Cegah Radikalisme, Mata Kuliah Agama Wajib Dipertahankan
A
A
A
DEPOK - Ancaman penyebaran paham radikalisme di kampus dapat dicegah secara efektif oleh civitas akademika kampus itu sendiri. Salah satunya dengan tetap menerapkan pelaksanaan mata kuliah agama kepada mahasiswa.
Dosen Agama Islam Universitas Indonesia (UI) Abdi Kurnia mengatakan potensi mahasiswa terlibat atau menjadi anggota kelompok radikalisme dan ISIS begitu besar. Namun pihak kampus selama ini gamang mempertahankan mata kuliah agama di dalam kurikulum.
"Mata kuliah agama itu pintu masuk efektif bendung radikalisme pemikiran, situasi ini dimanfaatkan oknum radikal di kampus," tuturnya di Depok, Senin 29 Desember 2014.
Dia menambahkan, setiap kampus harus mampu melakukan proteksi dan membatasi kegiatan yang mencurigakan.
"Selama ini di UI tak dilakukan monitoring level jurusan departemen universitas, belum dilakukan (secara) massif, belum ada kerangka berpikir. Kalau tak disikapi, saya khawatir ini hanya masalah yang akut," tuturnya.
Dia menjelaskan, bahaya ISIS dan radikalisme dapat merusak kohesi dan keutuhan sosial. Paham ini tentu merugikan negara dan anti pemerintah.
"Ini sikap antinegara merugikan negara dan nasionalisme. Artinya kalau kami lihat respon pemerintah saat ini, yang dilakukan kelompok radikal menjadi ancaman serius bagi kita, belum pernah ada sepanjang rezim Indonesia sekelompok orang terang-terangan berani hadapi lembaga-lembaga negara," paparnya.
Seharusnya, kata dia, institusi negara harus dihormati dan dihargai, tetapi ini justru berani mengancamnya. Wibawa negara sudah runtuh, artinya kalau pelindungnya saja sudah diserang.
"Kita tak pernah bisa tegas seperti Malaysia. Menkominfo punya kewenangan lakukan itu," tegasnya.
Dosen Agama Islam Universitas Indonesia (UI) Abdi Kurnia mengatakan potensi mahasiswa terlibat atau menjadi anggota kelompok radikalisme dan ISIS begitu besar. Namun pihak kampus selama ini gamang mempertahankan mata kuliah agama di dalam kurikulum.
"Mata kuliah agama itu pintu masuk efektif bendung radikalisme pemikiran, situasi ini dimanfaatkan oknum radikal di kampus," tuturnya di Depok, Senin 29 Desember 2014.
Dia menambahkan, setiap kampus harus mampu melakukan proteksi dan membatasi kegiatan yang mencurigakan.
"Selama ini di UI tak dilakukan monitoring level jurusan departemen universitas, belum dilakukan (secara) massif, belum ada kerangka berpikir. Kalau tak disikapi, saya khawatir ini hanya masalah yang akut," tuturnya.
Dia menjelaskan, bahaya ISIS dan radikalisme dapat merusak kohesi dan keutuhan sosial. Paham ini tentu merugikan negara dan anti pemerintah.
"Ini sikap antinegara merugikan negara dan nasionalisme. Artinya kalau kami lihat respon pemerintah saat ini, yang dilakukan kelompok radikal menjadi ancaman serius bagi kita, belum pernah ada sepanjang rezim Indonesia sekelompok orang terang-terangan berani hadapi lembaga-lembaga negara," paparnya.
Seharusnya, kata dia, institusi negara harus dihormati dan dihargai, tetapi ini justru berani mengancamnya. Wibawa negara sudah runtuh, artinya kalau pelindungnya saja sudah diserang.
"Kita tak pernah bisa tegas seperti Malaysia. Menkominfo punya kewenangan lakukan itu," tegasnya.
(mhd)