Inilah modus penipuan sertifikat akta tanah
A
A
A
Sindonews.com - Kapolres Bogor AKBP Bahtiar Ujang Purnama menjelaskan, modus operandi sindikat ini dengan cara menawarkan tanah di dua lokasi kepada korbannya. SF yang masih buron, yang bertugas menawarkan tanah tersebut.
Dua lokasi tanah itu terdapat di Kelurahan Bojongkerta, Bogor Selatan, Kota Bogor dengan luas tanah 30.000m2, seharga Rp600 juta dan lokasi kedua di kawasan Puncak, Desa Citeko, Cisarua, Kabupaten Bogor seluas 31.000m2 seharga Rp217 juta.
"Karena sudah diyakinkan dengan melihat lokasi, ditunjukan bukti AJB No.345/2012, dan surat-surat tanah dianggap lengkap, maka korban dengan pelaku melakukan transaksi dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan aparat berwenang yang sebetulnya itu semua palsu dan rekan pelaku juga," kata Kapolres Bogor AKBP Bahtiar Ujang Purnama. Kamis (3/1/2013).
Maka korban, lanjut AKBP Bahtiar sepakat, untuk bertransaksi dihadapan notaris/PPAT dilakukan dengan pembayaran uang muka sebesar Rp107 juta, untuk tanah yang berada di Bogor Selatan.
"Untuk tanah yang di Puncak pembayaran uang mukanya Rp45 juta. Namun setelah di cek ke kantor Kecamatan dan BPN setempat, surat-surat dan bukti autentik yang ditunjukan pelaku, tidak terdaftar alias palsu," katanya.
Sementara itu Kepala Satreskrim Polres Bogor Kota AKP Didik Purwanto menambahkan, 15 pelaku lainnya masih buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yang hingga saat ini masih dalam pengejaran.
"15 pelaku lainnya ini masing-masing memiliki peran berbeda-beda mulai dari sebagai, pemilik tanah, notaris, kepala desa, ahli waris, lurah, ketua RT, hingga tukang potong rumput," katanya.
Setelah dilakukan pendalaman lanjut dia, ternyata para pelaku sudah menjual beberapa bidang tanah milik orang lain di 17 lokasi berbeda. Akibat perbuatan para pelaku, korban dirugikan sekitar Rp152 juta dari seluruh kerugian Rp1,3 miliar, atas pembayaran tanah yang sudah dibelinya di sekitar 17 lokasi di Kota/kabupaten Bogor.
"Dari tangan para tersangka kita berhasil menyita, sejumlah barang bukti berupa surat-surat akta jual beli, sertifikat tanah, dan kwitansi palsu," katanya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya para pelaku akan dijerat pasal 264, 263 dan 378 KUHP dengan ancaman hukuman 4 hingga 8 tahun penjara.
Dua lokasi tanah itu terdapat di Kelurahan Bojongkerta, Bogor Selatan, Kota Bogor dengan luas tanah 30.000m2, seharga Rp600 juta dan lokasi kedua di kawasan Puncak, Desa Citeko, Cisarua, Kabupaten Bogor seluas 31.000m2 seharga Rp217 juta.
"Karena sudah diyakinkan dengan melihat lokasi, ditunjukan bukti AJB No.345/2012, dan surat-surat tanah dianggap lengkap, maka korban dengan pelaku melakukan transaksi dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan aparat berwenang yang sebetulnya itu semua palsu dan rekan pelaku juga," kata Kapolres Bogor AKBP Bahtiar Ujang Purnama. Kamis (3/1/2013).
Maka korban, lanjut AKBP Bahtiar sepakat, untuk bertransaksi dihadapan notaris/PPAT dilakukan dengan pembayaran uang muka sebesar Rp107 juta, untuk tanah yang berada di Bogor Selatan.
"Untuk tanah yang di Puncak pembayaran uang mukanya Rp45 juta. Namun setelah di cek ke kantor Kecamatan dan BPN setempat, surat-surat dan bukti autentik yang ditunjukan pelaku, tidak terdaftar alias palsu," katanya.
Sementara itu Kepala Satreskrim Polres Bogor Kota AKP Didik Purwanto menambahkan, 15 pelaku lainnya masih buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yang hingga saat ini masih dalam pengejaran.
"15 pelaku lainnya ini masing-masing memiliki peran berbeda-beda mulai dari sebagai, pemilik tanah, notaris, kepala desa, ahli waris, lurah, ketua RT, hingga tukang potong rumput," katanya.
Setelah dilakukan pendalaman lanjut dia, ternyata para pelaku sudah menjual beberapa bidang tanah milik orang lain di 17 lokasi berbeda. Akibat perbuatan para pelaku, korban dirugikan sekitar Rp152 juta dari seluruh kerugian Rp1,3 miliar, atas pembayaran tanah yang sudah dibelinya di sekitar 17 lokasi di Kota/kabupaten Bogor.
"Dari tangan para tersangka kita berhasil menyita, sejumlah barang bukti berupa surat-surat akta jual beli, sertifikat tanah, dan kwitansi palsu," katanya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya para pelaku akan dijerat pasal 264, 263 dan 378 KUHP dengan ancaman hukuman 4 hingga 8 tahun penjara.
(stb)