Penggusuran PKL, SBY tutup mata
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tengah menutup mata atas kasus pembongkaran Pedagang Kaki Lima (PKL) yang saat ini marak dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di sejumlah stasiun.
Menurut anggota Divisi Advokasi LBH Jakarta Arif Maulana, Presiden SBY dinilai harus mengambil sikap agar kekisruhan yang terjadi tak semakin meluas.
"Presiden SBY harus memperhatikan hal ini, karena kebijakan ini berawal dari peraturan presiden yang menyebutkan penataan stasiun kereta api," jelas Arif kepada Sindonews, Senin (14/1/2013).
Menurut Arif, sikap presiden yang dingin tersebut juga diikuti dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT KAI yang seolah cuek dan tak memiliki pemahaman yang terbuka atas peraturan presiden tersebut.
"Mereka salah dalam pemahaman, SBY itu menyebut untuk melakukan penataan, bukan pembongkaran. Jangan dijadikan hal ini sebagai landasan untuk melakukan tindakan kesewenang-wenangan," jelasnya.
Sebelumnya, pembongkaran kios Pedagang Kaki Lima (PKL) di Stasiun Pondok Cina, Beji, Depok, berlangsung ricuh. Lantaran tak bisa menunjukkan surat penggusuran, petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) terlibat bentrok dengan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan pedagang.
Aksi bentrokan bermula ketika pembongkaran tengah dilakukan pegawai PT KAI yang dibantu petugas keamanan. Ketika mahasiswa menghadang pembongkaran dan menanyakan surat pembongkaran, petugas PT KAI yang tidak bisa menunjukkan lalu melakukan pemukulan dengan pentungan.
Akibatnya bentrokan pecah di pintu masuk alternatif antara kampus UI dengan Stasiun Pondok Cina. Kemudian, bentrok meluas. Karena mahasiswa tidak terima rekan mereka dipukul dan menyerang balik ke stasiun. Sesampainya di sana, mahasiswa kembali terlibat bentrok. Kericuhan inipun akhirnya membuat aktivitas perjalanan kereta api lumpuh total.
Menurut anggota Divisi Advokasi LBH Jakarta Arif Maulana, Presiden SBY dinilai harus mengambil sikap agar kekisruhan yang terjadi tak semakin meluas.
"Presiden SBY harus memperhatikan hal ini, karena kebijakan ini berawal dari peraturan presiden yang menyebutkan penataan stasiun kereta api," jelas Arif kepada Sindonews, Senin (14/1/2013).
Menurut Arif, sikap presiden yang dingin tersebut juga diikuti dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT KAI yang seolah cuek dan tak memiliki pemahaman yang terbuka atas peraturan presiden tersebut.
"Mereka salah dalam pemahaman, SBY itu menyebut untuk melakukan penataan, bukan pembongkaran. Jangan dijadikan hal ini sebagai landasan untuk melakukan tindakan kesewenang-wenangan," jelasnya.
Sebelumnya, pembongkaran kios Pedagang Kaki Lima (PKL) di Stasiun Pondok Cina, Beji, Depok, berlangsung ricuh. Lantaran tak bisa menunjukkan surat penggusuran, petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) terlibat bentrok dengan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan pedagang.
Aksi bentrokan bermula ketika pembongkaran tengah dilakukan pegawai PT KAI yang dibantu petugas keamanan. Ketika mahasiswa menghadang pembongkaran dan menanyakan surat pembongkaran, petugas PT KAI yang tidak bisa menunjukkan lalu melakukan pemukulan dengan pentungan.
Akibatnya bentrokan pecah di pintu masuk alternatif antara kampus UI dengan Stasiun Pondok Cina. Kemudian, bentrok meluas. Karena mahasiswa tidak terima rekan mereka dipukul dan menyerang balik ke stasiun. Sesampainya di sana, mahasiswa kembali terlibat bentrok. Kericuhan inipun akhirnya membuat aktivitas perjalanan kereta api lumpuh total.
(rsa)