Tragedi di Cirendeu Bukan Hanya Sebuah Cerita Memilukan, tapi juga Peringatan Keras bagi Semua

Senin, 16 Desember 2024 - 12:33 WIB
Suasana di rumah duka tampak ramai oleh pelayat, baik itu keluarga, kerabat, tetangga, dan warga sekitar di rumah korban di kawasan Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Senin (16/12/2024). FOTO/ARI SANDITA
TANGERANG SELATAN - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai tragedi memilukan yang menimpa sebuah keluarga di Cirendeu, Tangerang Selatan membuka mata semua terhadap berbagai aspek kehidupan yang sering kali luput dari perhatian. Ketiga anggota keluarga yang ditemukan tewas dalam rumah mereka mencerminkan dampak destruktif dari tekanan ekonomi dan jeratan pinjaman online (pinjol).

“Dari peristiwa ini, ada banyak pelajaran penting yang dapat dipetik, baik dari sisi individu, masyarakat, maupun pemerintah. Pinjaman online telah menjadi solusi cepat bagi banyak masyarakat yang membutuhkan dana mendesak. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat ancaman besar berupa bunga tinggi, metode penagihan intimidatif, dan pelanggaran privasi,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/12/2024).

Dalam kasus ini, AF, kepala keluarga, menggunakan data pribadi istrinya, YL, untuk mengakses pinjaman. “Langkah tersebut menunjukkan bagaimana tekanan ekonomi dapat mendorong seseorang mengambil keputusan yang berisiko, bahkan merugikan anggota keluarga,” tuturnya.



Dia mengatakan, banyak platform pinjaman online tidak mematuhi regulasi yang jelas, sehingga memberikan ruang bagi praktik-praktik yang eksploitatif. Dia menuturkan, penggunaan data pribadi orang lain tanpa izin atau paksaan adalah tindakan yang tidak hanya melanggar privasi, tetapi juga dapat menghancurkan hubungan kepercayaan dalam keluarga.

“Lebih buruk lagi, ancaman penagihan dari debt collector sering kali dilakukan dengan cara yang meresahkan, bahkan menyasar pihak yang tidak terlibat langsung, seperti yang dialami tetangga korban,” imbuhnya.

Menurut dia, salah satu akar dari permasalahan ini adalah rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Dia melihat banyak individu tidak memahami bagaimana mekanisme pinjaman bekerja, termasuk suku bunga, denda keterlambatan, dan risiko jangka panjang dari utang.

Dalam kasus ini, ketidaktahuan dan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup membuat keluarga AF terjebak dalam lingkaran utang. “Peningkatan literasi keuangan harus menjadi prioritas. Program pendidikan tentang pengelolaan keuangan, khususnya dalam menghadapi tawaran pinjaman online, harus diinisiasi oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat,” kata dia.

Di amelanjutkan, literasi ini tidak hanya untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko utang, tetapi juga memberikan alternatif solusi, seperti menabung atau memanfaatkan program pembiayaan mikro yang lebih terjangkau. Selain dampak finansial, lanjut dia, pinjaman online sering kali menimbulkan tekanan psikologis yang berat.

Menurut dia, intimidasi dari penagih utang, ancaman terhadap privasi, dan rasa malu akibat keterlibatan pihak ketiga, seperti tetangga atau kerabat, dapat menghancurkan kesejahteraan mental seseorang. Tragedi di Cirendeu menunjukkan bagaimana tekanan semacam itu bisa berujung pada keputusan tragis.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More