Sesuai Arahan Jokowi, DRD DKI: Menteri Harus Dukung Keputusan Anies
Senin, 14 September 2020 - 22:35 WIB
JAKARTA - Menteri dan pejabat publik di tingkat pusat sebaiknya mendukung keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat . Sebab Keputusan tersebut selain bertujuan melindungi nyawa manusia, baik warga DKI Jakarta maupun non Jakarta. Hal ini karena tingkat kematian warga DKI Jakarta dan warga daerah lainnya karena Covid 19 sudah sangat tinggi.
Pengamat kebijakan publik Eman Sulaeman Nasim mengatakan, setiap hari ada penambahan ratusan pasien Covid-19 di Jakarta. Sementara, kata dia, tenaga kesehatan yang berguguran karena Covid juga mencapai angka ratusan. Selain itu, sambungnya, keputusan gubernur tersebut juga sesuai arahan Presiden Jokowi untuk lebih memprioritaskan perlindungan kesehatan dan nyawa rakyat Indonesia dari paparan Covid-19 dari pada mendahulukan kepentingan dan pertumbuhan ekonomi.
“Tujuan pemberlakuan PSBB Ketat ini adalah untuk melindungi nyawa dan keselamatan warga Jakarta maupun non Jakarta yang beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya dari penularan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona. Sekaligus memutus mata rantai penularan. Gubernur, sebagai pemimpin merasa bertanggung jawab atas keselamatan nyawa warganya. Sudah seribuan lebih warganya meninggal dunia karena Covid. Belum lagi ratusan tenaga Kesehatan. Harusnya semua pihak termasuk para pejabat di pemerintah pusat mendukung dan mensukseskannya. Apalagi kebijakan dan keputusan Gubernur tersebut sesuai garis besar kebijakan Presiden Jokowi serta sudah melalui koordinasi dengan pemerintah pusat,” kata Eman dalam siaran persnya, Senin (14/9/2020).
Menurut anggota Dewan Riset Daerah (DRD ) DKI Jakarta ini, tidak pantas bila pejabat publik setingkat menteri mengkritik kebijakan gubernur sebagai kepala daerah secara terbuka dan disebarluaskan di media massa. Hal ini selain membuat gaduh juga membingungkan masyarakat. Seharusnya, pihak menteri bisa mengajak gubernur duduk bersama, berdiskusi menanyakan alasan mengapa PSBB Ketat dikeluarkan. Sebaliknya pihak pejabat publik itu juga dapat menyampaikan keberatan beserta alasan yang masuk akal kepada gubernur.
“Gubernur DKI Jakarta ini doktor lulusan perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat, demokratis dan moderat. Sangat menerima perbedaan pendapat. Beliau sebelum mengambil keputusan selalu dipikirkan masak-masak dampaknya. Selain itu, menerima masukan-masukan dari masyarakat luas. Apalagi dari seorang pemimpin dan pejabat publik setingkat menteri. Kalau masukan-masukan itu disampaikan secara baik, pasti akan diterima dengan baik. Jadi alangkah baiknya, jika sesama pejabat publik melakukan kordinasi dan berdiskusi apabila ada perbedaan pendapat dan kebijakan. Jangan langsung disampaikan ke publik lewat media massa sehingga menjadi polemik dan membingungkan masyarakat,” terang mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI ini.
Lebih lanjut Dosen Kebijakan Publik di Institut STIAMI ini menjelaskan, diterapkannya PSBB lebih ketat dari pada PSBB Transisi, karena warga masyarakat sangat tidak disiplin dalam menegakkan protokol Kesehatan 3 M, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Akibat ketidak disiplinan ini, angka penularan menjadi tinggi. Jumlah warga yang tertular dan terinfeksi Covid menjadi semakin tinggi. Harsunya, jika kedisiplinan warga dalam menerapkan protokol Kesehatan sangat kendor, ini menjadi tanggungjawab bersama. Aparat keamanan segera menggelar operasi untuk memberikan efek jera kepada warga masyarakat agar segera disiplin menerapkan protokol Kesehatan. Penegakan disiplin bukan hanya tanggungjawab Satuan Polisi Pamong Praja. Tapi juga seluruh apparat.
“Pemberlakuan kembali PSBB yang lebih ketat ini, adalah salah satu upaya dari Gubernur untuk Kembali mendisiplinkan warga agar menerapkan protokol Kesehatan. Saat PSBB Transisi kemarin, kita lihat phenomena yang terjadi, masyarakat susah diajak pake masker, susah dilarang berkumpul, sebagian besar masyarakat menganggap, wabah Covid 19 sudah berlalu, padahal jumlah warga yang terinfeksi Covid 19 makin banyak. Tujuan pemberlakuan PSBB ini adalah untuk menyelamatkan kita semua. Menyelamatkan nyawa warga agar tidak makin banyak yang jadi korban keganasan Virus Corona,” tegas anggota dewan penasehat ILUNI UI ini.
Eman berpendapat, resesi ekonomi yang disebabkan oleh pendemi Covid-19 ini, penyelesaiannya adalah terlebih dahulu menghentikan penyebaran dan penularan Covid-19. Dengan demikian, perlindungan nyawa dan keselamatan manusia atau warga menjadi. Dengan sendirinya, jika warga atau manusianya sudah sehat, terbebas dari Covid 19 maka pertumbuhan ekonomi akan Kembali berjalan. Namun jika manusia sebagai subjek pertumbuhan ekonomi nya terpapar bahkan keselamatannya terancam, bukan pertumbuhan ekonomi yang terjadi tapi krisis ekonomi yang mengerikan yang akan terjadi.
Menurut Sekretaris Komisi I DRD DKI Jakarta ini, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta memberlakukan PSBB ketat ini. Dia berharap, pemberlakuan PSBB ini dapat berdampak positif, benar benar menghentikan rantai penyebaran atau penularan Covid-19, melindungi sekaligus mengurangi jumlah warga yang terpapar atau terinfeksi. Sehingga tidak perlu lagi diterapkan PSBB lanjutan. Selanjutnya, selagi vaksin dan obat pencegah dan penyembuh penyakit Covid-19 belum ditemukan, aparat penegak hukum baik kepolisian, maupun Satpol PP bisa menegakan disiplin seluruh warga untuk menerapkan protokol Kesehatan. Warga yang bandel tidak menerapkan protokol Kesehatan diberikan sangsi yang dapat menimbulkan efek jera.
Sedangkan DRD DKI Jakarta sendiri, terus melakukan pemantauan dan pengkajian atas penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta. DRD DKI Jakarta juga sudah menyelesaikan pembangunan graha sehat untuk pasien Covid 19 yang berlokasi di GOR Pademangan Jakarta Utara dan sudah diresmikan pemanfaatannya oleh wakil gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza beberapa waktu lalu. Selain itu, DRD DKI juga melakukan pemantauan dan pengkajian atas berbagai fenomena yang terjadi di Jakarta. Hasil kajian dan masukan dari DRD DKI Jakarta atas berbagai problema yang terjadi di Jakarta, secara rutin diminta maupun tidak diminta disampaikan ke pihak Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“Seharusnya, setiap 3 bulan sekali DRD DKI Jakarta melakukan pertemuan tatap muka atau daring dengan Bapak Gubernur menyampaikan pendapat dan hasil kajian serta usulan usulan para pakar yang tergabung di DRD DKI Jakarta. Namun karena kesibukan dua pemimpin Jakarta tersebut, pertemuannya dimundur menjadi setiap 6 bulan sekali. Namun jika ada hal hal yang mendesak, DRD DKI Jakarta mengadakan pertemuan atau kordinasi dengan Kepala atau wakil Kepala BAPEDA DKI Jakarta,” papar Eman.
Pengamat kebijakan publik Eman Sulaeman Nasim mengatakan, setiap hari ada penambahan ratusan pasien Covid-19 di Jakarta. Sementara, kata dia, tenaga kesehatan yang berguguran karena Covid juga mencapai angka ratusan. Selain itu, sambungnya, keputusan gubernur tersebut juga sesuai arahan Presiden Jokowi untuk lebih memprioritaskan perlindungan kesehatan dan nyawa rakyat Indonesia dari paparan Covid-19 dari pada mendahulukan kepentingan dan pertumbuhan ekonomi.
“Tujuan pemberlakuan PSBB Ketat ini adalah untuk melindungi nyawa dan keselamatan warga Jakarta maupun non Jakarta yang beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya dari penularan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona. Sekaligus memutus mata rantai penularan. Gubernur, sebagai pemimpin merasa bertanggung jawab atas keselamatan nyawa warganya. Sudah seribuan lebih warganya meninggal dunia karena Covid. Belum lagi ratusan tenaga Kesehatan. Harusnya semua pihak termasuk para pejabat di pemerintah pusat mendukung dan mensukseskannya. Apalagi kebijakan dan keputusan Gubernur tersebut sesuai garis besar kebijakan Presiden Jokowi serta sudah melalui koordinasi dengan pemerintah pusat,” kata Eman dalam siaran persnya, Senin (14/9/2020).
Menurut anggota Dewan Riset Daerah (DRD ) DKI Jakarta ini, tidak pantas bila pejabat publik setingkat menteri mengkritik kebijakan gubernur sebagai kepala daerah secara terbuka dan disebarluaskan di media massa. Hal ini selain membuat gaduh juga membingungkan masyarakat. Seharusnya, pihak menteri bisa mengajak gubernur duduk bersama, berdiskusi menanyakan alasan mengapa PSBB Ketat dikeluarkan. Sebaliknya pihak pejabat publik itu juga dapat menyampaikan keberatan beserta alasan yang masuk akal kepada gubernur.
“Gubernur DKI Jakarta ini doktor lulusan perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat, demokratis dan moderat. Sangat menerima perbedaan pendapat. Beliau sebelum mengambil keputusan selalu dipikirkan masak-masak dampaknya. Selain itu, menerima masukan-masukan dari masyarakat luas. Apalagi dari seorang pemimpin dan pejabat publik setingkat menteri. Kalau masukan-masukan itu disampaikan secara baik, pasti akan diterima dengan baik. Jadi alangkah baiknya, jika sesama pejabat publik melakukan kordinasi dan berdiskusi apabila ada perbedaan pendapat dan kebijakan. Jangan langsung disampaikan ke publik lewat media massa sehingga menjadi polemik dan membingungkan masyarakat,” terang mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI ini.
Lebih lanjut Dosen Kebijakan Publik di Institut STIAMI ini menjelaskan, diterapkannya PSBB lebih ketat dari pada PSBB Transisi, karena warga masyarakat sangat tidak disiplin dalam menegakkan protokol Kesehatan 3 M, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Akibat ketidak disiplinan ini, angka penularan menjadi tinggi. Jumlah warga yang tertular dan terinfeksi Covid menjadi semakin tinggi. Harsunya, jika kedisiplinan warga dalam menerapkan protokol Kesehatan sangat kendor, ini menjadi tanggungjawab bersama. Aparat keamanan segera menggelar operasi untuk memberikan efek jera kepada warga masyarakat agar segera disiplin menerapkan protokol Kesehatan. Penegakan disiplin bukan hanya tanggungjawab Satuan Polisi Pamong Praja. Tapi juga seluruh apparat.
“Pemberlakuan kembali PSBB yang lebih ketat ini, adalah salah satu upaya dari Gubernur untuk Kembali mendisiplinkan warga agar menerapkan protokol Kesehatan. Saat PSBB Transisi kemarin, kita lihat phenomena yang terjadi, masyarakat susah diajak pake masker, susah dilarang berkumpul, sebagian besar masyarakat menganggap, wabah Covid 19 sudah berlalu, padahal jumlah warga yang terinfeksi Covid 19 makin banyak. Tujuan pemberlakuan PSBB ini adalah untuk menyelamatkan kita semua. Menyelamatkan nyawa warga agar tidak makin banyak yang jadi korban keganasan Virus Corona,” tegas anggota dewan penasehat ILUNI UI ini.
Eman berpendapat, resesi ekonomi yang disebabkan oleh pendemi Covid-19 ini, penyelesaiannya adalah terlebih dahulu menghentikan penyebaran dan penularan Covid-19. Dengan demikian, perlindungan nyawa dan keselamatan manusia atau warga menjadi. Dengan sendirinya, jika warga atau manusianya sudah sehat, terbebas dari Covid 19 maka pertumbuhan ekonomi akan Kembali berjalan. Namun jika manusia sebagai subjek pertumbuhan ekonomi nya terpapar bahkan keselamatannya terancam, bukan pertumbuhan ekonomi yang terjadi tapi krisis ekonomi yang mengerikan yang akan terjadi.
Menurut Sekretaris Komisi I DRD DKI Jakarta ini, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta memberlakukan PSBB ketat ini. Dia berharap, pemberlakuan PSBB ini dapat berdampak positif, benar benar menghentikan rantai penyebaran atau penularan Covid-19, melindungi sekaligus mengurangi jumlah warga yang terpapar atau terinfeksi. Sehingga tidak perlu lagi diterapkan PSBB lanjutan. Selanjutnya, selagi vaksin dan obat pencegah dan penyembuh penyakit Covid-19 belum ditemukan, aparat penegak hukum baik kepolisian, maupun Satpol PP bisa menegakan disiplin seluruh warga untuk menerapkan protokol Kesehatan. Warga yang bandel tidak menerapkan protokol Kesehatan diberikan sangsi yang dapat menimbulkan efek jera.
Sedangkan DRD DKI Jakarta sendiri, terus melakukan pemantauan dan pengkajian atas penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta. DRD DKI Jakarta juga sudah menyelesaikan pembangunan graha sehat untuk pasien Covid 19 yang berlokasi di GOR Pademangan Jakarta Utara dan sudah diresmikan pemanfaatannya oleh wakil gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza beberapa waktu lalu. Selain itu, DRD DKI juga melakukan pemantauan dan pengkajian atas berbagai fenomena yang terjadi di Jakarta. Hasil kajian dan masukan dari DRD DKI Jakarta atas berbagai problema yang terjadi di Jakarta, secara rutin diminta maupun tidak diminta disampaikan ke pihak Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“Seharusnya, setiap 3 bulan sekali DRD DKI Jakarta melakukan pertemuan tatap muka atau daring dengan Bapak Gubernur menyampaikan pendapat dan hasil kajian serta usulan usulan para pakar yang tergabung di DRD DKI Jakarta. Namun karena kesibukan dua pemimpin Jakarta tersebut, pertemuannya dimundur menjadi setiap 6 bulan sekali. Namun jika ada hal hal yang mendesak, DRD DKI Jakarta mengadakan pertemuan atau kordinasi dengan Kepala atau wakil Kepala BAPEDA DKI Jakarta,” papar Eman.
(mhd)
tulis komentar anda