Psikolog: Stres yang terakumulasi
A
A
A
Sindonews.com - Perkawinan lima tahun pertama rentan dengan salah paham dan kerap cekcok. Pasalnya, hal itu merupakan masa adaptasi kedua pasangan maka itu harus diatasi dengan kepala dingin.
Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Adriana S Ginanjar mengatakan, pasangan yang berhasil melewati masa adaptasi maka pasangan itu bisa melewati masa tua bersama.
"Tapi ada kalanya pasangan yang selisih paham karena merasa tidak cocok setelah menikah. Ketika masa adaptasi itu bisa dilalui dengan baik maka setelahnya mereka akan menjadi pasangan yang baik," kata Adriana saat berbincang dengan wartawan di Depok, Rabu (4/12/2013).
Seorang yang memiliki sifat tempramen, kata Adriana, bisa bereaksi berlebih ketika dihadapi pada situasi yang tidak sesuai kehendaknya. Lebih spesifik lagi, sambungnya, perilaku agresif pada laki-laki seringkali diekspresikan dengan tindakan.
"Ketika ada hal yang tidak sesuai dengan harapan reaksi laki-laki bisa berlebihan. Dia tidak hanya dengan kata-kata saja tetapi dengan tindakan," ungkapnya.
Dalam pernikahan, terang Adriana, stres yang akumulatif juga memicu seseorang bertindak agresif. Terlebih jika dihadapkan pada situasi yang tidak cocok antara suami dengan istri.
"Kemungkinan dia ada masalah pribadi atau semacam stres yang terakumulasi. Dan dia enggak bisa berbuat apapun selain melempar apa yang ada di hadapannya," katanya.
Dalam hal ini, kemungkinan saat pelaku sedang emosi dan ditambah dengan situasi rumah yang tidak harmonis serta secara kebetulan anaknya rewel atau melintas di hadapan pelaku maka dia membanting anaknya.
"Karena orang seperti itu bisa saja membanting apapun yang ada di depannya. Kebetulan mungkin anaknya sedang lewat dan rewel hingga menjadi korban," ucapnya.
Sekadar diketahui, Z bayi 1,5 tahun yang diduga dibanting oleh ayahnya yang berinisial LL di daerah Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur hingga mayi malang itu meninggal dunia.
Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Adriana S Ginanjar mengatakan, pasangan yang berhasil melewati masa adaptasi maka pasangan itu bisa melewati masa tua bersama.
"Tapi ada kalanya pasangan yang selisih paham karena merasa tidak cocok setelah menikah. Ketika masa adaptasi itu bisa dilalui dengan baik maka setelahnya mereka akan menjadi pasangan yang baik," kata Adriana saat berbincang dengan wartawan di Depok, Rabu (4/12/2013).
Seorang yang memiliki sifat tempramen, kata Adriana, bisa bereaksi berlebih ketika dihadapi pada situasi yang tidak sesuai kehendaknya. Lebih spesifik lagi, sambungnya, perilaku agresif pada laki-laki seringkali diekspresikan dengan tindakan.
"Ketika ada hal yang tidak sesuai dengan harapan reaksi laki-laki bisa berlebihan. Dia tidak hanya dengan kata-kata saja tetapi dengan tindakan," ungkapnya.
Dalam pernikahan, terang Adriana, stres yang akumulatif juga memicu seseorang bertindak agresif. Terlebih jika dihadapkan pada situasi yang tidak cocok antara suami dengan istri.
"Kemungkinan dia ada masalah pribadi atau semacam stres yang terakumulasi. Dan dia enggak bisa berbuat apapun selain melempar apa yang ada di hadapannya," katanya.
Dalam hal ini, kemungkinan saat pelaku sedang emosi dan ditambah dengan situasi rumah yang tidak harmonis serta secara kebetulan anaknya rewel atau melintas di hadapan pelaku maka dia membanting anaknya.
"Karena orang seperti itu bisa saja membanting apapun yang ada di depannya. Kebetulan mungkin anaknya sedang lewat dan rewel hingga menjadi korban," ucapnya.
Sekadar diketahui, Z bayi 1,5 tahun yang diduga dibanting oleh ayahnya yang berinisial LL di daerah Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur hingga mayi malang itu meninggal dunia.
(mhd)