Pekerja Proyek di TIM Belum Terdaftar BPJS
A
A
A
JAKARTA - Seluruh pekerja pembangunan gedung arsip dan jembatan penghubung di kawasan TIM tidak dilindungi oleh BPJS. Karena, PT Sartonia hanya mendaftarkan 10 orang karyawan kantornya yang bertugas dalam bidang administrasi.
Kepala Kantor Cabang (Kakacab) BPJS TK Salemba Muhammad Akip mengatakan, sedangkan para pekerja proyek di TIM tidak ada yang terdaftar. Tambahnya, pengerjaan pembangunan gedung delapan lantai tersebut juga belum terdaftar.
"Perusahaan pelaksana proyek harus menanggung sendiri semua biaya santunan para tenaga kerja yang menjadi korban," kata Akip di Jakarta, Jumat 31 Oktober 2014.
Menurut Akip, sesuai ketentuan yang berlaku, jika tenaga kerja meninggal dalam kasus kecelakaan kerja maka berhak mendapatkan 48 kali gaji. Jika dihitung UMP DKI sebesar Rp2,45 juta, maka ahli waris berhak mendapatkan Rp120 juta. Jika tenaga kerja mengalami cacat tetap maka berhak mendaptkan lebih besar yakni 56 bulan upah atau gaji atau Rp134,4 juta.
Apabila sakit maka berhak membiayai perawatan rumah sakit dan tetap menggaji selama perawatan sesuai ketentuan berlaku sampai kembali bekerja.
"Apabila tidak terdaftar (BPJS TK) maka sesuai ketentuan Undang Undang sepenuhnya harus ditanggung oleh perusahaan pemberi kerja," ujarnya.
Jika pemberi kerja tidak memenuhinya, maka ahli waris atau tenaga kerja yang cacat atau menjadi korban kecelakaan kerja berhak menggugat bosnya. Menurut Akip, apabila pemberi kerja tidak memenuhi hak tersebut maka terancam sanksi pidana penjara paling lama delapan tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Dikatakan, ketentuan-ketentuan tersebut diatur dalam sejumlah peraturan, antaralian UU No 14 Tahun 1993 Tentang Jamsostek, UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, serta UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.
Kepala Kantor Cabang (Kakacab) BPJS TK Salemba Muhammad Akip mengatakan, sedangkan para pekerja proyek di TIM tidak ada yang terdaftar. Tambahnya, pengerjaan pembangunan gedung delapan lantai tersebut juga belum terdaftar.
"Perusahaan pelaksana proyek harus menanggung sendiri semua biaya santunan para tenaga kerja yang menjadi korban," kata Akip di Jakarta, Jumat 31 Oktober 2014.
Menurut Akip, sesuai ketentuan yang berlaku, jika tenaga kerja meninggal dalam kasus kecelakaan kerja maka berhak mendapatkan 48 kali gaji. Jika dihitung UMP DKI sebesar Rp2,45 juta, maka ahli waris berhak mendapatkan Rp120 juta. Jika tenaga kerja mengalami cacat tetap maka berhak mendaptkan lebih besar yakni 56 bulan upah atau gaji atau Rp134,4 juta.
Apabila sakit maka berhak membiayai perawatan rumah sakit dan tetap menggaji selama perawatan sesuai ketentuan berlaku sampai kembali bekerja.
"Apabila tidak terdaftar (BPJS TK) maka sesuai ketentuan Undang Undang sepenuhnya harus ditanggung oleh perusahaan pemberi kerja," ujarnya.
Jika pemberi kerja tidak memenuhinya, maka ahli waris atau tenaga kerja yang cacat atau menjadi korban kecelakaan kerja berhak menggugat bosnya. Menurut Akip, apabila pemberi kerja tidak memenuhi hak tersebut maka terancam sanksi pidana penjara paling lama delapan tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Dikatakan, ketentuan-ketentuan tersebut diatur dalam sejumlah peraturan, antaralian UU No 14 Tahun 1993 Tentang Jamsostek, UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, serta UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.
(mhd)