Berantas topeng monyet harus diimbangi lahan pekerjaan
A
A
A
Sindonews.com - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menilai, langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menertibkan topeng monyet di jalan sebenarnya sudah benar jika dikaitkan dengan upaya melindungi hewan liar.
Namun sangat disayangkan, kata dia, kebijakan yang diambil orang nomor satu di DKI itu tidak dibarengi dengan dibukanya lapangan pekerjaan.
"Sebenarnya kebijakan Jokowi ini sudah mulai mengarah ke go green yang mengadaptasi alam dan lingkungan hewan," kata Nia kepada Sindonews, Kamis 24 Oktober 2013 malam.
Menurut Nia, langkah melindungi hewan liar dari ekploitasi tangan manusia sebenarnya perlu didukung masyarakat. Hanya saja, kata dia, kebijakan ini juga harus menjamin kehidupan pawang atau pemiliknya yang menjadikan monyet sebagai sumber mata pencaharian.
"Terkait upaya melindungi hewan liar ini dari eksploitasi harus didukung masyarakat. Karena bagaimanapun, manusia harus melindungi hewan liar," ujarnya.
Kesalahan dari kebijakan ini, lanjut Nia, hanya terletak pada tidak dibukanya lama pekerjaan baru, sehingga hanya menjadi kebijakan tambal sulam. Sebab, para pawang topeng monyet dipastikan akan kembali ke jalan karena tidak mempunyai pekerjaan.
"Jokowi harusnya mensinergikan kebijakan ini dengan lapangan kerja yang baru. Karena kalau tidak begitu, tetap saja eksploitasi hewan itu akan marak di jalan," ucapnya.
Nia mengungkapkan, persoalan makro dari kebijakan ini berasal dari kurangnya lapangan pekerjaan di Ibu Kota DKI Jakarta. Sehingga, pawang topeng monyet yang minim pendidikan, terpaksa memilih profesinya itu sebagai mata pencaharian sehari-hari.
"Kalau kita tarik persoalan makronya ya lapangan pekerjaan. Karena mereka (para pawang monyet, red) tidak ada pilihan lain. Mau kerja, pendidikan mereka sangat minim," bebernya.
Maka dari itu, sambung Nia, pemberian uang kompensasi Rp1 juta sebagai modal usaha dan rencana pelatihan kerja bagi para pawang monyet ini tidak akan berjalan efektif selama tidak dibuka lapangan pekerjaan baru.
"Paling efektif itu jokowi juga menbuka sektor-sektor lapangan pekerjana baru. Jadi tidak akan ada lagi pengamen monyet di jalan," tutupnya.
Namun sangat disayangkan, kata dia, kebijakan yang diambil orang nomor satu di DKI itu tidak dibarengi dengan dibukanya lapangan pekerjaan.
"Sebenarnya kebijakan Jokowi ini sudah mulai mengarah ke go green yang mengadaptasi alam dan lingkungan hewan," kata Nia kepada Sindonews, Kamis 24 Oktober 2013 malam.
Menurut Nia, langkah melindungi hewan liar dari ekploitasi tangan manusia sebenarnya perlu didukung masyarakat. Hanya saja, kata dia, kebijakan ini juga harus menjamin kehidupan pawang atau pemiliknya yang menjadikan monyet sebagai sumber mata pencaharian.
"Terkait upaya melindungi hewan liar ini dari eksploitasi harus didukung masyarakat. Karena bagaimanapun, manusia harus melindungi hewan liar," ujarnya.
Kesalahan dari kebijakan ini, lanjut Nia, hanya terletak pada tidak dibukanya lama pekerjaan baru, sehingga hanya menjadi kebijakan tambal sulam. Sebab, para pawang topeng monyet dipastikan akan kembali ke jalan karena tidak mempunyai pekerjaan.
"Jokowi harusnya mensinergikan kebijakan ini dengan lapangan kerja yang baru. Karena kalau tidak begitu, tetap saja eksploitasi hewan itu akan marak di jalan," ucapnya.
Nia mengungkapkan, persoalan makro dari kebijakan ini berasal dari kurangnya lapangan pekerjaan di Ibu Kota DKI Jakarta. Sehingga, pawang topeng monyet yang minim pendidikan, terpaksa memilih profesinya itu sebagai mata pencaharian sehari-hari.
"Kalau kita tarik persoalan makronya ya lapangan pekerjaan. Karena mereka (para pawang monyet, red) tidak ada pilihan lain. Mau kerja, pendidikan mereka sangat minim," bebernya.
Maka dari itu, sambung Nia, pemberian uang kompensasi Rp1 juta sebagai modal usaha dan rencana pelatihan kerja bagi para pawang monyet ini tidak akan berjalan efektif selama tidak dibuka lapangan pekerjaan baru.
"Paling efektif itu jokowi juga menbuka sektor-sektor lapangan pekerjana baru. Jadi tidak akan ada lagi pengamen monyet di jalan," tutupnya.
(mhd)