Banjir Jakarta untungkan bisnis properti di Depok
A
A
A
Sindonews.com - Depok, menjadi kota yang subur akan perkembangan dunia properti. Karena itu, wajar jika Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi sumber pemasukan kas daerah terbesar.
Bencana banjir di Jakarta, diyakini akan mendorong warga ibu kota beramai-ramai menjual rumahnya dan memilih tinggal di kota pinggiran, salah satunya Depok. Tentunya, menjadi berkah tersendiri bagi perkembangan properti di Depok sebagai bagian wilayah hulu sebelum Jakarta.
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset Doddy Setiadi mengatakan dengan banyaknya kejadian banjir di Jakarta, akan membuat rumah di Depok laku keras. Tentunya akan berpengaruh mendongkrak pajak BPHTB menjadi tinggi lagi.
"Akan banyak warga pindah ke Depok. Bagi Kota Depok, masalah di Jakarta, untungnya di Depok, bagi perkembangan rumah di Depok. Trendnya sangat optimis sekali. Pilihan pindah ke pinggiran. Kelas menengah ke atas," ujarnya kepada wartawan, Minggu (27/1/2013).
Doddy menambahkan, dampak itu secara otomatis akan meningkatkan pajak BPHTB bagi para pengembang yang akan membangun perumahan di Depok. Apalagi saat ini, perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mewajibkan pengembang membuat perumahan minimal tanah 120 meter persegi per unit. Hal itu tentu semakin membuat pajak BPHTB yang masuk ke kas daerah meningkat.
"Banyak yang bilang perda itu untuk tingkatkan BPHTB, tapi kan itu secara otomatis memang akan meningkat. Padahal perda itu dibuat demi mendukung Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dengan mempertimbangkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), pasti ada sisa tanah lebih," paparnya.
Saat ini, kata Doddy, harga rumah dengan tipe 36/72 saja sudah di kisaran harga Rp250-Rp300 juta. Bayangkan jika perda tersebut sudah diberlakukan, dengan minimal luas tanah di Depok 120 meter persegi per unit rumah, maka harga rumah di Depok kedepan bisa di kisaran Rp500 juta keatas.
"Alasan logis. Pada saat tanah 120, bangunan harganya Rp400-Rp 500 juta. Tanah memang harus dibatasi, sehingga tidak semua orang bisa pindah ke Depok, tapi saya tetap optimis geliat properti tetap laku, karena Jakarta banjir," ungkapnya.
Sebelumnya pengembang perumahan di Depok bersama-sama memprotes kebijakan tersebut ke DPRD Depok. Sebab, dengan adanya perda tersebut, nantinya hanya orang kaya saja yang bisa membeli rumah di Depok.
Bencana banjir di Jakarta, diyakini akan mendorong warga ibu kota beramai-ramai menjual rumahnya dan memilih tinggal di kota pinggiran, salah satunya Depok. Tentunya, menjadi berkah tersendiri bagi perkembangan properti di Depok sebagai bagian wilayah hulu sebelum Jakarta.
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset Doddy Setiadi mengatakan dengan banyaknya kejadian banjir di Jakarta, akan membuat rumah di Depok laku keras. Tentunya akan berpengaruh mendongkrak pajak BPHTB menjadi tinggi lagi.
"Akan banyak warga pindah ke Depok. Bagi Kota Depok, masalah di Jakarta, untungnya di Depok, bagi perkembangan rumah di Depok. Trendnya sangat optimis sekali. Pilihan pindah ke pinggiran. Kelas menengah ke atas," ujarnya kepada wartawan, Minggu (27/1/2013).
Doddy menambahkan, dampak itu secara otomatis akan meningkatkan pajak BPHTB bagi para pengembang yang akan membangun perumahan di Depok. Apalagi saat ini, perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mewajibkan pengembang membuat perumahan minimal tanah 120 meter persegi per unit. Hal itu tentu semakin membuat pajak BPHTB yang masuk ke kas daerah meningkat.
"Banyak yang bilang perda itu untuk tingkatkan BPHTB, tapi kan itu secara otomatis memang akan meningkat. Padahal perda itu dibuat demi mendukung Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dengan mempertimbangkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), pasti ada sisa tanah lebih," paparnya.
Saat ini, kata Doddy, harga rumah dengan tipe 36/72 saja sudah di kisaran harga Rp250-Rp300 juta. Bayangkan jika perda tersebut sudah diberlakukan, dengan minimal luas tanah di Depok 120 meter persegi per unit rumah, maka harga rumah di Depok kedepan bisa di kisaran Rp500 juta keatas.
"Alasan logis. Pada saat tanah 120, bangunan harganya Rp400-Rp 500 juta. Tanah memang harus dibatasi, sehingga tidak semua orang bisa pindah ke Depok, tapi saya tetap optimis geliat properti tetap laku, karena Jakarta banjir," ungkapnya.
Sebelumnya pengembang perumahan di Depok bersama-sama memprotes kebijakan tersebut ke DPRD Depok. Sebab, dengan adanya perda tersebut, nantinya hanya orang kaya saja yang bisa membeli rumah di Depok.
(san)