pihak ketiga 1.544 kasus, dan ekonomi 1165 kasus, serta sisanya kasus lainnya.
"Beberapa masalah terlihat dari penggunaan medsos yang begitu aktif, menimbulkan hubungan tak harmonis dan menyebabkan orang ketiga muncul," tuturnya.
Pada tahun 2016, pengaruh medsos kemudian makin buruk menyebabkan di antaranya 4.388 orang menjanda dari 11.723 kasus perceraian di lima wilayah DKI. Angka perceraian lainnya juga disusul dengan masalah ekonomi sebesar 2.494 kasus, masalah lainya 1.295 kasus, ketidaktanggung jawab 1.152 kasus serta kdrt sebanyak 1.179 kasus.
Sementara hingga bulan Agustus 2017, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta mencatat, masalah perselisihan menjadi penyebab tertinggi perceraian sebesar 2.199 kasus, ekonomi 1.255 kasus, meninggalkan pasangannya 756 kasus, sedangkan sisanya berasal dari kasus lain.
Sementara dari lima wilayah di Jakarta, Fachrudin mengatakan Jakarta Timur menjadi penyumbang angka penceraian tertinggi. Luasnya wilayah hingga kondisi budaya dan faktor ekonomi menjadi penyebab masalah perceraian di Jakarta.
"Kondisi ini telah bertahan hampir enam tahun belum berubah," tuturnya.
Meskipun demikian terhadap kasus perceraian, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta mengupayakan untuk melakukan mediasi terhadap dua paangan yang bercerai.
Upaya demikian pun tak selalu mulus. Sebab kebanyakan yang bercerai telah memantapkan untuk berpisah. "Alhasil beberapa di antaranya hakim langsung memutuskan untuk bercerai," tuturnya.
Kondisi ini menimbulkan polemik. Tak hanya soal pemberitaan hoax yang kemudian muncul. Medsos juga dituding menjadi penyebab perceraian tertinggi di Jakarta, yakni hampir 70% lebih.
Hal itu diungkapkan oleh Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, Fachrudin. Meskipun tak merinci jumlah perceraian karena medsos, namun dia mengatakan, dalam lima tahun terakhir ini pengadilan di lima wilayah DKI Jakarta telah memutuskan 49.368 wanita menjanda.
Ditemui di kantornya kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Fachrudin memaparkan, bahwa penyebab medsos dalam menjanda cukup luas, bisa dari kecemburuan, gangguan pihak ketiga, hingga menyebabkan hubungan keluarga menjadi tidak harmonis.
Ketiga masalah itu menjadi yang tertinggi penyebab perceraian dibandingkan dengan masalah ekonomi yang di gadangan menjadi yang tertinggi bila membandingkan dengan masalah itu.
"Bisa karena masalah bermain di medsos, chat dengan orang yang menyebabkan perselingkuhan dan orang ketiga. Hingga mengabaikan pasangannya karena asyik bermain medsos," tutur Fachrudin, Rabu 4 Oktober 2017.
Secara memperinci, Fachrudin mengatakan, di tahun 2012 dari 8.168 kasus perceraian di DKI Jakarta, perceraian lantaran ketidakharmonisan menjadi yang tertinggi yakni 2.289 kasus, disusul tak tanggung jawab 2.278 kasus, ekonomi 1.680 kasus, serta kasus lainya, termasuk orang ketiga sebesar 1.171 kasus.
Memasuki tahun 2013, angka perceraian kemudian meningkat menjadi 8.887 kasus dengan rincian tidak tanggung jawab 2.216 kasus, ketidakharmonisan 1.993 kasus, ekonomi 1.823 kasus, orang ketiga 1.523 kasus, serta sisanya dari beragam kasus.
Sedangkan di tahun 2014, dari 9.771 kasus perceraian yang terjadi, 2.405 kasus disebabkan karena masalah tak tanggung jawab, sisanya tersebar karena masalah ekonomi sebanyak 1.996, dan disusul ketidakharmonisan 1.902, dan gangguan pihak ketiga 1.190 kasus.
Kekejaman akan medsos kemudian semakin menjadi memasuki tahun 2015, di tahun ini 10.360 kasus perceraian yang terjadi, 2.922 diantaranya disebabkan oleh hubungan yang tidak harmonis, tidak tanggung jawab 1.685 kasus, disusul dengan pihak ketiga 1.544 kasus, dan ekonomi 1165 kasus, serta sisanya kasus lainnya.
"Beberapa masalah terlihat dari penggunaan medsos yang begitu aktif, menimbulkan hubungan tak harmonis dan menyebabkan orang ketiga muncul," tuturnya.
Pada tahun 2016, pengaruh medsos kemudian makin buruk menyebabkan di antaranya 4.388 orang menjanda dari 11.723 kasus perceraian di lima wilayah DKI. Angka perceraian lainnya juga disusul dengan masalah ekonomi sebesar 2.494 kasus, masalah lainya 1.295 kasus, ketidaktanggung jawab 1.152 kasus serta kdrt sebanyak 1.179 kasus.
Sementara hingga bulan Agustus 2017, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta mencatat, masalah perselisihan menjadi penyebab tertinggi perceraian sebesar 2.199 kasus, ekonomi 1.255 kasus, meninggalkan pasangannya 756 kasus, sedangkan sisanya berasal dari kasus lain.
Sementara dari lima wilayah di Jakarta, Fachrudin mengatakan Jakarta Timur menjadi penyumbang angka penceraian tertinggi. Luasnya wilayah hingga kondisi budaya dan faktor ekonomi menjadi penyebab masalah perceraian di Jakarta.
"Kondisi ini telah bertahan hampir enam tahun belum berubah," tuturnya.
Meskipun demikian terhadap kasus perceraian, Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta mengupayakan untuk melakukan mediasi terhadap dua paangan yang bercerai.
Upaya demikian pun tak selalu mulus. Sebab kebanyakan yang bercerai telah memantapkan untuk berpisah. "Alhasil beberapa di antaranya hakim langsung memutuskan untuk bercerai," tuturnya.
(mhd)