Pelaku dituntut ringan, korban amuk di PN Cibinong
A
A
A
Sindonews.com - Heni Soedjono korban penganiayaan bersama keluarganya mengamuk di Pengadilan Negeri Cibinong, Cibinong, Bogor, setelah mendengar Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terdakwa berinisial TD. Alasannya, tuntutan itu dianggap ringan dan tak sebanding dengan penderitaan yang dialami korban.
Saat mendengar TD terdakwa kasus pemukulan dituntut empat bulan penjara oleh JPU Kejari Cibinong. Korban dan keluarganya yang menghadiri sidang dengan agenda tuntutan itu langsung menangis dan berteriak-teriak.
"Saya tidak terima dengan tuntutan ini, masa tuntutannya cuma empat bulan, apa harus saya mati dahulu? Dimana keadilan di negeri ini?" teriak Heni di dalam ruang sidang, Selasa (25/2/2014).
Tak hanya di lama sidang, kericuhan terus terjadi hingga ke luar ruang sidang. Heni mengatakan, tuntutan terdakwa itu sangatlah ringan jika dibandingkan dengan perbuatan TD dan penderitaan yang dialaminya.
"Saya hampir mati dipukuli, tapi kenapa tuntutannya cuma empat bulan," teriaknya di depan ruang sidang.
Saat sidang berlangsung, korban juga sempat diberi kesempatan oleh majelis hakim yang diketuai Soedjatmiko SH untuk menyampaikan keberatannya.
"Sebenarnya tidak boleh kita (hakim) berkomunikasi dengan pengunjung. Tapi karena saya juga punya kewenangan untuk mempersilakan jadi kita kasih kesempatan untuk bicara," kata Soedjatmiko.
Di tempat yang sama, Renaldi (55), suami korban mengatakan, akibat pukulan TD membuat matanya nyaris buta dan harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Paru (RSPP) Cisarua, Bogor.
"Sempat dirawat di rumah sakit Cisarua, tapi karena alatnya tidak lengkap kemudian dirawat di Rumah Sakit di Jakarta. Bayangkan, dua minggu istri saya enggak bisa beraktivitas," katanya saat ditemui usai sidang.
Baik Heni maupun Renaldi, mempertanyakan profesionalitas Kejaksaan Negeri Cibinong dalam menangani kasus tersebut. Karena menurutnya, TD yang dijerat dengan pasal 351 KUHP ayat 1 bisa dituntut dengan hukuman yang lebih tinggi.
"Kalau 351 (KUHP) itu kan ancaman hukumannya dua tahun lebih. Kenapa tuntutannya jadi empat bulan? Ini sangat ringan. Ada apa dengan Kejaksaan? Ada apa dengan Pengadilan Negeri Cibinong?" tanya Renaldi.
Kasus ini berawal dari keributan yang terjadi antara Heni, TD dan dua saudara kandungnya, saat membicarakan masalah harta warisan di sebuah hotel di kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor pada 26 Oktober 2013 lalu.
Motif keributan tersebut, menurut Renaldi, adalah perebutan hak untuk mengelola sebuah hotel yang merupakan salahsatu harta warisan.
"Kejadianya di Cisarua. Pelaku itu anak tertua dan ingin mengambil alih pengelolaan hotel warisan keluarga. Padahal, semua tahu kalau pengelolaan hotel itu sudah diserahkan ke anak bungsu dari mertua saya, tapi dia (TD)tetap ingin ambil alih. Mereka saling ribut, istri saya dipukul sampai pingsan," katanya.
Saat mendengar TD terdakwa kasus pemukulan dituntut empat bulan penjara oleh JPU Kejari Cibinong. Korban dan keluarganya yang menghadiri sidang dengan agenda tuntutan itu langsung menangis dan berteriak-teriak.
"Saya tidak terima dengan tuntutan ini, masa tuntutannya cuma empat bulan, apa harus saya mati dahulu? Dimana keadilan di negeri ini?" teriak Heni di dalam ruang sidang, Selasa (25/2/2014).
Tak hanya di lama sidang, kericuhan terus terjadi hingga ke luar ruang sidang. Heni mengatakan, tuntutan terdakwa itu sangatlah ringan jika dibandingkan dengan perbuatan TD dan penderitaan yang dialaminya.
"Saya hampir mati dipukuli, tapi kenapa tuntutannya cuma empat bulan," teriaknya di depan ruang sidang.
Saat sidang berlangsung, korban juga sempat diberi kesempatan oleh majelis hakim yang diketuai Soedjatmiko SH untuk menyampaikan keberatannya.
"Sebenarnya tidak boleh kita (hakim) berkomunikasi dengan pengunjung. Tapi karena saya juga punya kewenangan untuk mempersilakan jadi kita kasih kesempatan untuk bicara," kata Soedjatmiko.
Di tempat yang sama, Renaldi (55), suami korban mengatakan, akibat pukulan TD membuat matanya nyaris buta dan harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Paru (RSPP) Cisarua, Bogor.
"Sempat dirawat di rumah sakit Cisarua, tapi karena alatnya tidak lengkap kemudian dirawat di Rumah Sakit di Jakarta. Bayangkan, dua minggu istri saya enggak bisa beraktivitas," katanya saat ditemui usai sidang.
Baik Heni maupun Renaldi, mempertanyakan profesionalitas Kejaksaan Negeri Cibinong dalam menangani kasus tersebut. Karena menurutnya, TD yang dijerat dengan pasal 351 KUHP ayat 1 bisa dituntut dengan hukuman yang lebih tinggi.
"Kalau 351 (KUHP) itu kan ancaman hukumannya dua tahun lebih. Kenapa tuntutannya jadi empat bulan? Ini sangat ringan. Ada apa dengan Kejaksaan? Ada apa dengan Pengadilan Negeri Cibinong?" tanya Renaldi.
Kasus ini berawal dari keributan yang terjadi antara Heni, TD dan dua saudara kandungnya, saat membicarakan masalah harta warisan di sebuah hotel di kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor pada 26 Oktober 2013 lalu.
Motif keributan tersebut, menurut Renaldi, adalah perebutan hak untuk mengelola sebuah hotel yang merupakan salahsatu harta warisan.
"Kejadianya di Cisarua. Pelaku itu anak tertua dan ingin mengambil alih pengelolaan hotel warisan keluarga. Padahal, semua tahu kalau pengelolaan hotel itu sudah diserahkan ke anak bungsu dari mertua saya, tapi dia (TD)tetap ingin ambil alih. Mereka saling ribut, istri saya dipukul sampai pingsan," katanya.
(mhd)