Kasus Untar, kuasa hukum nilai keterangan saksi janggal
A
A
A
Sindonews.com - Empat mahasiswa Universitas Tarumanegara (Untar) dalam kasus pengeroyokan kembali jalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Dalam sidang tersebut, Keempatnya didukung puluhan mahasiswa Untar
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Longser Sormin, dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap memberikan keterangan yang janggal. Hal itu dikatakan oleh kuasa hukum para terdakwa, Sutejo usai mencecar beberapa pertanyaan kepada kedua saksi tersebut.
"Dari beberapa hasil pertanyaan yang kami ajukan terlihat banyak kejanggalan yang sengaja untuk memberatkan para terdakwa," kata Sutejo usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (26/11/2013).
Sutejo menjelaskan, sejumlah keterangan para saksi sangat berbeda dengan Berita Acara Perkara (BAP) pihak kepolisian. Mereka para saksi hanya mendengar dan katanya. "Ini tidak bisa dianggap sebagai keterangan saksi," ujarnya.
Keempat terdakwa tersebut yakni, Indra Banyo, Bryan Makhesa, Rizky Nurhadi, dan Nobel Pubelius Anakkota, mereka pun didakwa dengan Pasal 170 ayat 1 tentang pengeroyokan.
Dalam persidangan, rekan-rekan terdakwa sempat menyuraki para saksi, lantaran para saksi membuat keterangan palsu saat di cecar pertanyaan oleh kuasa hukum.
Sebelumnya, keempat terdakwa yang diketahui sebagai anggota BEM Universitas Tarumanegara diamankan kepolisian setelah melakukan pemukulan terhadap mahasiswa baru, pada Jumat 16 Agustus 2013 sore sekira pukul 15.30 WIB. Saat itu, dua mahasiswa dilarikan ke Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta Barat.
Salah satu kuasa hukum terdakwa lainnya, Yasin Hasan mengatakan, kasus dugaan pemukulan di Universitas Tarumanegara tidak perlu dibawa ke meja hijau.
"Ini sebetulnya tidak perlu dibawa ke pengadilan. Karena akan menanamkan bibit dendam kepada mereka, soalnya ada dua kubu disini. Seharusnya pihak rektorat harus bisa mendamaikan mereka, karena dia punya power untuk mendamaikan mereka," ujarnya.
Yasin juga menambahkan, para orangtua terdakwa sudah berusaha untuk berbicara ke pihak rektorat. Namun tidak ada tanggapan.
"Pihak keluarga sudah gencar-gencarnya ke pihak rektorat, tapi tidak ada tanggapannya," tegasnya.
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Longser Sormin, dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap memberikan keterangan yang janggal. Hal itu dikatakan oleh kuasa hukum para terdakwa, Sutejo usai mencecar beberapa pertanyaan kepada kedua saksi tersebut.
"Dari beberapa hasil pertanyaan yang kami ajukan terlihat banyak kejanggalan yang sengaja untuk memberatkan para terdakwa," kata Sutejo usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (26/11/2013).
Sutejo menjelaskan, sejumlah keterangan para saksi sangat berbeda dengan Berita Acara Perkara (BAP) pihak kepolisian. Mereka para saksi hanya mendengar dan katanya. "Ini tidak bisa dianggap sebagai keterangan saksi," ujarnya.
Keempat terdakwa tersebut yakni, Indra Banyo, Bryan Makhesa, Rizky Nurhadi, dan Nobel Pubelius Anakkota, mereka pun didakwa dengan Pasal 170 ayat 1 tentang pengeroyokan.
Dalam persidangan, rekan-rekan terdakwa sempat menyuraki para saksi, lantaran para saksi membuat keterangan palsu saat di cecar pertanyaan oleh kuasa hukum.
Sebelumnya, keempat terdakwa yang diketahui sebagai anggota BEM Universitas Tarumanegara diamankan kepolisian setelah melakukan pemukulan terhadap mahasiswa baru, pada Jumat 16 Agustus 2013 sore sekira pukul 15.30 WIB. Saat itu, dua mahasiswa dilarikan ke Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta Barat.
Salah satu kuasa hukum terdakwa lainnya, Yasin Hasan mengatakan, kasus dugaan pemukulan di Universitas Tarumanegara tidak perlu dibawa ke meja hijau.
"Ini sebetulnya tidak perlu dibawa ke pengadilan. Karena akan menanamkan bibit dendam kepada mereka, soalnya ada dua kubu disini. Seharusnya pihak rektorat harus bisa mendamaikan mereka, karena dia punya power untuk mendamaikan mereka," ujarnya.
Yasin juga menambahkan, para orangtua terdakwa sudah berusaha untuk berbicara ke pihak rektorat. Namun tidak ada tanggapan.
"Pihak keluarga sudah gencar-gencarnya ke pihak rektorat, tapi tidak ada tanggapannya," tegasnya.
(mhd)