Ahok tuding World Bank pakai cara komunis
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menuding World Bank menggunakan cara komunis dalam melakukan kerjasama dengan Pemerntah Provinsi DKI Jakarta.
"Ya, tidak mau ganti uang. Kenapa Bank Dunia mendikte kita untuk ganti uang. Kamu ngajarin jadi komunis namanya. Bukan tanah kamu, kamu dudukin. Enggak betul itu. Enggak mau. Itu peraturan dari mana?" ujar Ahok setengah emosi, di Balai Kota DKI, Jakarta, Jumat (5/4/2013).
Ditambahkan mantan Bupati Belitung Timur itu, sistem ganti rugi yang harus dibayar Pemprov DKI kepada warga yang menempati bantaran sungai dianggap merugikan. Pasalnya, tanah tersebut pada dasarnya milik negara. Sedangkan, Bank Dunia meminta Pemprov DKI mengganti rugi tanah-tanah yang ditempati mereka.
"Kita tidak suka kan ngajarin orang yang tinggal di bantaran sungai diganti rugi dengan uang itu. Kita punya konsep, punya rusun harus pindah," paparnya.
Dia melanjutkan, untuk meringankan beban warga, Pemprov DKI telah menyediakan tempat tinggal bagi mereka. Warga yang tinggal di bantaran sungai bisa pindah untuk menempati rusun yang dibangun Pemprov DKI.
Namun begitu, dia menuturkan, warga yang tinggal di bantaran sungai tidak serta merta diusir begitu saja. Pemprov DKI tetap memikirkan nasib mereka dengan memberikan tempat tinggal yang layak di rumah susun. Cara itu, dinilai pancasilais.
Sedang, jika mengusir begitu saja tanpa memberi tempat layak, apalagi menguntungkan orang kaya, dia sebut kapitalis. "Tidak betul saya bilang usir, yang betul itu menyediakan rumah layak bagi warga bantaran sungai. Itu baru namanya pancasilais. Kalau kita usir, bangun untuk yang kaya saja, namanya kapitalis," imbuhnya.
"Ya, tidak mau ganti uang. Kenapa Bank Dunia mendikte kita untuk ganti uang. Kamu ngajarin jadi komunis namanya. Bukan tanah kamu, kamu dudukin. Enggak betul itu. Enggak mau. Itu peraturan dari mana?" ujar Ahok setengah emosi, di Balai Kota DKI, Jakarta, Jumat (5/4/2013).
Ditambahkan mantan Bupati Belitung Timur itu, sistem ganti rugi yang harus dibayar Pemprov DKI kepada warga yang menempati bantaran sungai dianggap merugikan. Pasalnya, tanah tersebut pada dasarnya milik negara. Sedangkan, Bank Dunia meminta Pemprov DKI mengganti rugi tanah-tanah yang ditempati mereka.
"Kita tidak suka kan ngajarin orang yang tinggal di bantaran sungai diganti rugi dengan uang itu. Kita punya konsep, punya rusun harus pindah," paparnya.
Dia melanjutkan, untuk meringankan beban warga, Pemprov DKI telah menyediakan tempat tinggal bagi mereka. Warga yang tinggal di bantaran sungai bisa pindah untuk menempati rusun yang dibangun Pemprov DKI.
Namun begitu, dia menuturkan, warga yang tinggal di bantaran sungai tidak serta merta diusir begitu saja. Pemprov DKI tetap memikirkan nasib mereka dengan memberikan tempat tinggal yang layak di rumah susun. Cara itu, dinilai pancasilais.
Sedang, jika mengusir begitu saja tanpa memberi tempat layak, apalagi menguntungkan orang kaya, dia sebut kapitalis. "Tidak betul saya bilang usir, yang betul itu menyediakan rumah layak bagi warga bantaran sungai. Itu baru namanya pancasilais. Kalau kita usir, bangun untuk yang kaya saja, namanya kapitalis," imbuhnya.
(san)