Jakarta Selatan jadi tempat favorit imigran asing
A
A
A
Sindonews.com - Lingkungan dan kawasan strategis yang dimiliki wilayah Jakarta Selatan, ternyata menjadi daya tarik sendiri bagi kaum imigran asing. Berdasarkan data Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, dari 6.700 WNA yang menetap di Jakarta Selatan, 10 persen di antaranya merupakan imigran ilegal.
"Wilayah Jakarta Selatan menjadi tempat idaman WNA, yang saat ini sudah berjunlah 6.700 orang," kata Kepala Imigrasi Jakarta Selatan, Sumadi Maryoto kepada Sindonews.com, Minggu (31/03/2013).
Maryoto menjelaskan, alasan WNA lebih memilih tinggal di Jakarta Selatan, karena faktor lingkungannya yang terbilang strategis dan ramai sebagai sebuah kawasan. Di wilayah Jakarta Selatan terdapat banyak pemukiman, tempat penginapan dan juga pusat hiburan.
"Misalnya seperti di kawasan Kemang dan pusat perbelanjaan di Pondok Indah. Selain itu, banyak juga yang melirik Kalibata sebagai tempat tinggal," terangnya.
Kebanyakan dari WNA di wilayah ini, kata Maryoto, bekerja di Indonesia. Beberapa di antara mereka ada yang bekerja menjadi tenaga profesional, buruh, bahkan tenaga kerja kelas dua. Negara sendiri bisa mengambil keuntungan dengan kondisi ini, karena banyak pajak yang dikutip dari pekerjaan mereka.
"Pemerintah tetap harus perhatikan faktor sosial juga. Sebab, keberadaan WNA ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial warga lokal," tukasnya.
"Wilayah Jakarta Selatan menjadi tempat idaman WNA, yang saat ini sudah berjunlah 6.700 orang," kata Kepala Imigrasi Jakarta Selatan, Sumadi Maryoto kepada Sindonews.com, Minggu (31/03/2013).
Maryoto menjelaskan, alasan WNA lebih memilih tinggal di Jakarta Selatan, karena faktor lingkungannya yang terbilang strategis dan ramai sebagai sebuah kawasan. Di wilayah Jakarta Selatan terdapat banyak pemukiman, tempat penginapan dan juga pusat hiburan.
"Misalnya seperti di kawasan Kemang dan pusat perbelanjaan di Pondok Indah. Selain itu, banyak juga yang melirik Kalibata sebagai tempat tinggal," terangnya.
Kebanyakan dari WNA di wilayah ini, kata Maryoto, bekerja di Indonesia. Beberapa di antara mereka ada yang bekerja menjadi tenaga profesional, buruh, bahkan tenaga kerja kelas dua. Negara sendiri bisa mengambil keuntungan dengan kondisi ini, karena banyak pajak yang dikutip dari pekerjaan mereka.
"Pemerintah tetap harus perhatikan faktor sosial juga. Sebab, keberadaan WNA ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial warga lokal," tukasnya.
(stb)