Narkoba dan Sajam di Unas Paradoks Dunia Pendidikan
A
A
A
DEPOK - Berbagai upaya penertiban yang dilakukan Universitas Nasional (Unas) pasca temuan narkoba dan senjata tajam di dalam kampus, dipuji banyak pihak. Sebenarnya masyarakat berharap Unas segera melakukan pembersihan kasus tersebut.
Pengamat Sosial dan Budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, langkah penertiban sebenarnya sudah lama ditunggu masyarakat berdasarkan informasi dari pihak internal maupun pihak eksternal kampus.
Devie menilai diperlukan keberanian aparat untuk memberantas kelompok mafia narkoba yang sudah masuk ke dalam kampus Unas. Tentunya selama ini pihak manajemen Unas sudah mengetahui informasi tersebut, tetapi mendapat perlawanan luar biasa dari jaringan di dalamnya baik berupa demonstrasi hingga teror.
"Perlu pendampingan aparat di luar, ini menjadi paradoks bagi dunia pendidikan yang dihancurkan oleh narkoba," tegasnya di Depok, Jumat (15/8/2014).
Devie menegaskan, bisnis haram tersebut tentu beromzet miliaran rupiah dan mengincar remaja serta mahasiswa menjadi 'pasar' atau 'industri' bagi mafia narkoba. Remaja yang masih labil dan galau, kata dia, paling mudah menjadi sasaran empuk.
"Universitas dan sekolah menjadi pasar bagi produsen narkoba, terkadang untuk memberantas ini semua tentu menyulitkan dan membuat pihak kampus ketakutan, karena itu upaya bersih-bersih ini sangat baik dilakukan," katanya.
Devie mengakui, potensi penyebaran narkoba tidak hanya terjadi di kampus Unas, tetapi juga di kampus lainnya. Selain itu, lanjutnya, tak ada perbedaan dalam hal kampus negeri maupun swasta dalam pengawasan bahaya narkoba di dalam kampus.
"Potensi mungkin terjadi di beberapa tempat, kampus dan sekolah, perlu upaya serius manajemen lembaga pendidikan, Unas terbongkar menjadi bahan bagi lembaga pendidikan lainnya untuk mengevaluasi diri. Menurut saya tak ada perbedaan kampus swasta ataupun negeri, karena narkoba ada dimanapun, universitas swasta buruk itu belum tentu," tegasnya.
Unas pun setiap tahun mengalami penurunan jumlah mahasiswa baru setiap pendataran dan membuat kampus tersebut defisit. Devie menegaskan, hal itu terkait erat dengan citra atau image kampus di mata masyarakat.
"Otomatis. Ketika institusi tak aman, maka rakyat tak akan percaya, image dan reputasi mempengaruhi, karena itu kampus harus memiliki alarm atau CCTV 26 jam untuk ikut terjun langsung mengawasi internal kampus," tukasnya.
Pengamat Sosial dan Budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, langkah penertiban sebenarnya sudah lama ditunggu masyarakat berdasarkan informasi dari pihak internal maupun pihak eksternal kampus.
Devie menilai diperlukan keberanian aparat untuk memberantas kelompok mafia narkoba yang sudah masuk ke dalam kampus Unas. Tentunya selama ini pihak manajemen Unas sudah mengetahui informasi tersebut, tetapi mendapat perlawanan luar biasa dari jaringan di dalamnya baik berupa demonstrasi hingga teror.
"Perlu pendampingan aparat di luar, ini menjadi paradoks bagi dunia pendidikan yang dihancurkan oleh narkoba," tegasnya di Depok, Jumat (15/8/2014).
Devie menegaskan, bisnis haram tersebut tentu beromzet miliaran rupiah dan mengincar remaja serta mahasiswa menjadi 'pasar' atau 'industri' bagi mafia narkoba. Remaja yang masih labil dan galau, kata dia, paling mudah menjadi sasaran empuk.
"Universitas dan sekolah menjadi pasar bagi produsen narkoba, terkadang untuk memberantas ini semua tentu menyulitkan dan membuat pihak kampus ketakutan, karena itu upaya bersih-bersih ini sangat baik dilakukan," katanya.
Devie mengakui, potensi penyebaran narkoba tidak hanya terjadi di kampus Unas, tetapi juga di kampus lainnya. Selain itu, lanjutnya, tak ada perbedaan dalam hal kampus negeri maupun swasta dalam pengawasan bahaya narkoba di dalam kampus.
"Potensi mungkin terjadi di beberapa tempat, kampus dan sekolah, perlu upaya serius manajemen lembaga pendidikan, Unas terbongkar menjadi bahan bagi lembaga pendidikan lainnya untuk mengevaluasi diri. Menurut saya tak ada perbedaan kampus swasta ataupun negeri, karena narkoba ada dimanapun, universitas swasta buruk itu belum tentu," tegasnya.
Unas pun setiap tahun mengalami penurunan jumlah mahasiswa baru setiap pendataran dan membuat kampus tersebut defisit. Devie menegaskan, hal itu terkait erat dengan citra atau image kampus di mata masyarakat.
"Otomatis. Ketika institusi tak aman, maka rakyat tak akan percaya, image dan reputasi mempengaruhi, karena itu kampus harus memiliki alarm atau CCTV 26 jam untuk ikut terjun langsung mengawasi internal kampus," tukasnya.
(mhd)