Mantan Hansip, Kini Pasrah Terhadap Nasib
A
A
A
JAKARTA - Nasib Muhamad Yusuf (97), kini tak segagah dahulu saat dia bertugas sebagai Pertahanan Sipil (Hansip). Kini petugas keamanan di RT04/12 Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur (Jaktim) itu hanya terbaring lemas.
Yusuf kini tinggal bersama Neneng, putri keempatnya yang setia merawatnya di sebuah gubuk berukuran 3x5 meter.
"Makan, tidur buang air ya di sini. Bapak (Yusuf) dikasih popok karena memang sudah enggak bisa jalan lagi," kata Neneng kepada wartawan, Rabu 6 Mei 2015.
Kondisi seperti itu sudah dialami Yusuf selama dua tahun, pasca dirinya tertabrak mobil saat menjalankan tugas pada akhir 2012 silam.
"Walaupun berobat gratis, tapi ongkos ke rumah sakitnya yang berat. Jadi ya sudah kondisinya seperti ini," tambahnya.
Selain bersama Neneng, Yusuf juga tinggal bersama cucunya, Angga dan satu orang anak ketiga Yusuf, Maysaroh.
Dengan kondisi yang ala kadarnya, Neneng berjuang untuk mengurus Yusuf. Apalagi, kakaknya, Maysaroh tidak bisa diharapkan karena kondisinya yang terganggu pada pendengarannya.
"Anak Bapak (Yusuf) empat orang, yang pertama meninggal, yang kedua tinggal di Duren Sawit, (Jaktim) cucunya tujuh. Kini saya sama kakak dan anak saya tinggal di sini," terangnya.
Neneng pun harus bekerja keras untuk bisa mengurus Ayahnya. Apalagi, upah dari buruh cuci yang didapatkan hanya Rp250 ribu per bulan.
"Bapak juga diberikan uang suka rela sama RTRp350 ribu setiap bulan. Jadi total hanya Rp600 ribu pendapatan kami setiap bulan, itu sudah habis untuk bayar listrik," jelasnya.
Untuk mencukupinya, Neneng terpaksa minjam uang ke tetangga ataupun warung untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
"Pinjam-pinjam ke warga, nanti saya gajian diganti, warga juga sering bantu kasih," kata Neneng.
Yusuf pernah diminta tinggal di rumah anak keduanya di Duren Sawit. Namun dirinya menolak, dan lebih memilih tinggal di gubuk tersebut. Neneng juga berharap, agar nasib ayahnya bisa diperhatikan pemerintah.
"Bapak lebih memilih tinggal di sini. Karena memang sudah cinta sama kampung ini. Selama ini tidak diperhatikan. Kami mintanya ada bantuan dari pemerintah untuk lebih diperhatikan lagi," harapnya.
Sementara itu menurut Ipah (53), tetangga Yusuf mengatakan, keseharian Yusuf hanya terbaring di dalam gubuk itu. Saat anaknya, Neneng pergi mencuci dan cucunya Angga sekolah, ia sesekali menengok Yusuf untuk memberi makan.
"Saya kasihan. Kondisi rumah yang begitu, kadang ada tikus juga. Paling ngasih makanan, sekadar ngasih nasi, kalau ditanya pak mau minum apa makan, nanti kasih makan minum," tuturnya.
Yusuf kini tinggal bersama Neneng, putri keempatnya yang setia merawatnya di sebuah gubuk berukuran 3x5 meter.
"Makan, tidur buang air ya di sini. Bapak (Yusuf) dikasih popok karena memang sudah enggak bisa jalan lagi," kata Neneng kepada wartawan, Rabu 6 Mei 2015.
Kondisi seperti itu sudah dialami Yusuf selama dua tahun, pasca dirinya tertabrak mobil saat menjalankan tugas pada akhir 2012 silam.
"Walaupun berobat gratis, tapi ongkos ke rumah sakitnya yang berat. Jadi ya sudah kondisinya seperti ini," tambahnya.
Selain bersama Neneng, Yusuf juga tinggal bersama cucunya, Angga dan satu orang anak ketiga Yusuf, Maysaroh.
Dengan kondisi yang ala kadarnya, Neneng berjuang untuk mengurus Yusuf. Apalagi, kakaknya, Maysaroh tidak bisa diharapkan karena kondisinya yang terganggu pada pendengarannya.
"Anak Bapak (Yusuf) empat orang, yang pertama meninggal, yang kedua tinggal di Duren Sawit, (Jaktim) cucunya tujuh. Kini saya sama kakak dan anak saya tinggal di sini," terangnya.
Neneng pun harus bekerja keras untuk bisa mengurus Ayahnya. Apalagi, upah dari buruh cuci yang didapatkan hanya Rp250 ribu per bulan.
"Bapak juga diberikan uang suka rela sama RTRp350 ribu setiap bulan. Jadi total hanya Rp600 ribu pendapatan kami setiap bulan, itu sudah habis untuk bayar listrik," jelasnya.
Untuk mencukupinya, Neneng terpaksa minjam uang ke tetangga ataupun warung untuk belanja kebutuhan sehari-hari.
"Pinjam-pinjam ke warga, nanti saya gajian diganti, warga juga sering bantu kasih," kata Neneng.
Yusuf pernah diminta tinggal di rumah anak keduanya di Duren Sawit. Namun dirinya menolak, dan lebih memilih tinggal di gubuk tersebut. Neneng juga berharap, agar nasib ayahnya bisa diperhatikan pemerintah.
"Bapak lebih memilih tinggal di sini. Karena memang sudah cinta sama kampung ini. Selama ini tidak diperhatikan. Kami mintanya ada bantuan dari pemerintah untuk lebih diperhatikan lagi," harapnya.
Sementara itu menurut Ipah (53), tetangga Yusuf mengatakan, keseharian Yusuf hanya terbaring di dalam gubuk itu. Saat anaknya, Neneng pergi mencuci dan cucunya Angga sekolah, ia sesekali menengok Yusuf untuk memberi makan.
"Saya kasihan. Kondisi rumah yang begitu, kadang ada tikus juga. Paling ngasih makanan, sekadar ngasih nasi, kalau ditanya pak mau minum apa makan, nanti kasih makan minum," tuturnya.
(mhd)