KPU harus proaktif tekan angka golput
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Burhanuddin Muhtadi meminta Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) Provinsi DKI Jakarta lebih proaktif dalam menekan angka golput dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012.
"Harus ada strategi jemput bola yang lebih proaktif dari KPUD DKI Jakarta agar angka golput bisa dikurangi proporsinya," ujarnya di Hotel Lummire, Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2012).
Dirinya menuturkan, jika berbicara dari sisi aspek sosiologis, sebenarnya warga golput (Tak memilih/abstein) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) itu bukan karena faktor etnisnya atau bukan karena faktor agamanya.
"Tapi memang etnis Tionghoa dan pemilih non muslim itu cenderung tidak menggunakan haknya karena lebih kepada tingkat pendidikan dan pendapatan warga Tionghoa dan non muslim itu, yang biasanya memang tingkat pendidikan dan pendapatannya baik. Itu yang saya sebut suporious sebenarnya," tambahnya.
Kendati demikian, ia menyarankan kepada pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta agar diadakan rencana yang lebih sistematis untuk mencarter segmen warga seperti demikian.
"Yaitu pemilih dengan tingkat pendidikan menengah keatas dan kemudian dengan etnis Tionghoa dan non muslim. Mereka itu justru yang paling cerewet kalau terkena kemacetan, paling menjengkelkan, paling heboh sendiri di Twitter kalau kepentingan pragmatisnya terganggu. Tapi kalau pas pemilu gak mau datang," tambahnya. (san)
"Harus ada strategi jemput bola yang lebih proaktif dari KPUD DKI Jakarta agar angka golput bisa dikurangi proporsinya," ujarnya di Hotel Lummire, Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2012).
Dirinya menuturkan, jika berbicara dari sisi aspek sosiologis, sebenarnya warga golput (Tak memilih/abstein) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) itu bukan karena faktor etnisnya atau bukan karena faktor agamanya.
"Tapi memang etnis Tionghoa dan pemilih non muslim itu cenderung tidak menggunakan haknya karena lebih kepada tingkat pendidikan dan pendapatan warga Tionghoa dan non muslim itu, yang biasanya memang tingkat pendidikan dan pendapatannya baik. Itu yang saya sebut suporious sebenarnya," tambahnya.
Kendati demikian, ia menyarankan kepada pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta agar diadakan rencana yang lebih sistematis untuk mencarter segmen warga seperti demikian.
"Yaitu pemilih dengan tingkat pendidikan menengah keatas dan kemudian dengan etnis Tionghoa dan non muslim. Mereka itu justru yang paling cerewet kalau terkena kemacetan, paling menjengkelkan, paling heboh sendiri di Twitter kalau kepentingan pragmatisnya terganggu. Tapi kalau pas pemilu gak mau datang," tambahnya. (san)
()