Keponakan Prabowo Subianto Kritik Rencana Ahok
A
A
A
JAKARTA - Keinginan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membangun lokalisasi di Ibu Kota mendapat kritik dari anggota DPR Komisi VIII Rahayu S Djojohadikusumo.
Keponakan dari Prabowo Subianto mengatakan, prostitusi harus dipahami sebagai bentuk kejahatan dan juga dapat menjadi bentuk perdagangan orang. Apalagi ketika dilakukan secara terorganisasi, di kompleks tertentu dan disertai mucikari, semakin kentara bahwa prostitusi merupakan bentuk eksploatasi manusia atas manusia lain.
"Lokalisasi prostitusi tidak akan serta-merta menghilangkan bisnis prostitusi di kawasan-kawasan perumahan maupun perhotelan," ujar anggota dari Fraksi Partai Gerindra dalam rilis yang diterima oleh wartawan, Senin 20 April kemarin.
Dengan melihat sudut pandang tersebut, Rahayu menilai pemikiran untuk melokalisasi prostitusi jelas didasarkan pada pertimbangan parsial. "Bahkan kami tidak ragu untuk menyebutnya sebagai bentuk pendangkalan isu atas kegagalan Pemerintah DKI dalam menertibkan peruntukan bangunan-bangunan dan penguatan kelurahan, RT, RW untuk menciptakan ketertiban lingkungan," ujar Rahayu.
Rahayu menilai, gagasan seperti ini merefleksikan sikap abai Ahok dalam menjadikan nilai-nilai kearifan lokal dan kepekaan gender sebagai elemen vital dalam melahirkan kebijakan.
"Jika Ahok benar-benar merealisasikan hal ini, maka kami akan menyemangati masyarakat dan Polri untuk memerkarakannya dengan memanfaatkan Pasal 296 KUHP yang berisi barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah," tegas Rahayu.
Keponakan dari Prabowo Subianto mengatakan, prostitusi harus dipahami sebagai bentuk kejahatan dan juga dapat menjadi bentuk perdagangan orang. Apalagi ketika dilakukan secara terorganisasi, di kompleks tertentu dan disertai mucikari, semakin kentara bahwa prostitusi merupakan bentuk eksploatasi manusia atas manusia lain.
"Lokalisasi prostitusi tidak akan serta-merta menghilangkan bisnis prostitusi di kawasan-kawasan perumahan maupun perhotelan," ujar anggota dari Fraksi Partai Gerindra dalam rilis yang diterima oleh wartawan, Senin 20 April kemarin.
Dengan melihat sudut pandang tersebut, Rahayu menilai pemikiran untuk melokalisasi prostitusi jelas didasarkan pada pertimbangan parsial. "Bahkan kami tidak ragu untuk menyebutnya sebagai bentuk pendangkalan isu atas kegagalan Pemerintah DKI dalam menertibkan peruntukan bangunan-bangunan dan penguatan kelurahan, RT, RW untuk menciptakan ketertiban lingkungan," ujar Rahayu.
Rahayu menilai, gagasan seperti ini merefleksikan sikap abai Ahok dalam menjadikan nilai-nilai kearifan lokal dan kepekaan gender sebagai elemen vital dalam melahirkan kebijakan.
"Jika Ahok benar-benar merealisasikan hal ini, maka kami akan menyemangati masyarakat dan Polri untuk memerkarakannya dengan memanfaatkan Pasal 296 KUHP yang berisi barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah," tegas Rahayu.
(whb)