Swastanisasi sampah di Jakarta sebaiknya dihapuskan
A
A
A
Sindonews.com - Hingga saat ini pengelolaan sampah DKI Jakarta di 44 kecamatan telah dilakukan kerja sama ke pihak ketiga. Pekerjaan itu meliputi, tahap penyapuan dan pengumpulan, tahap pengangkutan, dan pembuangan serta tahap pengolahan akhir.
Ketua DPD DKI Jakarta Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) M Taufik menilai, sudah seharusnya persoalan sampah di Jakarta ini jangan lagi dikelola oleh pihak swasta.
"Sebaiknya swastanisasi soal sampah itu dihapuskan, harusnya pemerintahan Jokowi-Ahok itu memanfaatkan warga sekitar, itu yang namanya padat karya. Jika hal ini dilakukan, maka pengelolaan sampah bisa dihemat lumayan besar," kata M Taufik lewat rilisnya kepada Sindonews, Rabu (26/6/2013).
Taufik menjelaskan, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta melalui dinas kebersihan menjalankan fungsinya dengan pegangan Undang-Undang (UU) 180 2008. Biaya angkut sampah yang dibayarkan Pemda DKI Jakarta, bisa di kisaran setara dengan satu ton batubara berkalori 4.500. Penjabarannya, harga resmi penyapuan sampah Rp27,77/m2, biaya angkutan tipe kecil Rp22,393,75/ton dan angkutan tipe besar Rp114.000/ton.
"Sudah saatnya, dalam kondisi ekonomi skrng yg sulit, dki harus melakukan padat karya, bisa dimulai dari soal sampah ini. Masyarakat terlibat secara penuh. Soal swastanisasi sampah ini sudah bertahun-tahun, padahal sudah ada institusi, ada unit-unit lain yang mengurusi sampah ini, tapi masih saja menggunakan pihak lain (swasta) untuk mengatasai masalah sampah di Jakarta," ungkapnya.
Kemudian, angka yang Rp114.000, mengalami kenaikan setiap tahun. Maka jika dihitung mulai dari penyapuan hingga ke TPA, mendekati angka lebih Rp300.000/ton, dan menyamai harga batubara kalori rendah di pasaran.
Bila sudah demikian, sejatinya Pemda bisa secara langsung melakukan padat karya langsung, tanpa melalui swasta, antara lain menggaji pengumpul pihak gerobak di setiap RW, yang angkanya bisa paling tidak 1.900 orang.
"Kalau perlu pengelolaan sampah di Jakarta ini diaudit, karena ini sudah bertahun-tahun swastanisasi sampah ini, sudah triliunan uang yang dikeluarkan untuk soal sampah ini, padahal bisa lebih efisien," pungkasnya.
Selain itu, lanjut Taufik, bisa pula menggaji 32 orang di masing-masing kecamatan sebanyak 1.408 orang, dan untuk tenaga pengumpulan 1.002. Sehingga paling tidak mendekati 5.000 lapangan kerja baru dapat diciptakan.
Karenanya, warga seharusnya mendukung langkah-langkah terobosan yang dilakukan Jokowi-Ahok dalam melakukan efisiensi anggaran untuk digunakan bagi padat karya di DKI Jakarta. Selama ini anggaran itu bocor dan lari ke pihak tertentu saja. Ternyata dari sektor sampah saja jumlahnya signifikan.
"Sudah saatnya saat ini baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dilakukan sistem padat karya dalam suatu kegiatan dan diberikan honor yang sesuai, saya kira masyarakat sudah sangat senang," pungkasnya.
Ketua DPD DKI Jakarta Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) M Taufik menilai, sudah seharusnya persoalan sampah di Jakarta ini jangan lagi dikelola oleh pihak swasta.
"Sebaiknya swastanisasi soal sampah itu dihapuskan, harusnya pemerintahan Jokowi-Ahok itu memanfaatkan warga sekitar, itu yang namanya padat karya. Jika hal ini dilakukan, maka pengelolaan sampah bisa dihemat lumayan besar," kata M Taufik lewat rilisnya kepada Sindonews, Rabu (26/6/2013).
Taufik menjelaskan, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta melalui dinas kebersihan menjalankan fungsinya dengan pegangan Undang-Undang (UU) 180 2008. Biaya angkut sampah yang dibayarkan Pemda DKI Jakarta, bisa di kisaran setara dengan satu ton batubara berkalori 4.500. Penjabarannya, harga resmi penyapuan sampah Rp27,77/m2, biaya angkutan tipe kecil Rp22,393,75/ton dan angkutan tipe besar Rp114.000/ton.
"Sudah saatnya, dalam kondisi ekonomi skrng yg sulit, dki harus melakukan padat karya, bisa dimulai dari soal sampah ini. Masyarakat terlibat secara penuh. Soal swastanisasi sampah ini sudah bertahun-tahun, padahal sudah ada institusi, ada unit-unit lain yang mengurusi sampah ini, tapi masih saja menggunakan pihak lain (swasta) untuk mengatasai masalah sampah di Jakarta," ungkapnya.
Kemudian, angka yang Rp114.000, mengalami kenaikan setiap tahun. Maka jika dihitung mulai dari penyapuan hingga ke TPA, mendekati angka lebih Rp300.000/ton, dan menyamai harga batubara kalori rendah di pasaran.
Bila sudah demikian, sejatinya Pemda bisa secara langsung melakukan padat karya langsung, tanpa melalui swasta, antara lain menggaji pengumpul pihak gerobak di setiap RW, yang angkanya bisa paling tidak 1.900 orang.
"Kalau perlu pengelolaan sampah di Jakarta ini diaudit, karena ini sudah bertahun-tahun swastanisasi sampah ini, sudah triliunan uang yang dikeluarkan untuk soal sampah ini, padahal bisa lebih efisien," pungkasnya.
Selain itu, lanjut Taufik, bisa pula menggaji 32 orang di masing-masing kecamatan sebanyak 1.408 orang, dan untuk tenaga pengumpulan 1.002. Sehingga paling tidak mendekati 5.000 lapangan kerja baru dapat diciptakan.
Karenanya, warga seharusnya mendukung langkah-langkah terobosan yang dilakukan Jokowi-Ahok dalam melakukan efisiensi anggaran untuk digunakan bagi padat karya di DKI Jakarta. Selama ini anggaran itu bocor dan lari ke pihak tertentu saja. Ternyata dari sektor sampah saja jumlahnya signifikan.
"Sudah saatnya saat ini baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dilakukan sistem padat karya dalam suatu kegiatan dan diberikan honor yang sesuai, saya kira masyarakat sudah sangat senang," pungkasnya.
(maf)