Ini Kata Orang Jepang Soal Tol di Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan transportasi massal di seluruh kota di dunia harus disertai pembangunan jalan tol.
Hal ini diungkapkan Director Technical Consulting Departement Professional Enginer, Japan Mitsonobu Ogihara.
Mitsonobu Ogihara menuturkan, di Tokyo pembangunan transportasi massal selalu disertai dengan pembangunan jalan tol.
Dua infrastruktur itu memiliki fungsi saling menopang sama lain. Lalu lintas orang dan barang tidak semuanya dapat dilancarkan angkutan massal berbasis rel.
Apalagi Tokyo memiliki pengalaman selama 100 tahun membangunan sistem transportasi massal berbasis rel.
Semua itu dilakukan sejalan dengan pembangunan jalan arteri dan jalan layang di tengah kota.
"Tidak ada kota di dunia yang mengandalkan mobilitas warga hanya dengan transportasi massal tanpa menyediakan rasio jalan yang mencukupi," ujar Mitsonobu Ogihara di Balai Kota, Kamis 2 September kemarin .
Dari datanya 75% atau sekitar 301,3 kilometer jalan tol di Tokyo memiliki konstruksi layang.
Semua itu dibangun di atas sungai dan kanal serta melewati gedung-gedung tinggi di tengah kota.
Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi Sutanto Soehodho menambahkan, dibandingkan London dan Paris, Tokyo lebih tepat sebagai contoh untuk membangun jalan tol layang di Jakarta.
Ibu Kota ini perkembangannya cenderung seperti Tokyo. Harga tanah di Negeri Matahari terbit itu sangat mahal.
Kalau membangun jalan di bawah memerlukan dana investasi cukup tinggi. Mengantisipasi sulitnya mencari lahan itu, Jepang memilih jalur layang atau bawah tanah.
Sebagaimana diketahui, pembangunan enam ruas jalan tol terdiri atas ruas Semanan-Sunter sepanjang 20,23 kilometer (km), Sunter-Pulo Gebang sepanjang 9,44 km, Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 km, Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,70 km, Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,60 km, dan Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,15 km.
Pembangunannya akan dimulai di dua ruas, Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang. Total investasi pembangunan jalan tol tersebut adalah sebesar kurang lebih Rp41,17 triliun.
Hal ini diungkapkan Director Technical Consulting Departement Professional Enginer, Japan Mitsonobu Ogihara.
Mitsonobu Ogihara menuturkan, di Tokyo pembangunan transportasi massal selalu disertai dengan pembangunan jalan tol.
Dua infrastruktur itu memiliki fungsi saling menopang sama lain. Lalu lintas orang dan barang tidak semuanya dapat dilancarkan angkutan massal berbasis rel.
Apalagi Tokyo memiliki pengalaman selama 100 tahun membangunan sistem transportasi massal berbasis rel.
Semua itu dilakukan sejalan dengan pembangunan jalan arteri dan jalan layang di tengah kota.
"Tidak ada kota di dunia yang mengandalkan mobilitas warga hanya dengan transportasi massal tanpa menyediakan rasio jalan yang mencukupi," ujar Mitsonobu Ogihara di Balai Kota, Kamis 2 September kemarin .
Dari datanya 75% atau sekitar 301,3 kilometer jalan tol di Tokyo memiliki konstruksi layang.
Semua itu dibangun di atas sungai dan kanal serta melewati gedung-gedung tinggi di tengah kota.
Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi Sutanto Soehodho menambahkan, dibandingkan London dan Paris, Tokyo lebih tepat sebagai contoh untuk membangun jalan tol layang di Jakarta.
Ibu Kota ini perkembangannya cenderung seperti Tokyo. Harga tanah di Negeri Matahari terbit itu sangat mahal.
Kalau membangun jalan di bawah memerlukan dana investasi cukup tinggi. Mengantisipasi sulitnya mencari lahan itu, Jepang memilih jalur layang atau bawah tanah.
Sebagaimana diketahui, pembangunan enam ruas jalan tol terdiri atas ruas Semanan-Sunter sepanjang 20,23 kilometer (km), Sunter-Pulo Gebang sepanjang 9,44 km, Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 12,65 km, Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,70 km, Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,60 km, dan Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,15 km.
Pembangunannya akan dimulai di dua ruas, Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang. Total investasi pembangunan jalan tol tersebut adalah sebesar kurang lebih Rp41,17 triliun.
(whb)