Polemik Kursi Kosong Gubernur DKI Jakarta

Selasa, 21 Oktober 2014 - 02:15 WIB
Polemik Kursi Kosong Gubernur DKI Jakarta
Polemik Kursi Kosong Gubernur DKI Jakarta
A A A
JAKARTA - DPRD DKI Jakarta, Pelaksana Tugas (plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berbeda pendapat soal kosongnya kursi Gubernur DKI Jakarta.

Perbedaan itu terkait lahirnya Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1/2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Dody Riatmadji mengungkapkan, Perppu nomor 1/2014 tidak bisa serta merta dijadikan landasan hukum untuk membahas kepemimpinan DKI Jakarta, karena harus ada regulasi operasional yakni berbentuk peraturan pemerintah (PP).

Sementara PP itu merujuk ke UU. Perppu itu belum menjadi UU. Kalau nanti dibahas di DPR dan disetujui, perlu pembahasan suksesi kepimpinan Pemprov DKI Jakarta.

Kalau tidak, dibutuhkan undang-undang baru yang mengatur soal pemilihan kepala daerah (Pilkada). "Tunggu aturan hukum yang bisa mengatur soal itu," ujar Dody di Jakarta, Senin 20 Oktober 2014.

Pernyataan Kapuspen itu terkait dengan pandangan dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik, bahwa kepemimpinan Pemprov DKI Jakarta menggunakan landasan Perppu nomor 1/2014 pasal 174 yang menyebutkan, gubernur yang mangkat tidak serta merta digantikan oleh wakilnya.

Penggantinya dapat dipilih oleh DPRD, jika sisa masa jabatannya di atas 18 bulan. DPRD mencalonkan dua nama. "Jadi Ahok jangan jumawa dulu untuk bisa jadi Gubernur. Dia hanya bisa Plt saja," sebutnya.

Penggunaan landasan hukum itu, karena UU nomor 29/2007 tentang DKI tidak mengatur tentang gubernur dan wakil gubernur yang berhenti dan mekanisme pemilihan kepala daerah pengganti jika jabatan itu ditinggalkan di tengah jalan.

Sementara UU nomor 32/2004 tentang pemerintah daerah sudah tidak berlaku lagi, karena lahirnya UU nomor 23/2014 tentang pemerintah daerah. UU ini juga gugur setelah lahirnya Perppu nomor 1/2014.
"Pembahasan soal kepemimpinan Jakarta sangat rumit," ungkapnya.

Sedangkan untuk Wakil Gubernur nantinya dipilih dan diangkat oleh gubernur. Maka nantinya bisa saja jabatan Ahok bisa terhenti ketika ada pembahasan gubernur baru.

"Bisa saja gubernur baru itu tidak memilih Ahok sebagai wakilnya," sebut Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta itu.

Dalam waktu dekat, kata Taufik, sejumlah fraksi di DPRD akan membahas soal mekanisme penangkatan gubernur yang akan melanjutkan periode 2012-2017.

Di tempat lain, Basuki Tjahaja Purnama menuturkan, jika DPRD selama sebulan tidak juga mengusulkan namanya untuk dilantik sebagai gubernur denitif, maka dirinya dilantik oleh presiden melalui Mendagri.

Jika tidak juga ditetapkan juga pengusulan namanya untuk diusulkan sebagai gubernur, Ahok mengaku tidak akan menjadi masalah. Tugasnya sebagai Plt sama dengan gubernur defenitif, karena itu disebutkan di dalam SK ketetapan Plt Gubernur dirinya.

Dengan demikian apapun program Pemprov DKI Jakarta diklaimnya tidak akan terganggu. Semisalnya menetapkan APBD dan membuat kebijakan strategis lainnya.

"Kalau saya tidak dilantik jadi gubernur definitif sampai 2017, maka jabatan saya tidak dihitung satu periode untuk gubenrur. Jadi masih ada kesempatan lagi untuk maju sebagai calon gubernur," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4393 seconds (0.1#10.140)