Walhi Desak Pemkab Bogor Tindak Pelanggar GSS di Puncak
A
A
A
BOGOR - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mendesak Pemkab Bogor segera menindak sejumlah tempat wisata dan restoran di kawasan Puncak yang melanggar garis sepadan sungai (GSS).
Sebab, keberadaan mereka jelas-jelas menghambat program konservasi air dan merusak lingkungan yang tentunya berdampak negatif terhadap kawasan hulu (Bogor) dan hilir (Jakarta). Sehingga bukan hal yang aneh jika saat musim hujan, selalu saja ada kejadian longsor di kawasan Puncak dan di Jakarta sering terjadi banjir karena meluapnya sungai Ciliwung.
Direktur Ekesekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan menjelaskan, para pelanggar UU Nomor 40/2004 tentang Sumber Daya Air bisa dipidanakan."Para pemilik bangunan semakin semena-mena dalam mendirikan tempat usahanya. Karena dari pemerintah daerah setempat lemah pengawasannya," kata Dadan, Minggu (22/3/2015).
Menurut Dadan, berdasarkan hasil kajian Walhi Jabar disepanjang hulu sungai Ciliwung, tak sedikit bangunan komersial merampas GSS. "Seperti restoran Cimory Riverside dan Taman Wisata Matahari di Puncak bisa berdiri megah sehingga terjadi penyempitan Sungai Ciliwung. Begitupun di hulu sungai Cisadane terjadi akibat adanya PT CS2 Pola Sehat," jelasnya.
Dadan menuturkan, untuk mengembalikan fungsi aliran di hulu sungai Ciliwung dan Cisadane dibutuhkan keseriusan dan konsistensi aparat Pemkab dan Polres Bogor menegakkan aturan. Jika ada ketegasan dari aparat setempat, maka para pemilik bangunan akan taat sehingga tidak terjadinya praktik perampasan aliran sungai.
"Aparat kepolisian harus ikut berperan. Secara tidak langsung, pelanggar GSS telah melanggar UU No 7/2004. Artinya, kegiatan mereka itu jelas terdapat unsur pidana," tegasnya. Karena, kata dia, apabila penegakan aturan tidak konsisten, maka akan terjadi pengulangan pelanggaran dan berdampak kepada kerusakan lingkungan yang lebih masif.
Dadan menilai, lemahnya pengawasan dan tindakan hukum karena minimnya laporan dari Pemkab Bogor dan masyarakat kepada pihak kepolisian."Pemkab Bogor harusnya proaktif berkoordinasi dengan kepolisian. Kalau ada laporan, sudah pasti para pelanggar GSS akan diproses sesuai kitab undang-undang hukum pidana. Tinggal masyarakat yang berperan aktif dalam memantau proses tersebut," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor Tb Luthfie Syam pihaknya masih melakukan pendataan dan pengecekan terhadap bangunan yang melanggar GSS oleh Taman Wisata Matahari dan restoran Cimory Riverside. "Pelanggaran GSS itu baik bangun jembatan maupun bangunan wahana lainnya yang dikomerisalkan. Pada tanggal 8 Agustus 2014 lalu, beberapa bangunan di TWM dan Cimory sudah disegel karena melanggar Garis Sepadan Bangunan (GSB)," ungkapnya.
Sebab, keberadaan mereka jelas-jelas menghambat program konservasi air dan merusak lingkungan yang tentunya berdampak negatif terhadap kawasan hulu (Bogor) dan hilir (Jakarta). Sehingga bukan hal yang aneh jika saat musim hujan, selalu saja ada kejadian longsor di kawasan Puncak dan di Jakarta sering terjadi banjir karena meluapnya sungai Ciliwung.
Direktur Ekesekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan menjelaskan, para pelanggar UU Nomor 40/2004 tentang Sumber Daya Air bisa dipidanakan."Para pemilik bangunan semakin semena-mena dalam mendirikan tempat usahanya. Karena dari pemerintah daerah setempat lemah pengawasannya," kata Dadan, Minggu (22/3/2015).
Menurut Dadan, berdasarkan hasil kajian Walhi Jabar disepanjang hulu sungai Ciliwung, tak sedikit bangunan komersial merampas GSS. "Seperti restoran Cimory Riverside dan Taman Wisata Matahari di Puncak bisa berdiri megah sehingga terjadi penyempitan Sungai Ciliwung. Begitupun di hulu sungai Cisadane terjadi akibat adanya PT CS2 Pola Sehat," jelasnya.
Dadan menuturkan, untuk mengembalikan fungsi aliran di hulu sungai Ciliwung dan Cisadane dibutuhkan keseriusan dan konsistensi aparat Pemkab dan Polres Bogor menegakkan aturan. Jika ada ketegasan dari aparat setempat, maka para pemilik bangunan akan taat sehingga tidak terjadinya praktik perampasan aliran sungai.
"Aparat kepolisian harus ikut berperan. Secara tidak langsung, pelanggar GSS telah melanggar UU No 7/2004. Artinya, kegiatan mereka itu jelas terdapat unsur pidana," tegasnya. Karena, kata dia, apabila penegakan aturan tidak konsisten, maka akan terjadi pengulangan pelanggaran dan berdampak kepada kerusakan lingkungan yang lebih masif.
Dadan menilai, lemahnya pengawasan dan tindakan hukum karena minimnya laporan dari Pemkab Bogor dan masyarakat kepada pihak kepolisian."Pemkab Bogor harusnya proaktif berkoordinasi dengan kepolisian. Kalau ada laporan, sudah pasti para pelanggar GSS akan diproses sesuai kitab undang-undang hukum pidana. Tinggal masyarakat yang berperan aktif dalam memantau proses tersebut," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor Tb Luthfie Syam pihaknya masih melakukan pendataan dan pengecekan terhadap bangunan yang melanggar GSS oleh Taman Wisata Matahari dan restoran Cimory Riverside. "Pelanggaran GSS itu baik bangun jembatan maupun bangunan wahana lainnya yang dikomerisalkan. Pada tanggal 8 Agustus 2014 lalu, beberapa bangunan di TWM dan Cimory sudah disegel karena melanggar Garis Sepadan Bangunan (GSB)," ungkapnya.
(whb)