Assyifa Minta Dibebaskan dari Hukuman Seumur Hidup
A
A
A
JAKARTA - Assyifa Ramadhani terdakwa penmbunuh Ade sara Angelina Suroto meminta kepada majelis hakim untuk menghapuskan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang hukuman seumur hidup.
Permintaan ini disampaikan Assyifa melalui kuasa hukumnya Syafri Noor.
Menurut Noor, kliennya itu masih berusia 18 tahun lebih empat bulan. Sehingga, perbuatan yang dilakukannya bersama Hafitd yang mengakibatkan Ade Sara meninggal tidak didasarkan pada logika yang baik.
"Didasarkan pada kadar pemikirannya sebagai seorang anak. Perbuatan itu dilakukan tidak menggunakan nalar yang baik. Sedangkan segala sesuatu itu harus didasarkan dengan nalar yang baik. Menurut asas hukum, terdakwa tidak boleh menerima hukuman secara sewenang-wenang tanpa perbuatan setimpal yang dilakukannya," ujar Noor di PN Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2014).
Sejak awal, lanjut Noor, berdasarkan fakta persidangan, Assyifa tidak memiliki rencana dan niatan melakukan pembunuhan sebagai mana tuntutan Jaksa.
Bahkan, dalam persidangan, tidak terdapat saksi yang mendengar, mengalami, dan melihat langsung kalau terdakwa melakukan pembunuhan dengan sengaja pada korban.
"Meskipun Hafitd menjadi saksi, secara objektif, tidak boleh menerima kesaksian Hafitd terkecuali bersesuaian dengan keterangan Assyifa dan bukti-bukti yang ada," ujarnya.
Noor juga menilai, terdapat kekeliruan persepsi dari penyidik kepolisian dan JPU.
Assyifa bersama Hafitd memang melakukan skenario menjemput Ade Sara dan berpura-pura bertengkar. Tapi, hal itu didasarkan atas ide Hafitd untuk menculik Ade Sara.
"Analisa tentang penyetruman pun keliru. Penyetruman itu berdasarkan permintaan Hafitd," ujarnya.
Noor menerangkan, berdasarkan hasil visum, tidak adanya tanda pemukulan sepatu yang juga mengakibatkan korban meninggal.
Jadi, itu tidak dapat dijadikan sebagai alasan hukum oleh pihak JPU.
"Penyumpalan pun berdasarkan permintaan Hafitd dan menyumpal tujuannya agar korban tidak berteriak. Hafitd pun tidak menyangkal, saat mobil berjalan, Ade Sara teriak-teriak. Hafitd lalu menyumpal mulut korban dengan tisu dan koran," terangnya.
Noor menyatakan, simpulan jaksa tentang semua perbuatan itu dilakukan agar korban cepat meninggal pun keliru.
Sebab, semua perbuatan itu, dilakukan dalam rangka memberikan pelajaran dan tidak ada niatan untuk membunuh dengan cara apa pun.
"Maka itu, kami meminta untuk membebaskan terdakwa Assyifa dari sanksi hukuman seumur hidup. Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan dibebaskan dari tuntuan" pintanya.
Permintaan ini disampaikan Assyifa melalui kuasa hukumnya Syafri Noor.
Menurut Noor, kliennya itu masih berusia 18 tahun lebih empat bulan. Sehingga, perbuatan yang dilakukannya bersama Hafitd yang mengakibatkan Ade Sara meninggal tidak didasarkan pada logika yang baik.
"Didasarkan pada kadar pemikirannya sebagai seorang anak. Perbuatan itu dilakukan tidak menggunakan nalar yang baik. Sedangkan segala sesuatu itu harus didasarkan dengan nalar yang baik. Menurut asas hukum, terdakwa tidak boleh menerima hukuman secara sewenang-wenang tanpa perbuatan setimpal yang dilakukannya," ujar Noor di PN Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2014).
Sejak awal, lanjut Noor, berdasarkan fakta persidangan, Assyifa tidak memiliki rencana dan niatan melakukan pembunuhan sebagai mana tuntutan Jaksa.
Bahkan, dalam persidangan, tidak terdapat saksi yang mendengar, mengalami, dan melihat langsung kalau terdakwa melakukan pembunuhan dengan sengaja pada korban.
"Meskipun Hafitd menjadi saksi, secara objektif, tidak boleh menerima kesaksian Hafitd terkecuali bersesuaian dengan keterangan Assyifa dan bukti-bukti yang ada," ujarnya.
Noor juga menilai, terdapat kekeliruan persepsi dari penyidik kepolisian dan JPU.
Assyifa bersama Hafitd memang melakukan skenario menjemput Ade Sara dan berpura-pura bertengkar. Tapi, hal itu didasarkan atas ide Hafitd untuk menculik Ade Sara.
"Analisa tentang penyetruman pun keliru. Penyetruman itu berdasarkan permintaan Hafitd," ujarnya.
Noor menerangkan, berdasarkan hasil visum, tidak adanya tanda pemukulan sepatu yang juga mengakibatkan korban meninggal.
Jadi, itu tidak dapat dijadikan sebagai alasan hukum oleh pihak JPU.
"Penyumpalan pun berdasarkan permintaan Hafitd dan menyumpal tujuannya agar korban tidak berteriak. Hafitd pun tidak menyangkal, saat mobil berjalan, Ade Sara teriak-teriak. Hafitd lalu menyumpal mulut korban dengan tisu dan koran," terangnya.
Noor menyatakan, simpulan jaksa tentang semua perbuatan itu dilakukan agar korban cepat meninggal pun keliru.
Sebab, semua perbuatan itu, dilakukan dalam rangka memberikan pelajaran dan tidak ada niatan untuk membunuh dengan cara apa pun.
"Maka itu, kami meminta untuk membebaskan terdakwa Assyifa dari sanksi hukuman seumur hidup. Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan dibebaskan dari tuntuan" pintanya.
(whb)