Membongkar Fenomena Praktik Prostitusi Online
A
A
A
JAKARTA - Kasus pembunuhan Deudeuh Alfi Syahrin, perempuan berusia 26 tahun di kamar indekos di wilayah Tebet, Jakarta Selatan telah menyita perhatian publik.
Kasus tersebut tak pelak menguak adanya dugaan maraknya fenomena prostitusi online atau praktik bisnis esek-esek melalui internet. (Baca: Di Dunia Maya Deudeuh Dikenal Sebagai Gadis Bayaran)
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul menegaskan kepolisian memiliki perhatian khusus dalam menangani kasus prostitusi online. Oleh karena itu, kepolisian terus melakukan pengawasan terhadap dunia maya.
Pengawasan yang diistilahkannya patroli cyber itu dilakukan oleh tim cyber crime dan satuan lainnya. "Kita terus melakukan patroli cyber. Penyidik terus memantau penyimpangan di media sosial atau lainnya," kata Martinus, Selasa 14 April 2015.
Menurut dia, tidak mudah untuk mengungkap kasus prostitusi online. Tidak jarang penyidik melakukan penyamaran agar bisa memantau pergerakan pelaku."Kadang-kadang memang kita harus teliti karena tidak semudah (membongkar praktik prostitusi) yang konvensional," ujarnya.
Dia mengungkapkan, penyidik pernah menangkap pelaku yang menjajakan diri melalui situs jejaring sosial Facebook. Pelaku menawarkan sejumlah wanita model dengan tarif Rp700 ribu hingga puluhan juta rupiah.
Untuk kasus yang baru terjadi, pihaknya juga tidak bisa begitu saja menangkap orang-orang yang diduga menjajakan diri secara online. Pasalnya, banyak juga akun berisi profil seseorang yang ternyata dibuat oleh orang lain.
"Kita juga harus hati-hati sehingga untuk mengungkap kasus ini tidak bisa langsung melacak IP adress, namun harus melalui penyamaran tentunya," ujarnya. (Baca: Polisi Telusuri Teman Deudeuh di Facebook dan Twitter)
Di tempat terpisah, seseorang yang mengaku penikmat layanan prostitusi online mengakui dunia maya telah memudahkannya dalam mencari teman kencan.
Dengan hanya berselancar di dunia maya, dirinya mengaku mendapatkan informasi perempuan yang menjajakan diri melalui internet. "Kadang-kadang melalui komunitas online, di sana kita bisa mendapatkan informasi akun mana dan siapa saja," kata seseorang yang enggan menyebut namanya.
Sementara itu seorang perempuan berusia 25 tahun mengaku terpaksa menjajakan dirinya di dunia maya. "Saya buka tiga akun,Twitter, Facebook dan Badoo," ujarnya.
Dia memasang harga Rp550 ribu untuk sekali kencan. Untuk pelanggannya juga cukup beragam, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa sampai karyawan.
Perempuan ini mengaku sudah hampir dua tahun menggunakan jasa media sosial untuk menjalani profesi tersebut. Kepada keluarga, dia mengaku bekerja sebagai SPG event. "Saya juga kadang-kadang jadi SPG tapi itu tidak terlalu sering. Kalau lagi ada panggilan saja," ujarnya
Kasus tersebut tak pelak menguak adanya dugaan maraknya fenomena prostitusi online atau praktik bisnis esek-esek melalui internet. (Baca: Di Dunia Maya Deudeuh Dikenal Sebagai Gadis Bayaran)
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul menegaskan kepolisian memiliki perhatian khusus dalam menangani kasus prostitusi online. Oleh karena itu, kepolisian terus melakukan pengawasan terhadap dunia maya.
Pengawasan yang diistilahkannya patroli cyber itu dilakukan oleh tim cyber crime dan satuan lainnya. "Kita terus melakukan patroli cyber. Penyidik terus memantau penyimpangan di media sosial atau lainnya," kata Martinus, Selasa 14 April 2015.
Menurut dia, tidak mudah untuk mengungkap kasus prostitusi online. Tidak jarang penyidik melakukan penyamaran agar bisa memantau pergerakan pelaku."Kadang-kadang memang kita harus teliti karena tidak semudah (membongkar praktik prostitusi) yang konvensional," ujarnya.
Dia mengungkapkan, penyidik pernah menangkap pelaku yang menjajakan diri melalui situs jejaring sosial Facebook. Pelaku menawarkan sejumlah wanita model dengan tarif Rp700 ribu hingga puluhan juta rupiah.
Untuk kasus yang baru terjadi, pihaknya juga tidak bisa begitu saja menangkap orang-orang yang diduga menjajakan diri secara online. Pasalnya, banyak juga akun berisi profil seseorang yang ternyata dibuat oleh orang lain.
"Kita juga harus hati-hati sehingga untuk mengungkap kasus ini tidak bisa langsung melacak IP adress, namun harus melalui penyamaran tentunya," ujarnya. (Baca: Polisi Telusuri Teman Deudeuh di Facebook dan Twitter)
Di tempat terpisah, seseorang yang mengaku penikmat layanan prostitusi online mengakui dunia maya telah memudahkannya dalam mencari teman kencan.
Dengan hanya berselancar di dunia maya, dirinya mengaku mendapatkan informasi perempuan yang menjajakan diri melalui internet. "Kadang-kadang melalui komunitas online, di sana kita bisa mendapatkan informasi akun mana dan siapa saja," kata seseorang yang enggan menyebut namanya.
Sementara itu seorang perempuan berusia 25 tahun mengaku terpaksa menjajakan dirinya di dunia maya. "Saya buka tiga akun,Twitter, Facebook dan Badoo," ujarnya.
Dia memasang harga Rp550 ribu untuk sekali kencan. Untuk pelanggannya juga cukup beragam, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa sampai karyawan.
Perempuan ini mengaku sudah hampir dua tahun menggunakan jasa media sosial untuk menjalani profesi tersebut. Kepada keluarga, dia mengaku bekerja sebagai SPG event. "Saya juga kadang-kadang jadi SPG tapi itu tidak terlalu sering. Kalau lagi ada panggilan saja," ujarnya
(dam)