Kekerasan di Pecinta Alam SMAN 3 Sudah Turun Menurun
A
A
A
JAKARTA - Polda Metro Jaya menemukan bukti yang menunjukkan aksi perpeloncoan dengan kekerasan dalam kegiatan ekstrakurikuler pecinta alam di SMAN 3 Setiabudi, Jakarta Selatan sudah berlangsung sejak lama.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Polisi Rikwanto mengatakan, kekerasan berkedok pembinaan disiplin dan lainnya itu ternyata sudah terjadi secara turun-temurun. "Dari keterangan saksi dan bukti yang ada, kekerasan ini seperti sudah menjadi tradisi," katanya, Minggu (6/7/2014).
Menurut dia, hasil penyelidikan kepolisian ditemukan adanya bukti-bukti terkait hal tersebut. Bahkan, dua pelaku yang sudah ditahan ternyata sempat dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan dengan kasus penganiayaan pada bulan Februai lalu.
Keduanya adalah P dan A, mereka dilaporkan oleh seorang siswa setelah korban mengalami muntah darah usah dipukul oleh para pelaku. "Laporannya akhirnya dicabut karena para pelaku berjanji untuk tidak melakukan hal itu lagi," ungkap Rikwanto.
Saat penganiayaan tersebut terjadi, para pelaku berdalih dengan melatih fisik. Saat itu, korban sempat di rawat di RS Mintoharjo, Jakarta. Dengan adanya dua kasus ini, pihaknya sudah melaporkan ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta. "Saat ini kegiatan itu sedang dievaluasi," tegasnya.
Saat ini, kata dia, kepolisian masih terus mengusut penyaniayaan yang dilakukan di kawasan Tangkubanparahu yang menelan dua nyawa siswa, yakni Padian Prawiradirja, (16) yang meninggal dunia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat dan Arfian Caesary (16) yang meninggal di Rumah Sakit MMC, Jakarta.
Menurut dia, rekam medis dari RS Hasan Sadikin, Bandung sudah diterima oleh penyidik. Namun sampai saat ini masih dianalisa untuk memastikan penyebab kematian Padian. "Masih dianalisa, kalau sudah keluar hasilnya akan kami umumkan," tuturnya.
Sementara, Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia Erlinda menegaskan, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, pihak sekolah ikut bertanggung jawab karena terbukti ada pembiaran dari guru.
"Saat ini Dinas Pendidikan akan memberi sanksi tegas serta memutasi atau memecat dua guru yang ikut dalam kegiatan itu," tutur Erlinda.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Polisi Rikwanto mengatakan, kekerasan berkedok pembinaan disiplin dan lainnya itu ternyata sudah terjadi secara turun-temurun. "Dari keterangan saksi dan bukti yang ada, kekerasan ini seperti sudah menjadi tradisi," katanya, Minggu (6/7/2014).
Menurut dia, hasil penyelidikan kepolisian ditemukan adanya bukti-bukti terkait hal tersebut. Bahkan, dua pelaku yang sudah ditahan ternyata sempat dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan dengan kasus penganiayaan pada bulan Februai lalu.
Keduanya adalah P dan A, mereka dilaporkan oleh seorang siswa setelah korban mengalami muntah darah usah dipukul oleh para pelaku. "Laporannya akhirnya dicabut karena para pelaku berjanji untuk tidak melakukan hal itu lagi," ungkap Rikwanto.
Saat penganiayaan tersebut terjadi, para pelaku berdalih dengan melatih fisik. Saat itu, korban sempat di rawat di RS Mintoharjo, Jakarta. Dengan adanya dua kasus ini, pihaknya sudah melaporkan ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta. "Saat ini kegiatan itu sedang dievaluasi," tegasnya.
Saat ini, kata dia, kepolisian masih terus mengusut penyaniayaan yang dilakukan di kawasan Tangkubanparahu yang menelan dua nyawa siswa, yakni Padian Prawiradirja, (16) yang meninggal dunia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat dan Arfian Caesary (16) yang meninggal di Rumah Sakit MMC, Jakarta.
Menurut dia, rekam medis dari RS Hasan Sadikin, Bandung sudah diterima oleh penyidik. Namun sampai saat ini masih dianalisa untuk memastikan penyebab kematian Padian. "Masih dianalisa, kalau sudah keluar hasilnya akan kami umumkan," tuturnya.
Sementara, Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia Erlinda menegaskan, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, pihak sekolah ikut bertanggung jawab karena terbukti ada pembiaran dari guru.
"Saat ini Dinas Pendidikan akan memberi sanksi tegas serta memutasi atau memecat dua guru yang ikut dalam kegiatan itu," tutur Erlinda.
(dam)