Pemkot Depok Diminta Bangun Rumah Penampungan Korban Kekerasan
A
A
A
DEPOK - Pemkot Depok diminta segera merealisasikan pembangunan rumah penampungan (save house) bagi perempuan, dan anak korban kekerasan. Save house ini penting karena banyaknya kasus tersebut di Depok, seperti korban penganiayan ataupun pencabulan.
Ketua Komisi D DPRD Depok Lahmudin Abdullah mengatakan, kebutuhan rumah penampungan itu dinilai mendesak. Sebab mereka berbeda dengan kelompok masyarakat penyandang masalah sosial lainnya ataupun gelandangan.
"Urgensinya mereka butuh perlindungan, sebagai wadah karena tak mungkin mereka ditampung di kantor dinas. Mereka perlu privasi semacam save house dan ada konselingnya," tegasnya di Depok, Jumat (8/5/2015).
Lahmudin mengakui, DPRD hingga kini belum memiliki data korban perempuan dan anak tindak kekerasan di Depok. Sehingga nantinya, lanjut dia, dapat bersinergi dengan Polri dalam mengusut proses hukumnya.
"Sejauh ini belum punya data, saya anggap perlu segera dan akan berkoordinasi dengan unit perempuan dan anak Polresta Depok," tutur politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Selain fokus pada masalah tersebut, Komisi D DPRD Depok bidang pendidikan, sosial, dan kesehatan juga menyoroti banyaknya indekos. Berkaca dari kasus Deudeuh, PSK yang tewas di indekos wilayah Tebet, Jakarta Selatan, Lahmudin minta, pengelola indekos untuk lebih selektif dalam mengizinkan tamu yang masuk apalagi tempat indekos khusus perempuan.
"Para pemilik rumah indekos jangan selalu orientasi bisnis, jangan kasih kebebasan mentang-mentang dibayar, rumah indekos perempuan harus jadi perhatian agar tidak sembarangan masuk laki-laki jangan bebas. Apalagi di Depok banyak tempat indekos, terutama mahasiswa alasan belajar bersama. Kami dorong Satpol PP ikut turun," paparnya.
Ketua Komisi D DPRD Depok Lahmudin Abdullah mengatakan, kebutuhan rumah penampungan itu dinilai mendesak. Sebab mereka berbeda dengan kelompok masyarakat penyandang masalah sosial lainnya ataupun gelandangan.
"Urgensinya mereka butuh perlindungan, sebagai wadah karena tak mungkin mereka ditampung di kantor dinas. Mereka perlu privasi semacam save house dan ada konselingnya," tegasnya di Depok, Jumat (8/5/2015).
Lahmudin mengakui, DPRD hingga kini belum memiliki data korban perempuan dan anak tindak kekerasan di Depok. Sehingga nantinya, lanjut dia, dapat bersinergi dengan Polri dalam mengusut proses hukumnya.
"Sejauh ini belum punya data, saya anggap perlu segera dan akan berkoordinasi dengan unit perempuan dan anak Polresta Depok," tutur politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Selain fokus pada masalah tersebut, Komisi D DPRD Depok bidang pendidikan, sosial, dan kesehatan juga menyoroti banyaknya indekos. Berkaca dari kasus Deudeuh, PSK yang tewas di indekos wilayah Tebet, Jakarta Selatan, Lahmudin minta, pengelola indekos untuk lebih selektif dalam mengizinkan tamu yang masuk apalagi tempat indekos khusus perempuan.
"Para pemilik rumah indekos jangan selalu orientasi bisnis, jangan kasih kebebasan mentang-mentang dibayar, rumah indekos perempuan harus jadi perhatian agar tidak sembarangan masuk laki-laki jangan bebas. Apalagi di Depok banyak tempat indekos, terutama mahasiswa alasan belajar bersama. Kami dorong Satpol PP ikut turun," paparnya.
(mhd)