Atik, kernet wanita tertua di Jakarta
A
A
A
Sindonews.com - Keriput jemati Atik (56) kuat mencengkram gagang gantungan di pintu Metro Mini 506 rute Kampung Melayu-Pondok Kopi. Meski sudah terlihat renta ibu berjilbab asal Subang, Jawa Barat ini, tak pernah lelah naik turun bus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di angkutan yang di sopiri suaminya.
Sudah tiga tahun, Ibu empat anak dengan enam cucu ini, menjadi kondektur bus. Hujan, panas tidak menyurutkan teriakannya yang khas mengawal suaminya sebagai sopir.
Atik, salah satu ibu tangguh di Metropolitan. Meski beberapa giginya sudah tanggal tapi keberaniannya di jalanan tidak uzur. Ia kerap meloncat dari bus untuk membantu mengurai kemacetan, jika ia merasa kemacetan terlampau lama.
Ketika, Sindonews mengikuti perjalanannya ia banyak membeberkan kehidupannya di jalanan. "Dulu awalnya masih kaku, tapi sekarang sudah biasa. Beresiko, iya tapi tetap hati-hati," katanya pada Sindonew, dalam perjalanan ke Pondok Kopi, Senin (23/12/2013).
Selain itu, Tika selalu memastikan benar, keamanan penumpangnya saat naik atau turun bus. "Kaki kiri, kaki kiri duluan. Hati-hati, belakang," katanya sambil memegang pundak setiap penumpangnya yang turun.
Baginya menjadi kondektur bus bukan profesi yang memalukan bagi kaum perempuan, karena semua yang bisa dilakukan seseorang, seharusnya dilakukan.
"Suami yang nyetir awal tidak setuju, apalagi anak-anak. Mereka awalnya enggak suka tapi saya bilang, di rumah saya harus ngapain? Akhirnya semua diam," tuturnya tersenyum.
Meski kenek, Bu Atik ingat benar bahwa tanggal 22 Desember adalah hari ibu, karena itu, Minggu (22 Desember 2013) kemarin ia tidak ikut mengawal bus. "Ia kemarin itu hari ibu, saya enggak ikut narik," katanya saat ditanya kapan hari ibu.
Baginya, memaknai hari ibu tidak harus ikut upacara atau menggelar acara kumpul-kumpul yang mewah tapi bagaimana setiap ibu mendampingi hidup anak dan suaminya dengan kasih sayang.
"Enggak usah upacara-upacara lah kalau enggak jadi ibu yang sayang sama anak dan suami," tuturnya.
Sudah tiga tahun, Ibu empat anak dengan enam cucu ini, menjadi kondektur bus. Hujan, panas tidak menyurutkan teriakannya yang khas mengawal suaminya sebagai sopir.
Atik, salah satu ibu tangguh di Metropolitan. Meski beberapa giginya sudah tanggal tapi keberaniannya di jalanan tidak uzur. Ia kerap meloncat dari bus untuk membantu mengurai kemacetan, jika ia merasa kemacetan terlampau lama.
Ketika, Sindonews mengikuti perjalanannya ia banyak membeberkan kehidupannya di jalanan. "Dulu awalnya masih kaku, tapi sekarang sudah biasa. Beresiko, iya tapi tetap hati-hati," katanya pada Sindonew, dalam perjalanan ke Pondok Kopi, Senin (23/12/2013).
Selain itu, Tika selalu memastikan benar, keamanan penumpangnya saat naik atau turun bus. "Kaki kiri, kaki kiri duluan. Hati-hati, belakang," katanya sambil memegang pundak setiap penumpangnya yang turun.
Baginya menjadi kondektur bus bukan profesi yang memalukan bagi kaum perempuan, karena semua yang bisa dilakukan seseorang, seharusnya dilakukan.
"Suami yang nyetir awal tidak setuju, apalagi anak-anak. Mereka awalnya enggak suka tapi saya bilang, di rumah saya harus ngapain? Akhirnya semua diam," tuturnya tersenyum.
Meski kenek, Bu Atik ingat benar bahwa tanggal 22 Desember adalah hari ibu, karena itu, Minggu (22 Desember 2013) kemarin ia tidak ikut mengawal bus. "Ia kemarin itu hari ibu, saya enggak ikut narik," katanya saat ditanya kapan hari ibu.
Baginya, memaknai hari ibu tidak harus ikut upacara atau menggelar acara kumpul-kumpul yang mewah tapi bagaimana setiap ibu mendampingi hidup anak dan suaminya dengan kasih sayang.
"Enggak usah upacara-upacara lah kalau enggak jadi ibu yang sayang sama anak dan suami," tuturnya.
(ysw)