Gunung sejuta jebakan

Kamis, 10 Mei 2012 - 08:42 WIB
Gunung sejuta jebakan
Gunung sejuta jebakan
A A A
Sindonews.com - Gunung Salak, Bogor, kembali menelan korban. Kali ini menimpa pesawat komersial Sukhoi jenis Superjet 100. Pesawat buatan Rusia yang berangkat dari Bandara Halim Perdanakusumah untuk melakukan tes terbang ini terakhir mengadakan kontak pada pukul 14.33 WIB di sekitar Gunung Salak I dengan ketinggian sekitar 6.000 sampai dengan 7.000 kaki.

Sebelumnya, Aleksandr Yablontsev, sang pilot yang berasal dari Rusia, menghubungi traffic control Bandara Soekarno-Hatta. Dia mengabarkan pesawat yang membawa 46 orang penumpang itu berada di atas ketinggian 10.000 kaki. Kemudian, Yablontsev meminta izin untuk turun ke ketinggian 6.000 kaki saat posisinya 10 nautical mile dari Atang Sanjaya, Bogor. Setelah itu, tak ada kontak lagi.

Peristiwa ini menambah panjang daftar pesawat terbang yang mengalami kecelakaan di Gunung Salak. Pada Juni 2008, pesawat angkut milik TNI Angkatan Udara jenis Casa NC 212-200 jatuh di dasar jurang hutan Tegal Lilin di lereng Gunung Salak, Desa Cibitung, Kecamatan Tenjolaya, yang menewaskan 18 penumpang.

Pesawat mengalami kecelakaan saat melakukan penerbangan dari Lanud Halim Perdanakusumah ke Lanud Atang Sanjaya, Bogor, ketika menjalankan misi pelatihan terhadap penggunaan kamera digital udara yang baru.

Pesawat bernomor registrasi A2106 dari Skuadron 4 Lanud Abdurahman Saleh, Malang, Jawa Timur, itu lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusumah sekitar pukul 10.00 WIB. Setengah jam kemudian, pesawat tidak bisa dihubungi menara pengawas.

Saat itu,Komite Nasional Keselamatan dan Transportasi menduga karakter lokasi dan hutan di Gunung Salak yang tiba-tiba sering muncul awan menjadi penyebab jatuhnya pesawat Cassa.

Meski Gunung Salak tidak setinggi Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang berada di dekatnya,gunung setinggi 2.221 m di atas permukaan laut (dpl) itu terkenal dengan tingkat kesulitannya untuk pendakian.

Tapi, gunung berapi yang memiliki beberapa puncak, di antaranya Puncak Salak I (2.211 m dpl) dan Salak II (2.180 m dpl), dan Puncak Sumbul (1.926 m dpl), berdasarkan kepercayaan masyarakat sekitar menyimpan sejumlah mitos yang mengakar kuat.

Apalagi, bagi masyarakat Sunda wiwitan kawasan Gunung Salak dinilai suci karena dianggap sebagai tempat terakhir Prabu Siliwangi, pendiri kerajaan Padjajaran yang dikenal dengan gelar Sri Baduga Maharaja. Karena itu, tidak jarang para “peziarah” sering mengunjungi Gunung Salak. Tujuannya untuk meminta berkah. Malah, di kawasan ini juga dikenal adanya ritual perkawinan manusia dengan jin.

Tak aneh jika di Gunung Salak dijumpai berbagai situs pemujaan atau tempat keramat. Mulai dari patung pemujaan hingga makam keramat Embah Gunung Salak yang dipercaya masyarakat setempat.

Pada 2005, Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Tamansari Gunung Salak yang dinilai sebagai pura terbesar di Pulau Jawa berdiri di Desa Taman Sari. Pendirian pura ini karena diyakini kerajaan Hindu di tanah Sunda, Padjadjaran, pernah berdiri di sini dengan ibu kota Pakuan.

Karena itu, kawasan sekitar Gunung Salak dianggap suci bagi kalangan masyarakat Sunda wiwitan. Kepercayaan lain yang juga kuat mengakar di masyarakat sekitar Gunung Salak ialah tempat ini dipercaya menjadi lokasi penyimpanan harta karun peninggalan Belanda.

Harta itu berupa emas murni yang dimasukkan di dalam peti yang dikubur di empat titik terpisah di area Gunung Salak. Gunung Salak juga dikenal sebagai tempat yang menyimpan banyak “jebakan”di areal punggung.

Di Kawah Ratu misalnya, terdapat gas alam beracun belerang aktif yang menyembur dari seluruh celah tanah. Di samping itu, cuaca di sekitar Gunung Salak sangat sulit ditebak. Kawasan Gunung Salak selalu diselimuti kabut.

Tapi, hanya dalam hitungan beberapa menit kabut bisa lindap. Tidak jarang, hujan tiba-tiba turun meski cuaca cerah. Belum lagi keberadaan jurang berbentuk V atau dikenal dengan sebutan amphitheatre.

Paling dangkal mencapai 100 meter dan paling dalam 400 meter. Kawasan di wilayah ini juga dikenal rawan longsor. Di kawasan inilah pada April 1987 silam, tujuh siswa STM Pembangunan, Jakarta Timur, ditemukan tewas setelah terperosok ke jurang di Curug Orok yang berkedalaman sekitar 400 meter di punggung gunung berketinggian sekitar 1.600 m.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0460 seconds (0.1#10.140)