Pungutan e-KTP di Depok ilegal
A
A
A
Sindonews.com - Warga Depok mengeluhkan pungutan liar saat mengambil kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Di sejumlah kelurahan, warga diminta mengisi kotak dari kardus usai menukar KTP lama dengan e-KTP.
Seperti yang menimpa Adam, warga Villa Pertiwi, Sukamaju, Sukmajaya, Depok. Saat menebus tiga KTP di keluruhan, dia harus menyisipkan uang tip di kardus yang letaknya di meja salah satu staf kelurahan. Kardus bekas mie instan itu dibiarkan di meja pegawai kelurahan.
Adam menuturkan, saat datang ke kelurahan, dirinya langsung menukar KTP di depan salah satu pegawai. Dengan cara mengisi formulir penggantian KTP kemudian petugas menukarkan KTP lama yang dibawanya. "Lalu ada kotak yang disodorkan ke saya. Karena nggak enak ya terpaksa saya ngasih," kata Adam, Selasa (19/2/2013).
Dia mengaku, heran untuk apa uang tersebut diminta. Namun, dia tidak sempat menanyakan hal itu ke petugas karena tidak mau berurusan lebih lanjut dengan petugas. "Dalam hati saya heran tapi malas ribut sama petugas. Jadi saya kasih Rp5.000 saja," terangnya.
Keluhan serupa diungkapkan Ferry Sinaga (34), warga Kampung Lio, RT 002/RW 004, Depok, Pancoran Mas. Dia menceritakan, harus memberikan uang Rp50.000. Uang itu dimasukkan dalam kardus usai mengambil e-KTP. Sebelum diserahkan, dirinya harus tanda tangan untuk mendapatkan identitasnya dari kelurahan setempat.
"Sebelum tanda tangan, saya disuruh bayar. Kalau tidak dikasih, ada anak PKL yang kejar saya pakai kotak," katanya.
Dia menambahkan, tentang dasar hukum pemungutan itu. Namun, anak PKL itu hanya menjawab bahwa dia hanya disuruh oleh petugas kelurahan. Dia pun meminta bukti pembayaran. "Saya nggak mau bayar gitu aja. Makanya saya minta kuitansi," tukasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Kependudukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Depok Epi Yanti mengatakan, tidak ada biaya untuk penggantian KTP menjadi e-KTP. Jika ada yang memungut maka itu tidak resmi. "Untuk itu saya perlu bukti. Selama sesuai prosedur, semua gratis," tegasnya.
Dia melanjutkan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun 2007 tentang Administrasi Kependudukan, ada tiga hal yang dikenakan denda perihal kependudukan. Pertama, perpanjangan KTP yang terlambat, kemudian pengajuan atau laporan KTP pemula pada tanggal yang sudah lewat.
Ketiga, perihal perubahan data dalam Kartu Keluarga (KK) diluar masa yang telah ditentukan. Misalnya, ada pelaporan anggota keluarga yang meninggal lebih dari 30 hari atau penambahan anggota baru lahir yang lebih dari 60 hari.
"Jika tidak melampaui batas ketentuan ya tidak ada denda. Untuk kasus pungutan e-KTP sama sekali tidak dibenarkan. Kami memang kesulitan melakukan pemantauan ketiap kelurahan karena dari 63 kelurahan, ketika kami datangi ternyata kotaknya sudah tidak ada," akunya.
Untuk itu dia meminta agar warga memberikan fakta dan data yang valid sebagai bukti sehingga oknum kelurahan yang melanggar dapat dikenakan sanksi. "Kalau ada buktinya serahkan pada kami. Sehingga kami memiliki bukti konkrit," tukas Epi.
Ketentuan mengenai denda itu tertera dalam Perda No 5 Tahun 2007 pasal 79 yang menjelaskan, tiap penduduk yang melaporkan di luar ketentuan waktu dikenakan sanksi. Dan pasal 50 yang menjelaskan, tiap warga yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah wajib memiliki KTP.
Sedangkan, untuk penggantian KTP yang hilang atau rusak dikenakan retribusi sebesar Rp 30.000 sesuai Perda No 8 Tahun 2012 tentang Retribusi dan Akta Catatan Sipil.
Seperti yang menimpa Adam, warga Villa Pertiwi, Sukamaju, Sukmajaya, Depok. Saat menebus tiga KTP di keluruhan, dia harus menyisipkan uang tip di kardus yang letaknya di meja salah satu staf kelurahan. Kardus bekas mie instan itu dibiarkan di meja pegawai kelurahan.
Adam menuturkan, saat datang ke kelurahan, dirinya langsung menukar KTP di depan salah satu pegawai. Dengan cara mengisi formulir penggantian KTP kemudian petugas menukarkan KTP lama yang dibawanya. "Lalu ada kotak yang disodorkan ke saya. Karena nggak enak ya terpaksa saya ngasih," kata Adam, Selasa (19/2/2013).
Dia mengaku, heran untuk apa uang tersebut diminta. Namun, dia tidak sempat menanyakan hal itu ke petugas karena tidak mau berurusan lebih lanjut dengan petugas. "Dalam hati saya heran tapi malas ribut sama petugas. Jadi saya kasih Rp5.000 saja," terangnya.
Keluhan serupa diungkapkan Ferry Sinaga (34), warga Kampung Lio, RT 002/RW 004, Depok, Pancoran Mas. Dia menceritakan, harus memberikan uang Rp50.000. Uang itu dimasukkan dalam kardus usai mengambil e-KTP. Sebelum diserahkan, dirinya harus tanda tangan untuk mendapatkan identitasnya dari kelurahan setempat.
"Sebelum tanda tangan, saya disuruh bayar. Kalau tidak dikasih, ada anak PKL yang kejar saya pakai kotak," katanya.
Dia menambahkan, tentang dasar hukum pemungutan itu. Namun, anak PKL itu hanya menjawab bahwa dia hanya disuruh oleh petugas kelurahan. Dia pun meminta bukti pembayaran. "Saya nggak mau bayar gitu aja. Makanya saya minta kuitansi," tukasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Kependudukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Depok Epi Yanti mengatakan, tidak ada biaya untuk penggantian KTP menjadi e-KTP. Jika ada yang memungut maka itu tidak resmi. "Untuk itu saya perlu bukti. Selama sesuai prosedur, semua gratis," tegasnya.
Dia melanjutkan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun 2007 tentang Administrasi Kependudukan, ada tiga hal yang dikenakan denda perihal kependudukan. Pertama, perpanjangan KTP yang terlambat, kemudian pengajuan atau laporan KTP pemula pada tanggal yang sudah lewat.
Ketiga, perihal perubahan data dalam Kartu Keluarga (KK) diluar masa yang telah ditentukan. Misalnya, ada pelaporan anggota keluarga yang meninggal lebih dari 30 hari atau penambahan anggota baru lahir yang lebih dari 60 hari.
"Jika tidak melampaui batas ketentuan ya tidak ada denda. Untuk kasus pungutan e-KTP sama sekali tidak dibenarkan. Kami memang kesulitan melakukan pemantauan ketiap kelurahan karena dari 63 kelurahan, ketika kami datangi ternyata kotaknya sudah tidak ada," akunya.
Untuk itu dia meminta agar warga memberikan fakta dan data yang valid sebagai bukti sehingga oknum kelurahan yang melanggar dapat dikenakan sanksi. "Kalau ada buktinya serahkan pada kami. Sehingga kami memiliki bukti konkrit," tukas Epi.
Ketentuan mengenai denda itu tertera dalam Perda No 5 Tahun 2007 pasal 79 yang menjelaskan, tiap penduduk yang melaporkan di luar ketentuan waktu dikenakan sanksi. Dan pasal 50 yang menjelaskan, tiap warga yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah wajib memiliki KTP.
Sedangkan, untuk penggantian KTP yang hilang atau rusak dikenakan retribusi sebesar Rp 30.000 sesuai Perda No 8 Tahun 2012 tentang Retribusi dan Akta Catatan Sipil.
(san)