Pemerintah Lalai, Korban Miras Oplosan Terus Berjatuhan
A
A
A
JAKARTA - Tewasnya tiga warga Condet, Jatim karena menenggak miras oplosan ditengarai akibat kurangnya pengawasan pemerintah.
"Pendisiplinan sosial dari pemerintah minim. Menunggu adanya korban jiwa baru mulai bergerak. Seharusnya upaya tersebut harus terus dilakukan," kata Devie Rachmawati pengamat sosial dari UI saat dihubungi Sindonews, Minggu (7/12/2014).
Pemerintah juga harus bisa bekerja sama dengan warga dalam hal ini RT RW sebab dari merekalah informasi bisa di dapat.
"Pemerintah dalam hal ini Kemenkes, polisi dan BPOM bekerjasama dengan warga karena mereka yang tahu persis pemetaan daerah masing-masing. Misalkan ada lahan kosong yang digunakan untuk bisnis haram tersebut, warga sudah bisa memberitahukan," jelas Devie.
Hal ini bertolak belakang dengan pelaku bisnis itu,lanjut Devie, mereka selalu mencari peluang dan pembeli yang potensial. Sasaran mereka yakni masyarakat yang tingkat pendidikannya kurang, ekonomi lemah dan juga memiliki tingkat stres yang tinggi.
Jika dibanding dengan luar negeri yang melegalkan minuman beralkohol, Indonesia sangat jauh sekali dalam hal pengawasan.
"Di luar negeri, untuk membeli minuman beralkohol itu ketat. Tidak dijual bebas di warung, umur tidak boleh di bawah 21 tahun. Di negara kita beli bahan kimia saja bisa dengan mudah dilakukan," tutup Devie.
Saat ini kasus tewasnya tiga orang warga akibat miras Cherrybelle masih dalam penyelidikan polisi. Polisi kesulitan karena. Pemilik warung sudah kabur terlebih dahulu.
"Pendisiplinan sosial dari pemerintah minim. Menunggu adanya korban jiwa baru mulai bergerak. Seharusnya upaya tersebut harus terus dilakukan," kata Devie Rachmawati pengamat sosial dari UI saat dihubungi Sindonews, Minggu (7/12/2014).
Pemerintah juga harus bisa bekerja sama dengan warga dalam hal ini RT RW sebab dari merekalah informasi bisa di dapat.
"Pemerintah dalam hal ini Kemenkes, polisi dan BPOM bekerjasama dengan warga karena mereka yang tahu persis pemetaan daerah masing-masing. Misalkan ada lahan kosong yang digunakan untuk bisnis haram tersebut, warga sudah bisa memberitahukan," jelas Devie.
Hal ini bertolak belakang dengan pelaku bisnis itu,lanjut Devie, mereka selalu mencari peluang dan pembeli yang potensial. Sasaran mereka yakni masyarakat yang tingkat pendidikannya kurang, ekonomi lemah dan juga memiliki tingkat stres yang tinggi.
Jika dibanding dengan luar negeri yang melegalkan minuman beralkohol, Indonesia sangat jauh sekali dalam hal pengawasan.
"Di luar negeri, untuk membeli minuman beralkohol itu ketat. Tidak dijual bebas di warung, umur tidak boleh di bawah 21 tahun. Di negara kita beli bahan kimia saja bisa dengan mudah dilakukan," tutup Devie.
Saat ini kasus tewasnya tiga orang warga akibat miras Cherrybelle masih dalam penyelidikan polisi. Polisi kesulitan karena. Pemilik warung sudah kabur terlebih dahulu.
(ysw)