Habitat Lutung Bekasi menuju kepunahan
A
A
A
Sindonews.com - Monyet berbulu tebal dan berwarna hitam, atau masyarakat Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, menyebutnya 'lutung', keberadaannya kini sangat memprihatinkan.
Padahal populasi satwa pemakan buah dan ikan itu, pada tahun 1985 lalu, banyak sekali dan jumlahnya hingga ratusan ekor. Pada saat itu, kondisi hutan mangrove (bakau) di Muaragembong, masih tebal dan rimbun.
Masyarakat Muaragembong yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak, dahulu sering melihat lutung bergerombol dan bergelayutan di dahan pohon mangrove. Setiap gerombolan terdiri sekitar 20 ekor.
Mereka menetap di wilayah pesisir Muaragembong, seperti di desa Pantai Bahagia yang berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan desa Pantai Harapan Jaya.
"Satwa itu, kini jumlahnya tinggal puluhan ekor saja. Keberadaan lutung itu sering saya lihat di hutan mangrove, wilayah Desa Pantai Bahagia, dan Desa Pantai Harapan Jaya," ujar tokoh masyarakat Muaragembong H. Bisri kepada Sindonews, Minggu (16/6/2013).
Bisri mengatakan, untuk melihat lutung-lutung itu sekarang ini sukar sekali. Apalagi yang sampai bergerombolan. Tapi di waktu-waktu tertentu mereka menampakan dirinya.
"Seharusnya pesisir Muaragembong menjadi pintu gerbang terakhir penyelamatan satwa di Kabupaten Bekasi. Karena wilayah ini memiliki area mangrove terluas. Jika di bandingkan dengan pesisir Kecamatan Babelan dan Kecamatan Tarumajaya," tambahnya.
Apalagi, sambungnya, sebagian wilayah Muaragembong, peruntukannya untuk perhutanan yang langsung di bawah kendali Departemen Kehutanan.
"Seharusnya pemerintah pusat dan daerah segera memperioritaskan masalah penyelamatan lutung dan satwa lainnya di Muaragembong," ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Mustakim menyesalkan hampir punahnya lutung yang berada di Bekasi. Pemkab Bekasi, dalam hal ini BPLH maupun pemerhati harus turun melestarikan satwa dilindungi ini.
"Kalau tidak ada penanganan dengan segera, maka satwa-satwa tersebut akan benar-benar punah. Bupati Bekasi harus peduli kepada lingkungan, terutama perlindungan satwa liar," tandasnya.
Padahal populasi satwa pemakan buah dan ikan itu, pada tahun 1985 lalu, banyak sekali dan jumlahnya hingga ratusan ekor. Pada saat itu, kondisi hutan mangrove (bakau) di Muaragembong, masih tebal dan rimbun.
Masyarakat Muaragembong yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak, dahulu sering melihat lutung bergerombol dan bergelayutan di dahan pohon mangrove. Setiap gerombolan terdiri sekitar 20 ekor.
Mereka menetap di wilayah pesisir Muaragembong, seperti di desa Pantai Bahagia yang berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan desa Pantai Harapan Jaya.
"Satwa itu, kini jumlahnya tinggal puluhan ekor saja. Keberadaan lutung itu sering saya lihat di hutan mangrove, wilayah Desa Pantai Bahagia, dan Desa Pantai Harapan Jaya," ujar tokoh masyarakat Muaragembong H. Bisri kepada Sindonews, Minggu (16/6/2013).
Bisri mengatakan, untuk melihat lutung-lutung itu sekarang ini sukar sekali. Apalagi yang sampai bergerombolan. Tapi di waktu-waktu tertentu mereka menampakan dirinya.
"Seharusnya pesisir Muaragembong menjadi pintu gerbang terakhir penyelamatan satwa di Kabupaten Bekasi. Karena wilayah ini memiliki area mangrove terluas. Jika di bandingkan dengan pesisir Kecamatan Babelan dan Kecamatan Tarumajaya," tambahnya.
Apalagi, sambungnya, sebagian wilayah Muaragembong, peruntukannya untuk perhutanan yang langsung di bawah kendali Departemen Kehutanan.
"Seharusnya pemerintah pusat dan daerah segera memperioritaskan masalah penyelamatan lutung dan satwa lainnya di Muaragembong," ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Mustakim menyesalkan hampir punahnya lutung yang berada di Bekasi. Pemkab Bekasi, dalam hal ini BPLH maupun pemerhati harus turun melestarikan satwa dilindungi ini.
"Kalau tidak ada penanganan dengan segera, maka satwa-satwa tersebut akan benar-benar punah. Bupati Bekasi harus peduli kepada lingkungan, terutama perlindungan satwa liar," tandasnya.
(san)