Tersangka Korupsi Puskesmas Kramat Jati Ditahan
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menahan rekanan kontraktor yang diduga melakukan tindak pidana korupsi proyek pekerjaan pengembangan puskesmas rawat inap selain rawat bersalin (RB) di Kecamatan Kramat Jati Tahun Anggaran 2010/2012.
"Tersangka Nimrod Esau Sihombing kami tahan mulai hari ini sampai 25 November mendatang untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ungkap Asep Sontani, Kasie Intel Kejaksaan Negeri Jakarta Timur kepada wartawan di kantornya, Kamis (6/11/2014).
Asep menjelaskan, pada tahun 2010 Sudin Kesehatan Jakarta Timur mendapatkan alokasi anggaran belanja untuk program peningkatan sarana dan prasarana puskesmas. Di antaranya kegiatan pengembangan puskesmas rawat inap selain rumah bersalin sebesar Rp3,6 miliar.
Dalam pelaksanaannya yang dimulai dari 25 Oktober-17 Desember 2010 seharusnya dilakukan oleh PT Dirga Sena dengan direktur Raya Nainggolan.
Ternyata dalam praktiknya pekerjaan tersebut dilakukan oleh Nimrod dan sampai dengan batas waktu pekerjaan tersebut tidak dapat terselesaikan oleh PT Dirga Sena selaku penyedia barang.
"Proyek itu hanya dikerjakan 60,8% dan dibayarkan sebesar Rp2,1 miliar," jelas Asep.
Proyek itu, lanjut Asep, kembali dianggarkan Sudin Kesehatan Jakarta Timur pada tahun 2012 sekira Rp3,3 miliar dengan nama kegiatan lanjutan pembangunan puskesmas rawat inap.
"Proyek itu kembali dilaksanakan oleh Nimrod dengan perusahaannya bernama PT Sung Nichon Technologi," terangnya.
Asep menuturkan, hasil pemeriksaan BPK tahun 2011 terdapat temuan dalam kegiatan pengembangan Puskesmas Kramat Jati tahun 2010, di antaranya jaminan tidak dicairkan dan terdapat kelebihan pembayaran kepada PT Dirga Sena.
Indikasi korupsi mulai terlihat saat dilakukan pemeriksaan fisik oleh ahli yang disaksikan oleh konsultan pengawas PPK dan KPA diperoleh volume pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi.
"Terdapat item yang tidak sesuai spesifikasi maupun volumenya sebagaimana dalam kontrak di antaranya pekerjaan fondasi/struktur beton bertulang dan rangka atap. Berdasarkan perhitungan sementara terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp710 juta," tuturnya.
Sementara itu, kata Asep, berdasarkan perhitungan versi BPKP kerugian negara mencapai Rp1,5 miliar.
"Tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar," katanya.
"Tersangka Nimrod Esau Sihombing kami tahan mulai hari ini sampai 25 November mendatang untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ungkap Asep Sontani, Kasie Intel Kejaksaan Negeri Jakarta Timur kepada wartawan di kantornya, Kamis (6/11/2014).
Asep menjelaskan, pada tahun 2010 Sudin Kesehatan Jakarta Timur mendapatkan alokasi anggaran belanja untuk program peningkatan sarana dan prasarana puskesmas. Di antaranya kegiatan pengembangan puskesmas rawat inap selain rumah bersalin sebesar Rp3,6 miliar.
Dalam pelaksanaannya yang dimulai dari 25 Oktober-17 Desember 2010 seharusnya dilakukan oleh PT Dirga Sena dengan direktur Raya Nainggolan.
Ternyata dalam praktiknya pekerjaan tersebut dilakukan oleh Nimrod dan sampai dengan batas waktu pekerjaan tersebut tidak dapat terselesaikan oleh PT Dirga Sena selaku penyedia barang.
"Proyek itu hanya dikerjakan 60,8% dan dibayarkan sebesar Rp2,1 miliar," jelas Asep.
Proyek itu, lanjut Asep, kembali dianggarkan Sudin Kesehatan Jakarta Timur pada tahun 2012 sekira Rp3,3 miliar dengan nama kegiatan lanjutan pembangunan puskesmas rawat inap.
"Proyek itu kembali dilaksanakan oleh Nimrod dengan perusahaannya bernama PT Sung Nichon Technologi," terangnya.
Asep menuturkan, hasil pemeriksaan BPK tahun 2011 terdapat temuan dalam kegiatan pengembangan Puskesmas Kramat Jati tahun 2010, di antaranya jaminan tidak dicairkan dan terdapat kelebihan pembayaran kepada PT Dirga Sena.
Indikasi korupsi mulai terlihat saat dilakukan pemeriksaan fisik oleh ahli yang disaksikan oleh konsultan pengawas PPK dan KPA diperoleh volume pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi.
"Terdapat item yang tidak sesuai spesifikasi maupun volumenya sebagaimana dalam kontrak di antaranya pekerjaan fondasi/struktur beton bertulang dan rangka atap. Berdasarkan perhitungan sementara terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp710 juta," tuturnya.
Sementara itu, kata Asep, berdasarkan perhitungan versi BPKP kerugian negara mencapai Rp1,5 miliar.
"Tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar," katanya.
(whb)