Sosiolog: Razia topeng monyet kebijakan tambal sulam
A
A
A
Sindonews.com - Program Gubernur DKI Joko Widodo soal penertiban pengamen topeng monyet banyak menuai pro dan kontra. Alasannya, kebijakan itu dinilai tambal sulam yang tidak akan berjalan efektif.
Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan, kebijakan tersebut tidak akan berjalan baik. Karena, tidak disertai dengan dibukanya lapangan pekerjaan baru.
"Jokowi harusnya mensinergikan kebijakan ini dengan lapangan kerja yang baru. Karena kalau tidak begitu sama saja, akan marak lagi pengamen topeng monyet di jalan," katanya saat dihubungi Sindonews, Kamis 24 Oktober 2013 malam.
Menurut Nia, langkah Jokowi yang menjanjikan akan memberikan pelatihan kerja bagi pawang topeng monyet yang terjaring razia dinilai tidak cukup membantu. Begitu pula dengan uang ganti rugi kompensasi sebesar Rp1 juta yang diberikan kepada pemilik monyet.
"Pelatihan kerja saja tidak cukup kalau tidak ada lapangan pekerjaannya. Artinya dibuka lapangan pekerjaan. Kalau tidak, kebijakan ini nantinya cuma jadi tambal sulam. Razia tidak ada, topeng monyet muncul lagi," tuturnya.
Nia menilai, pemberian uang kompensasi sebesar Rp1 juta sebagai modal usaha para pawang topeng monyet masih sangat jauh dari kata cukup. Uang sebesar itu tidak akan bisa digunakan mereka sebagai modal usaha karena jumlahnya terlalu kecil.
"Paling efektif itu jokowi juga membukakan sektor-sektor lapangan pekerjaan baru. Kalau hanya dibeli monyetnya, tapi tidak ada pekerjaan, pastinya mereka tetap akan susah," jelasnya.
Bila ditelisik secara makro, lanjut Nia, pokok persoalan ini ada di lapangan pekerjaan. Sebab, para topeng monyet rata-rata tidak memiliki skiil lain selain menjalani profesinya. Mereka juga tidak dapat bekerja di perusahaan besar karena terbentur pendidikan yang minim.
"Kalaupun diberikan modal usaha, mereka tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar yang sudah merajalela. Mereka paling hanya bisa bertahan satu atau minggu," ujarnya.
Nia menambahkan, sebelum mengeluarkan kebijakan, Jokowi seharusnya memikirkan solusi jitu yang bisa menjamin kehidupan para topeng monyet. Karena walaupun diberikan modal usaha, mereka akan kalah bersaing dari perusahaan besar dan pada akhirnya gulung tikar.
"Mereka belum punya skill membuka usaha di tengah himpitan perusahaan besar multinasional corporation seperti Alfamart. Jadi tetap akan digilas dan kalah bersaing," tukasnya.
Baca berita terkait:
Di TMR, monyet hasil razia terancam pensiun atraksi
Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan, kebijakan tersebut tidak akan berjalan baik. Karena, tidak disertai dengan dibukanya lapangan pekerjaan baru.
"Jokowi harusnya mensinergikan kebijakan ini dengan lapangan kerja yang baru. Karena kalau tidak begitu sama saja, akan marak lagi pengamen topeng monyet di jalan," katanya saat dihubungi Sindonews, Kamis 24 Oktober 2013 malam.
Menurut Nia, langkah Jokowi yang menjanjikan akan memberikan pelatihan kerja bagi pawang topeng monyet yang terjaring razia dinilai tidak cukup membantu. Begitu pula dengan uang ganti rugi kompensasi sebesar Rp1 juta yang diberikan kepada pemilik monyet.
"Pelatihan kerja saja tidak cukup kalau tidak ada lapangan pekerjaannya. Artinya dibuka lapangan pekerjaan. Kalau tidak, kebijakan ini nantinya cuma jadi tambal sulam. Razia tidak ada, topeng monyet muncul lagi," tuturnya.
Nia menilai, pemberian uang kompensasi sebesar Rp1 juta sebagai modal usaha para pawang topeng monyet masih sangat jauh dari kata cukup. Uang sebesar itu tidak akan bisa digunakan mereka sebagai modal usaha karena jumlahnya terlalu kecil.
"Paling efektif itu jokowi juga membukakan sektor-sektor lapangan pekerjaan baru. Kalau hanya dibeli monyetnya, tapi tidak ada pekerjaan, pastinya mereka tetap akan susah," jelasnya.
Bila ditelisik secara makro, lanjut Nia, pokok persoalan ini ada di lapangan pekerjaan. Sebab, para topeng monyet rata-rata tidak memiliki skiil lain selain menjalani profesinya. Mereka juga tidak dapat bekerja di perusahaan besar karena terbentur pendidikan yang minim.
"Kalaupun diberikan modal usaha, mereka tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar yang sudah merajalela. Mereka paling hanya bisa bertahan satu atau minggu," ujarnya.
Nia menambahkan, sebelum mengeluarkan kebijakan, Jokowi seharusnya memikirkan solusi jitu yang bisa menjamin kehidupan para topeng monyet. Karena walaupun diberikan modal usaha, mereka akan kalah bersaing dari perusahaan besar dan pada akhirnya gulung tikar.
"Mereka belum punya skill membuka usaha di tengah himpitan perusahaan besar multinasional corporation seperti Alfamart. Jadi tetap akan digilas dan kalah bersaing," tukasnya.
Baca berita terkait:
Di TMR, monyet hasil razia terancam pensiun atraksi
(mhd)