Serangan jantung mendadak bergeser ke usia 20-40 tahun
A
A
A
Sindonews.com - Kurangnya aktifitas dan olah raga, membuat tubuh tak sehat. Hal itu bisa membuat tubuh kita mempunyai 'tabungan jahat', yang terdiri dari lemak dan kolesterol sejak usia dini.
Karena itu, jargon move for health harus terus menerus digalakkan. Serangan jantung mendadak bukan hanya karena pola hidup masyarakat perkotaan. Namun banyak pula yang menyebutkan olah raga sebagai penyebab serangan jantung mendadak, seperti yang terjadi pada sejumlah artis ibu kota meninggal setelah berolahraga.
Namun hal itu dikoreksi oleh Pakar Ilmu Kedokteran Olahraga Universitas Indonesia, dr. Ade Jeanne D. L Tobing. Sebab menurutnya, serangan jantung mendadak sebenarnya sudah memiliki dasar faktor resiko sejak dini, akibat pola hidup yang tak sehat.
"Sebabnya karena olahraga juga salah, tetapi lebih karena ada faktor resiko. Sudah ada resiko kolesterol dan diabetes sebelumnya. Sepak bola dan badminton kan olah raga berubah-ubah, dinamis. Tak benar, disebabkan olahraga. Itu sebagai pemicu saja," ujarnya kepada wartawan di Balaikota Depok belum lama ini.
Hal itu bisa disebabkan faktor genetik, atau juga pola makan dan pola hidup. Jumlah masyarakat Indonesia yang meninggal akibat serangan jantung mendadak, mengalami peningkatan di tahun 2013. Bahkan kini serangan jantung mendadak tersebut dialami manusia usia 20-40 tahun.
"Meski sudah ada penyuluhan untuk hidup sehat, namun kenyataannya kasus orang meninggal karena serangan jantung mendadak meningkat. Untuk angka-angkanya saya tidak tahu persis," tuturnya.
Olah raga tipe aerobik 1 dan 2, kata dia, cocok untuk mengurangi resiko serangan jantung mendadak. Namun olah raga berkompetisi seperti maraton tidak baik untuk mereka.
"Kalau aerobik tipe 1 dan 2 intensitasnya konsisten. Terirama dengan baik. Olah raga kompetisi, sport enggak bisa. Karena seperti sepak bola, itu kan emosional, membentuk gumpalan darah. Intensitasnya berat," tutupnya.
Karena itu, jargon move for health harus terus menerus digalakkan. Serangan jantung mendadak bukan hanya karena pola hidup masyarakat perkotaan. Namun banyak pula yang menyebutkan olah raga sebagai penyebab serangan jantung mendadak, seperti yang terjadi pada sejumlah artis ibu kota meninggal setelah berolahraga.
Namun hal itu dikoreksi oleh Pakar Ilmu Kedokteran Olahraga Universitas Indonesia, dr. Ade Jeanne D. L Tobing. Sebab menurutnya, serangan jantung mendadak sebenarnya sudah memiliki dasar faktor resiko sejak dini, akibat pola hidup yang tak sehat.
"Sebabnya karena olahraga juga salah, tetapi lebih karena ada faktor resiko. Sudah ada resiko kolesterol dan diabetes sebelumnya. Sepak bola dan badminton kan olah raga berubah-ubah, dinamis. Tak benar, disebabkan olahraga. Itu sebagai pemicu saja," ujarnya kepada wartawan di Balaikota Depok belum lama ini.
Hal itu bisa disebabkan faktor genetik, atau juga pola makan dan pola hidup. Jumlah masyarakat Indonesia yang meninggal akibat serangan jantung mendadak, mengalami peningkatan di tahun 2013. Bahkan kini serangan jantung mendadak tersebut dialami manusia usia 20-40 tahun.
"Meski sudah ada penyuluhan untuk hidup sehat, namun kenyataannya kasus orang meninggal karena serangan jantung mendadak meningkat. Untuk angka-angkanya saya tidak tahu persis," tuturnya.
Olah raga tipe aerobik 1 dan 2, kata dia, cocok untuk mengurangi resiko serangan jantung mendadak. Namun olah raga berkompetisi seperti maraton tidak baik untuk mereka.
"Kalau aerobik tipe 1 dan 2 intensitasnya konsisten. Terirama dengan baik. Olah raga kompetisi, sport enggak bisa. Karena seperti sepak bola, itu kan emosional, membentuk gumpalan darah. Intensitasnya berat," tutupnya.
(stb)