Pengacara Habib Rizieq Minta Bukti Penghasutan, Ini Jawaban Ahli Pidana Polda Metro
Jum'at, 08 Januari 2021 - 16:18 WIB
JAKARTA - Tim pengacara Habib Rizieq Shihab sempat mempertanyakan penggunaan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan terhadap kliennya. Adapun untuk membuktikan penghasutan itu, kubu Habib Rizieq menilai harus ada dahulu orang yang dipidana karena telah terhasut Habib Rizieq.
Menanggapi persoalan itu, Ahli Hukum Pidana dari UI, Eva Achjani Zulfa mengatakan, terkait persoalan berkerumun, sejatinya sudah ada aturan dari pemerintah yang menyebutkan ada larangan tersebut. Untuk itu, saat ada orang yang mengajak ataupun memang melakukan kegiatan berkerumun, itu bisa dikatakan telah melanggar aturan yang ditetapkan tersebut.
"Kembali lagi kesatuannya tadi, ada larangan berkerumun. Tidak ada masalah dalam konteks siapa yang mengambil inisiatif, bahwa perbuatan sama-sama dilakukan mereka punya kesadaran itu melanggar suatu ketentuan kita ambil risiko, maka terjadilah tindak pidana," ujarnya di PN Jaksel, Jumat (8/1/2021). (Baca juga; Keterangan Ahli Perkuat Penetapan Habib Rizieq sebagai Tersangka )
Menurut dia, soal penghasutan itu berkaitan dengan siapa yang menggerakan dan siapa yang digerakan. Lalu, orang yang menggerakan pun tak harus ada di lokasi dan itu bisa terkena ancaman hukuman pidana, artinya si penghasut bisa terkena pidana dan orang yang terhasut pun bisa terkena pidana.
Selain itu, penghasutan itu perlu adanya tindakan permulaan. "Seorang penghasut dia berdiri sendiri. Orang pelaku yang lalu dia berkerumun menjadi pelaku yang berdiri sendiri pula," tuturnya. (Baca juga; Pakar Hukum Pidana: Dalam Hal Apa Habib Rizieq Mengakibatkan Kedaruratan Kesehatan )
Terkait apakah Ppasal 160 KUHP itu bisa diterapkan manakala ada orang yang terhasut dahulu sebelum mengusut si penghasut, dia menerangkan, sempurnanya tindak pidana atau waktu terjadinya tindak pidana, bukan pada peristiwa menghasutnya, tapi pada peristiwa di mana yang terhasut itu melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituju si penghasut.
"Jadi tempo atau waktunya antara pelaku tindak pidana yang dilarang denagn penghasut itu waktunya sama. Tapi kalau kita berbicara harus ada ini baru kemudian muncul hasutan, itu sebetulnya kontruksi pembuktian. Orang misalnya berkerumun, orang tidak mungkin berkerumun tanpa ada undangan. Undangan ini menjadi faktor penentu terjadinya kerumunan itu," katanya.
Menanggapi persoalan itu, Ahli Hukum Pidana dari UI, Eva Achjani Zulfa mengatakan, terkait persoalan berkerumun, sejatinya sudah ada aturan dari pemerintah yang menyebutkan ada larangan tersebut. Untuk itu, saat ada orang yang mengajak ataupun memang melakukan kegiatan berkerumun, itu bisa dikatakan telah melanggar aturan yang ditetapkan tersebut.
"Kembali lagi kesatuannya tadi, ada larangan berkerumun. Tidak ada masalah dalam konteks siapa yang mengambil inisiatif, bahwa perbuatan sama-sama dilakukan mereka punya kesadaran itu melanggar suatu ketentuan kita ambil risiko, maka terjadilah tindak pidana," ujarnya di PN Jaksel, Jumat (8/1/2021). (Baca juga; Keterangan Ahli Perkuat Penetapan Habib Rizieq sebagai Tersangka )
Menurut dia, soal penghasutan itu berkaitan dengan siapa yang menggerakan dan siapa yang digerakan. Lalu, orang yang menggerakan pun tak harus ada di lokasi dan itu bisa terkena ancaman hukuman pidana, artinya si penghasut bisa terkena pidana dan orang yang terhasut pun bisa terkena pidana.
Selain itu, penghasutan itu perlu adanya tindakan permulaan. "Seorang penghasut dia berdiri sendiri. Orang pelaku yang lalu dia berkerumun menjadi pelaku yang berdiri sendiri pula," tuturnya. (Baca juga; Pakar Hukum Pidana: Dalam Hal Apa Habib Rizieq Mengakibatkan Kedaruratan Kesehatan )
Terkait apakah Ppasal 160 KUHP itu bisa diterapkan manakala ada orang yang terhasut dahulu sebelum mengusut si penghasut, dia menerangkan, sempurnanya tindak pidana atau waktu terjadinya tindak pidana, bukan pada peristiwa menghasutnya, tapi pada peristiwa di mana yang terhasut itu melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituju si penghasut.
"Jadi tempo atau waktunya antara pelaku tindak pidana yang dilarang denagn penghasut itu waktunya sama. Tapi kalau kita berbicara harus ada ini baru kemudian muncul hasutan, itu sebetulnya kontruksi pembuktian. Orang misalnya berkerumun, orang tidak mungkin berkerumun tanpa ada undangan. Undangan ini menjadi faktor penentu terjadinya kerumunan itu," katanya.
(wib)
tulis komentar anda