Kejari Jakpus tetapkan 2 Kasudin jadi tersangka
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) menetapkan tiga orang tersangka dalam pengadaan Closed Circuit Television (CCTV) di Kawasan Monumen Nasional (Monas).
Tiga tersangka itu adalah Kasudin Komunikasi Dan Informasi (Kominfo) Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat dan rekanan Kominfo yakni PT Harapan Mulya Karya (HMK).
Penetapan tiga tersangka itu berdasarkan pengadaan CCTV dan seluruh kelengkapannya senilai Rp1,7 miliar pada tahun 2010.
Ketiga tersangka itu adalah YI yang kini menjabat sebagai Kasudin Jakarta Selatan, RB (Ridha Bahar) kini menjabat sebagai Kasudin Jakarta Pusat, sedangkan satu orang lagi dari pihak swasta PT HMK.
Saat itu YI menjabat sebagai sebagai Kasudin Kominfo Jakarta Pusat, yang kini ditempati oleh tersangka RB. Tetapi, saat itu RB menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa.
Berdasrkan data yang dihimpun, YI ditetapkan sebagai tersangka pada 13 September 2013, sedangkan Ridha Bahar ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Semptember 2013.
Kasudin Kominfo Jakarta Pusat Ridha Bahar menjelaskan, penunjukan PT HMK sebagai rekanan pengadaan CCTV tersebut sudah sesuai sesuai Keppres 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dia menambahkan, pada saat itu hanya ada lima perusahaan yang bersedia mengikuti proses tender proyek tersebut. Kemudian, kata dia, PT HMK yang menjadi pemenang tender.
Dia juga menambahkan, delapan unit CCTV merek Sonny PtZ 36X Zoom serta seluruh perangkat dipasang dari lapangan sampai data center yang ada di Gedung A kantor Wali Kota Jakarta Pusat. "Untuk satu unit CCTV mencapai Rp30 Juta," katanya di Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Ridha juga mengatakan, tidak mengetahui apa penyebab dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Jakarta Pusat. Karena, kata dia, hal itu sudah sudah melaksanakan segala sesuatunya sesuai prosedur yang ada.
Maka itu, dia menduga, ada perbedaan pandangan terkait Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman itu.
"Yang pasti saat itu saya sebagai ketua panitia, sementara Pak Yuswil sebagai kuasa pengguna anggaran. saat itu saya sudah menjalankan sesuai prosedur yang ada. Jika memang harus dipenjara saya siap," katanya.
Mengenai kerugian negara dirinya juga tidak mengetahui, karena dalam hal ini harus dilakukan audit terlebih dahulu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Tiga tersangka itu adalah Kasudin Komunikasi Dan Informasi (Kominfo) Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat dan rekanan Kominfo yakni PT Harapan Mulya Karya (HMK).
Penetapan tiga tersangka itu berdasarkan pengadaan CCTV dan seluruh kelengkapannya senilai Rp1,7 miliar pada tahun 2010.
Ketiga tersangka itu adalah YI yang kini menjabat sebagai Kasudin Jakarta Selatan, RB (Ridha Bahar) kini menjabat sebagai Kasudin Jakarta Pusat, sedangkan satu orang lagi dari pihak swasta PT HMK.
Saat itu YI menjabat sebagai sebagai Kasudin Kominfo Jakarta Pusat, yang kini ditempati oleh tersangka RB. Tetapi, saat itu RB menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa.
Berdasrkan data yang dihimpun, YI ditetapkan sebagai tersangka pada 13 September 2013, sedangkan Ridha Bahar ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Semptember 2013.
Kasudin Kominfo Jakarta Pusat Ridha Bahar menjelaskan, penunjukan PT HMK sebagai rekanan pengadaan CCTV tersebut sudah sesuai sesuai Keppres 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dia menambahkan, pada saat itu hanya ada lima perusahaan yang bersedia mengikuti proses tender proyek tersebut. Kemudian, kata dia, PT HMK yang menjadi pemenang tender.
Dia juga menambahkan, delapan unit CCTV merek Sonny PtZ 36X Zoom serta seluruh perangkat dipasang dari lapangan sampai data center yang ada di Gedung A kantor Wali Kota Jakarta Pusat. "Untuk satu unit CCTV mencapai Rp30 Juta," katanya di Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Ridha juga mengatakan, tidak mengetahui apa penyebab dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Jakarta Pusat. Karena, kata dia, hal itu sudah sudah melaksanakan segala sesuatunya sesuai prosedur yang ada.
Maka itu, dia menduga, ada perbedaan pandangan terkait Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman itu.
"Yang pasti saat itu saya sebagai ketua panitia, sementara Pak Yuswil sebagai kuasa pengguna anggaran. saat itu saya sudah menjalankan sesuai prosedur yang ada. Jika memang harus dipenjara saya siap," katanya.
Mengenai kerugian negara dirinya juga tidak mengetahui, karena dalam hal ini harus dilakukan audit terlebih dahulu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
(mhd)