Ahli Hukum Pers Tegaskan Bahaya jika Aiman Witjaksono Ungkap Narasumbernya
Kamis, 22 Februari 2024 - 18:26 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada menyebutkan, berbahaya jika sampai Aiman Witjaksono yang notabenenya sebagai jurnalis, membeberkan narasumbernya. Pasalnya, keberadaan narasumbernya bisa terancam dari segala hal tak diinginkan.
"Sebagaimana saya katakan, hak tolak melekat pada wartawan saat dia menerima informasi, tak bisa dibongkar," jawab Winasaat ditanyai oleh pengacara Aiman dalam sidang praperadilan sah tidaknya penyitaan barang bukti oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kamis (22/2/2024) .
Wina menanggapi pertanyaan pengacara Aiman mengenai, apakah hak tolak seorang jurnalis bakal terhapus saat seorang jurnalis menjadi perserta Pemilu dan mengambil cuti secara administratif sebagai wartawan.
Wina menegaskan, hak tolak itu bakal tetap melekat pada wartawan tersebut meski dia sudah mengambil cuti, atau bahkan ketika dia beralih profesi tak menjadi jurnalis lagi. Hak tolak itu melekat pada jurnalis selama seumur hidupnya.
"Misalnya kalau di pengadilan ada beberapa hakim mengatakan (informasi pada wartawan) di pengadilan ini ada korupsi, kemudian wartawannya itu mungkin sudah pensiun atau dia beralih profesi dan membongkar siapa yang memberikan (informasi), itu sangat berbahaya," tuturnya.
"Di kalangan polisi pun demikian, karena kedekatan wartawan dengan polisi, banyak hal yang dikemukakan (polisi) yang tak mau disebut sumber kepolisiannya. Kalau wartawan itu berhenti sebagai wartawan atau pun beralih profesi, maka apa yang menjadi kata dari narasumber itu, kalau diminta untuk tidak diungkap narasumbernya, maka berlaku sampai wartawannya mati," jelas Wina.
Wina mengungkapkan, bakal berbahaya manakala seorang wartawan membongkar informasi tentang narasumbernya itu. Faktor itu sangat mempengaruhi narasumbernya lantaran si narasumber bakal mengalami segala macam hal tak diinginkan.
"Beberapa pengalaman, ketika ada wartawan membocorkan (narasumbernya), maka keluarga yang memberikan informasi itu, ada yang dibunuh, ada yang bunuh diri, ada yang gantung diri, dan sebagainya," tutup Wina.
"Sebagaimana saya katakan, hak tolak melekat pada wartawan saat dia menerima informasi, tak bisa dibongkar," jawab Winasaat ditanyai oleh pengacara Aiman dalam sidang praperadilan sah tidaknya penyitaan barang bukti oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kamis (22/2/2024) .
Wina menanggapi pertanyaan pengacara Aiman mengenai, apakah hak tolak seorang jurnalis bakal terhapus saat seorang jurnalis menjadi perserta Pemilu dan mengambil cuti secara administratif sebagai wartawan.
Wina menegaskan, hak tolak itu bakal tetap melekat pada wartawan tersebut meski dia sudah mengambil cuti, atau bahkan ketika dia beralih profesi tak menjadi jurnalis lagi. Hak tolak itu melekat pada jurnalis selama seumur hidupnya.
"Misalnya kalau di pengadilan ada beberapa hakim mengatakan (informasi pada wartawan) di pengadilan ini ada korupsi, kemudian wartawannya itu mungkin sudah pensiun atau dia beralih profesi dan membongkar siapa yang memberikan (informasi), itu sangat berbahaya," tuturnya.
"Di kalangan polisi pun demikian, karena kedekatan wartawan dengan polisi, banyak hal yang dikemukakan (polisi) yang tak mau disebut sumber kepolisiannya. Kalau wartawan itu berhenti sebagai wartawan atau pun beralih profesi, maka apa yang menjadi kata dari narasumber itu, kalau diminta untuk tidak diungkap narasumbernya, maka berlaku sampai wartawannya mati," jelas Wina.
Wina mengungkapkan, bakal berbahaya manakala seorang wartawan membongkar informasi tentang narasumbernya itu. Faktor itu sangat mempengaruhi narasumbernya lantaran si narasumber bakal mengalami segala macam hal tak diinginkan.
"Beberapa pengalaman, ketika ada wartawan membocorkan (narasumbernya), maka keluarga yang memberikan informasi itu, ada yang dibunuh, ada yang bunuh diri, ada yang gantung diri, dan sebagainya," tutup Wina.
(maf)
tulis komentar anda