Ibu Usia 90 Tahun Digugat Anak Kandung Rp1 M
A
A
A
TANGERANG - Seorang ibu, Hj Fatimah (90), warga Jalan KH Hasyim Asari, Kenanga, Cipondoh, Tangerang digugat anak kandung Rp1 miliar. Gugatan itu dilayangkan anak kandung dan menantunya dalam kasus sengketa tanah.
Janda delapan anak tersebut digugat anak keempatnya, Nurhana dan suaminya Nurhakim. Selain gugatan materil sebesar Rp1 miliar sebagai ganti rugi, Fatimah juga digugat untuk pergi dari lahan yang kini dijadikan tempat tinggalnya.
Berdasarkan keterangan anak bungsu Fatimah, Amas (37), tanah seluas 397 meter persegi yang berlokasi di Kampung Kenanga, ini awalnya milik Nurhakim.
Lalu pada tahun 1987, tanah tersebut dibeli oleh almahrum ayahnya, H Abdurahman senilai Rp10 juta. Dia juga memberikan Rp1 juta untuk Nurhana sebagai warisan.
"Pembayaran tanah itu disaksikan juga oleh kakan-kakak saya. Sertifikat tanahnya sudah dikasih oleh Nurhakim ke bapak. Tapi masih atas nama Nurhakim," terangnya di PN Tangerang, Selasa (23/9/2014).
Menurut Amas, sertifikat tanah tersebut hingga kini belum balik nama. Karena Nurhakim tidak pernah mau untuk melakukan itu.
"Dia enggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertifikat, kan aneh," jelasnya.
Namun beberapa tahun kemudian, setelah Abdurahman meninggal. Nurhakim tiba-tiba menggugat tanah tersebut dengan mengaku tidak pernah dibayar oleh bapak mertuanya.
Awalnya dia meminta Fatimah dan anak-anaknya untuk membayar Rp10 juta, lalu naik menjadi Rp50 juta, Rp100 juta hingga Rp1 miliar.
"Keluarga sudah melakukan mediasi, tapi dia tetap meminta keluarga untuk membayar tanah itu. Ya tidak mungkin bisa, jumlahnya mahal sekali," pungkasnya.
Janda delapan anak tersebut digugat anak keempatnya, Nurhana dan suaminya Nurhakim. Selain gugatan materil sebesar Rp1 miliar sebagai ganti rugi, Fatimah juga digugat untuk pergi dari lahan yang kini dijadikan tempat tinggalnya.
Berdasarkan keterangan anak bungsu Fatimah, Amas (37), tanah seluas 397 meter persegi yang berlokasi di Kampung Kenanga, ini awalnya milik Nurhakim.
Lalu pada tahun 1987, tanah tersebut dibeli oleh almahrum ayahnya, H Abdurahman senilai Rp10 juta. Dia juga memberikan Rp1 juta untuk Nurhana sebagai warisan.
"Pembayaran tanah itu disaksikan juga oleh kakan-kakak saya. Sertifikat tanahnya sudah dikasih oleh Nurhakim ke bapak. Tapi masih atas nama Nurhakim," terangnya di PN Tangerang, Selasa (23/9/2014).
Menurut Amas, sertifikat tanah tersebut hingga kini belum balik nama. Karena Nurhakim tidak pernah mau untuk melakukan itu.
"Dia enggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertifikat, kan aneh," jelasnya.
Namun beberapa tahun kemudian, setelah Abdurahman meninggal. Nurhakim tiba-tiba menggugat tanah tersebut dengan mengaku tidak pernah dibayar oleh bapak mertuanya.
Awalnya dia meminta Fatimah dan anak-anaknya untuk membayar Rp10 juta, lalu naik menjadi Rp50 juta, Rp100 juta hingga Rp1 miliar.
"Keluarga sudah melakukan mediasi, tapi dia tetap meminta keluarga untuk membayar tanah itu. Ya tidak mungkin bisa, jumlahnya mahal sekali," pungkasnya.
(hyk)