Sindir Anies Soal Banjir, Ketua DPRD DKI: Jangan Pas Terendam Air Baru Kerja
Senin, 28 September 2020 - 11:22 WIB
JAKARTA - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menilai Pemprov DKI lamban dan tak serius mengantisipasi banjir. Selama ini, Pras berpendapat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bekerja saat banjir sudah terjadi di sejumlah wilayah DKI Jakarta.
"Jangan pas banjir baru kerja. Penanganan banjir ini perlu diantisipasi jauh-jauh hari, harus menyiapkan mitigasi banjir," kata Prasetyo di Jakarta, Senin (28/9/2020).
“Ini bukan lagi memikirkan kebijakan populer atau tidak populer. Tapi ini kepentingan semua warga, nasib hidup warga Jakarta,” sambungnya. (Baca juga; Tinjau Pengerukan, Plt Sekda DKI Instruksikan Petugas Amankan Seluruh Saluran Air )
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan sejak beberapa tahun lalu mitigasi banjir bukan lagi menjadi program prioritas di Jakarta. Itu terlihat dari pemangkasan pagu penanganan banjir di beberapa tahun terakhir. Bahkan di tahun ini, Dinas Sumber Daya Air (SDA) sempat tidak memiliki anggaran untuk penanganan banjir.
“Saya sudah katakan berkali-kali masalah Jakarta itu dari dulu dua, macet dan banjir, Karena itu saya menyetujui dibentuknya Pansus banjir. Perlu keseriusan untuk masalah banjir ini. ” ujarnya.
Daerah rawan banjir di DKI Jakarta hingga tahun September 2020 tercatat sebanyak 82 Kelurahan, naik dari awal tahun yang berjumlah 56 Kelurahan. Ketidakseriusan Pemprov DKI dalam penanganan banjir, menurut Pras, juga tampak pada lemahnya pengawasan pada program revitalisasi trotoar. Revitalisasi trotoar di sepanjang jalan Pangeran Diponegoro justru mengakibatkan penyumbatan tali air sehingga membanjiri perumahan warga sekitar.
"Di awal tahun lalu Jakarta kembali dikepung banjir. Termasuk di kawasan Menteng Jalan Diponegoro. Penyebabnya karena pelebaran trotoar yang justru tidak memperhatikan saluran yang ada di bawahnya. Kalau sudah seperti ini bagaimana pengawasannya," ungkap Pras.
Selain pengawasan, politikus PDI Perjuangan itu mendorong Pemprov DKI mengoptimalkan alokasi dana pinjaman sebesar Rp12,5 triliun dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Pinjaman tersebut dialokasikan untuk tahun 2020 dan 2021 dengan beberapa program prioritas. Selain banjir, anggaran tersebut juga akan digunakan untuk sejumlah program, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
"Dengan ketersediaan anggaran, sudah saatnya Pak Gubernur memperbaiki manajemen, standar prosesdur untuk penanganganan banjir," tuturnya. (Baca juga; 82 Kelurahan Rawan Banjir, Pemprov DKI Mengaku Siap Hadapi Musim Hujan )
Penularan COVID-19 saat banjir akan sangat rentan. Penularan terjadi bukan lewat air banjir, melainkan lewat interaksi manusia selama evakuasi, pengungsian, hingga kondisi MCK Umum. Dari 82 daerah rawan banjir di DKI Jakarta, 7 Kelurahan masih berstatus zona merah COVID-19, yakni Pegangsaan Dua, Kebon Baru, Bukit Duri, Kalibata, Rawajati, Pademangan, Petamburan.
Seorang warga Kebon Baru Tebet, Jakarta Selatan bernama Febri mengaku khawatir dengan ancaman banjir di tengah kondisi pandemi COVID-19. Saat kejadian banjir di awal tahun ini ada sekitar 11.000 warga terdampak di kelurahan itu.
“Sekarang di daerah kami kapasitas sungai mengecil akibat pendangkalan karena beberapa tahun terakhir tidak ada pengerukan. Selain itu juga masih ada pinggiran sungai yang belum berdinding. Sehingga berpotensi terjadi banjir saat musim hujan,” katanya.
"Jangan pas banjir baru kerja. Penanganan banjir ini perlu diantisipasi jauh-jauh hari, harus menyiapkan mitigasi banjir," kata Prasetyo di Jakarta, Senin (28/9/2020).
“Ini bukan lagi memikirkan kebijakan populer atau tidak populer. Tapi ini kepentingan semua warga, nasib hidup warga Jakarta,” sambungnya. (Baca juga; Tinjau Pengerukan, Plt Sekda DKI Instruksikan Petugas Amankan Seluruh Saluran Air )
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan sejak beberapa tahun lalu mitigasi banjir bukan lagi menjadi program prioritas di Jakarta. Itu terlihat dari pemangkasan pagu penanganan banjir di beberapa tahun terakhir. Bahkan di tahun ini, Dinas Sumber Daya Air (SDA) sempat tidak memiliki anggaran untuk penanganan banjir.
“Saya sudah katakan berkali-kali masalah Jakarta itu dari dulu dua, macet dan banjir, Karena itu saya menyetujui dibentuknya Pansus banjir. Perlu keseriusan untuk masalah banjir ini. ” ujarnya.
Daerah rawan banjir di DKI Jakarta hingga tahun September 2020 tercatat sebanyak 82 Kelurahan, naik dari awal tahun yang berjumlah 56 Kelurahan. Ketidakseriusan Pemprov DKI dalam penanganan banjir, menurut Pras, juga tampak pada lemahnya pengawasan pada program revitalisasi trotoar. Revitalisasi trotoar di sepanjang jalan Pangeran Diponegoro justru mengakibatkan penyumbatan tali air sehingga membanjiri perumahan warga sekitar.
"Di awal tahun lalu Jakarta kembali dikepung banjir. Termasuk di kawasan Menteng Jalan Diponegoro. Penyebabnya karena pelebaran trotoar yang justru tidak memperhatikan saluran yang ada di bawahnya. Kalau sudah seperti ini bagaimana pengawasannya," ungkap Pras.
Selain pengawasan, politikus PDI Perjuangan itu mendorong Pemprov DKI mengoptimalkan alokasi dana pinjaman sebesar Rp12,5 triliun dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Pinjaman tersebut dialokasikan untuk tahun 2020 dan 2021 dengan beberapa program prioritas. Selain banjir, anggaran tersebut juga akan digunakan untuk sejumlah program, seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
"Dengan ketersediaan anggaran, sudah saatnya Pak Gubernur memperbaiki manajemen, standar prosesdur untuk penanganganan banjir," tuturnya. (Baca juga; 82 Kelurahan Rawan Banjir, Pemprov DKI Mengaku Siap Hadapi Musim Hujan )
Penularan COVID-19 saat banjir akan sangat rentan. Penularan terjadi bukan lewat air banjir, melainkan lewat interaksi manusia selama evakuasi, pengungsian, hingga kondisi MCK Umum. Dari 82 daerah rawan banjir di DKI Jakarta, 7 Kelurahan masih berstatus zona merah COVID-19, yakni Pegangsaan Dua, Kebon Baru, Bukit Duri, Kalibata, Rawajati, Pademangan, Petamburan.
Seorang warga Kebon Baru Tebet, Jakarta Selatan bernama Febri mengaku khawatir dengan ancaman banjir di tengah kondisi pandemi COVID-19. Saat kejadian banjir di awal tahun ini ada sekitar 11.000 warga terdampak di kelurahan itu.
“Sekarang di daerah kami kapasitas sungai mengecil akibat pendangkalan karena beberapa tahun terakhir tidak ada pengerukan. Selain itu juga masih ada pinggiran sungai yang belum berdinding. Sehingga berpotensi terjadi banjir saat musim hujan,” katanya.
(wib)
tulis komentar anda