Parkir Liar Berpotensi Rugikan Pemkot Depok
A
A
A
DEPOK - Ratusan lokasi parkir liar di Kota Depok berpotensi merugikan kas daerah.
Sebab pengelola parkir tidak memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah (pemda).
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok Gandara Budiana mengatakan, kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Ratusan parkir liar itu hanya dibiarkan oleh dinas terkait, kendati mengetahui parkir liar berpotensi merugikan daerah.
"Belum pernah ada penertiban. Kalau dulu memang ada juru parkir binaan, tapi sekarang sudah tidak ada," katanya di Kota Depok, Kamis (2/10/2014).
Dia mengaku mengetahui lokasi parkir liar tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Alasannya, lokasi itu bukan kewenangannya.
"Kami hanya menangani (mengelola) tempat parkir yang merupakan aset (pemerintah daerah), bentuknya adalah retribusi. Kalau non aset itu kewenangan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) dalam bentuk pajak," ungkapnya.
Gandara mengaku tidak mengetahui secara persis apakah parkir liar di sepanjang Jalan Margonda legal atau tidak. Yang jelas, pihaknya hanya mengelola parkir di area aset pemerintah daerah.
"Di luar aset, berarti ada di DPPKA kewenangannya," tegasnya.
Kepala Bidang Pengendalian Operasi Dinas Perhubungan Kota Depok, Yusmanto menuturkan, parkir liar lainnya ada di Jalan Proklamasi, tepatnya di Balai Rakyat Sukmajaya, Depok yang bersebelahan dengan Kantor Samsat Depok.
"Untuk di lokasi itu kami sulit melakukan pengalihan untuk kami kelola. Karena ada keberatan bahwa aset itu adalah milik pemprov. Sedangkan kami hanya mengelola area parkir di lokasi milik aset pemkot," katanya.
Padahal, kata dia, pengelola memungut bayaran dari tiap pengendara yang parkir. Parkir liar biasanya dikelola oleh juru parkir ilegal dan mematok harga di atas ketentuan resmi.
Untuk motor saja misalnya, dipatok Rp3.000. Tarif parkir liar bervariasi antara Rp2.000- 3.000 bergantung letak lokasinya.
Misalnya di kawasan Jalan Margonda, hampir semua titik parkir liar mematok harga Rp3.000. Titik-titiknya antara lain di samping pusat perbelanjaan Depok Town Square (Detos), dekat Stasiun Pondok Cina hingga Detos. Di kawasan Jalan Proklamasi, tarif parkir liar dipatok Rp2.000.
"Parkirnya lebih mahal dari peraturan daerah yang ditetapkan. Dalam perda saja hanya dipatok Rp 2.000 untuk satu jam pertama, ini kok parkir liar malah lebih mahal," kata Junior, salah satu pengendara motor yang parkir di belakang Detos.
Pemerintah Daerah Kota Depok mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No 43 tahun 2013. Dengan adanya perda itu maka per 1 Januari 2014, tarif parkir mengalami penyesuaian.
Dalam perda itu dijelaskan tarif parkir kendaraan roda dua untuk satu jam pertama ditetapkan Rp 2.000. Semula tarifnya hanya Rp 1.000 untuk satu jam pertama.
Namun para pengelola parkir liar justru mematok harga Rp 1.000 lebih tinggi dari ketentuan resmi. Potensi pemasukan pendapatan daerah dari sektor ini sangat besar.
Namun sayangnya tidak dikelola dengan baik sehingga semangat peningkatan daerah dari sektor pajak parkir tidak maksimal.
Sebab pengelola parkir tidak memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah (pemda).
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok Gandara Budiana mengatakan, kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Ratusan parkir liar itu hanya dibiarkan oleh dinas terkait, kendati mengetahui parkir liar berpotensi merugikan daerah.
"Belum pernah ada penertiban. Kalau dulu memang ada juru parkir binaan, tapi sekarang sudah tidak ada," katanya di Kota Depok, Kamis (2/10/2014).
Dia mengaku mengetahui lokasi parkir liar tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Alasannya, lokasi itu bukan kewenangannya.
"Kami hanya menangani (mengelola) tempat parkir yang merupakan aset (pemerintah daerah), bentuknya adalah retribusi. Kalau non aset itu kewenangan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) dalam bentuk pajak," ungkapnya.
Gandara mengaku tidak mengetahui secara persis apakah parkir liar di sepanjang Jalan Margonda legal atau tidak. Yang jelas, pihaknya hanya mengelola parkir di area aset pemerintah daerah.
"Di luar aset, berarti ada di DPPKA kewenangannya," tegasnya.
Kepala Bidang Pengendalian Operasi Dinas Perhubungan Kota Depok, Yusmanto menuturkan, parkir liar lainnya ada di Jalan Proklamasi, tepatnya di Balai Rakyat Sukmajaya, Depok yang bersebelahan dengan Kantor Samsat Depok.
"Untuk di lokasi itu kami sulit melakukan pengalihan untuk kami kelola. Karena ada keberatan bahwa aset itu adalah milik pemprov. Sedangkan kami hanya mengelola area parkir di lokasi milik aset pemkot," katanya.
Padahal, kata dia, pengelola memungut bayaran dari tiap pengendara yang parkir. Parkir liar biasanya dikelola oleh juru parkir ilegal dan mematok harga di atas ketentuan resmi.
Untuk motor saja misalnya, dipatok Rp3.000. Tarif parkir liar bervariasi antara Rp2.000- 3.000 bergantung letak lokasinya.
Misalnya di kawasan Jalan Margonda, hampir semua titik parkir liar mematok harga Rp3.000. Titik-titiknya antara lain di samping pusat perbelanjaan Depok Town Square (Detos), dekat Stasiun Pondok Cina hingga Detos. Di kawasan Jalan Proklamasi, tarif parkir liar dipatok Rp2.000.
"Parkirnya lebih mahal dari peraturan daerah yang ditetapkan. Dalam perda saja hanya dipatok Rp 2.000 untuk satu jam pertama, ini kok parkir liar malah lebih mahal," kata Junior, salah satu pengendara motor yang parkir di belakang Detos.
Pemerintah Daerah Kota Depok mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No 43 tahun 2013. Dengan adanya perda itu maka per 1 Januari 2014, tarif parkir mengalami penyesuaian.
Dalam perda itu dijelaskan tarif parkir kendaraan roda dua untuk satu jam pertama ditetapkan Rp 2.000. Semula tarifnya hanya Rp 1.000 untuk satu jam pertama.
Namun para pengelola parkir liar justru mematok harga Rp 1.000 lebih tinggi dari ketentuan resmi. Potensi pemasukan pendapatan daerah dari sektor ini sangat besar.
Namun sayangnya tidak dikelola dengan baik sehingga semangat peningkatan daerah dari sektor pajak parkir tidak maksimal.
(mhd)