4 Parpol pendukung Jokowi pindah ke Foke, ini alasannya

Kamis, 28 Juni 2012 - 17:46 WIB
4 Parpol pendukung Jokowi...
4 Parpol pendukung Jokowi pindah ke Foke, ini alasannya
A A A
Sindonews.com - Dalam politik tidak ada lawan ataupun kawan, hanya kepentingan. Sepertinya ungkapan itulah yang tercermin dalam peta politik Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Empat partai pendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki T Purnama (Ahok) mengalihkan dukungan.

Empat partai itu adalah partai Barisan Nasional (Barnas), Partai Demokrasi Nasional (PDN), Partai Karya Perjuangan (PKP) dan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN). Memang dalam politik semua menjadi mungkin, kawan menjadi lawan. Sebaliknya, lawan menjadi kawan. Sebelum mengalihkan dukungan, empat partai itu memuji Jokowi sebagai gubernur ideal, karena dinilai berhasil menorehkan banyak prestasi.

Namun sekarang mereka balik menyerang dan menjelek-jelekkan Jokowi. Seperti diungkapkan Ketua PKP Donny R Lumingas misalnya. Menurutnya, ada empat alasan kenapa partainya tiba-tiba mengalihkan dukungannya dari Jokowi ke Fauzi Bowo.

"Pertama, penilaian terhadap sosok calon tidak hanya sebatas melulu pada pencitraan yang dibangun. Tapi harus lebih dalam menyangkut integritas, kemampuan, pengalaman dan komitmen cagub dan cawagub dalam mengatasi sejumlah permasalahan di Jakarta dan komitmen terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat," ujar Donny di posko pemenangan Foke-Nara, jalan Diponegoro No.61, Jakarta Pusat, Kamis (28/6/2012).

Ditambahkan dia, sikap Jokowi yang dalam masa kampanye yang terlalu lama meninggalkan rakyat Solo dianggap tidak bertanggungjawab.

"Cuti panjang yang dilakukan seorang kepala daerah dan meninggalkan posisi sebagai wakil rakyat di DPR untuk mengejar posisi politik lainnya adalah salah satu bentuk ketidakpedulian, ketidakkomitmenan dan ketidakamanahan terhadap suara rakyat yang telah dipinggul oleh seseorang. Ini adalah suara yang bergema kencang setelah pencalonan dilangsungkan," tndasnya.

Ditambahkannya, isu dan program yang ditawarkan oleh pasangan Jokowi-Ahok juga tidak lebih baik dari Foke-Nara. Bahkan terkesan duplikasi dari sejumlah program yang sudah direncanakan Foke selama menjabat gubernur. Atas dasar itulah, pihaknya mengalihkan dukungan. Hal itu untuk menghindari gap dalam kelanjutan program pembangunan yang telah direncanakan dan sedang direncanakan.

"Seperti yang sering terjadi, setiap pergantian pemimpin terjadi pula pergantian kebijakan," tambahnya.

Sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta dapat dikatakan miniatur Indonesia. Jakarta memiliki karakteristik sosial budaya, jumlah penduduk dengan wilayah terbatas, serta masalah yang sangat jauh berbeda dibanding Provinsi lain di Indonesia.

"Karena itu pemimpinnya tak hanya sekedar paham, tak hanya sekedar baik, dan tak hanya sekedar mampu. Tapi pemimpin DKI harus benar-benar punya pengalaman dan terbaik dari yang baik serta berkomitmen penuh menyelesaikan masalah di DKI," imbuhnya.

Figur Foke dengan pengalaman karir dibirokrasi, katanya, bisa diibaratkan sebagai dokter yang telah memahami benar penyakit pasiennya, karena sudah lama mengenal dan terlibat dalam penyelesaian masalah di DKI Jakarta.

Lebih lanjut, dia menuturkan, tak dipungkiri masih banyak masalah pembangunan yang terjadi di DKI. Tapi sesungguhnya masalah tersebut bukan tidak ditangani, tetap sedang ditangani. Namun memang dibutuhkan waktu dan proses untuk menuntaskan semua masalah tersebut.

"Apa yang dilakukan Fauzi Bowo pada periode pertama masih on the track sehingga tak ada salahnya kalau diberi kesempatan satu periode lagi," katanya.

Perpaduan birokrat dan politisi atau purnawirawan TNI, lanjut dia, merupakan perpaduan serasi yang bisa saling mengisi dalam pelaksanaan pembangunan di DKI.

"Dalam pandangan kami semua kandidat baik sesuai kapasitasnya masing-masing, tapi untuk DKI Jakarta masih Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang terbaik dan nomor satu," pungkasnya. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7216 seconds (0.1#10.140)