Hidayat: Jangan dikotomi Betawi atau bukan
A
A
A
Sindonews.com - Suhu politik di Jakarta menjelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Juli mendatang mulai terasa panas. Masing-masing partai politik (parpol) mulai melontarkan serangan dan melakukan pengkotak-kotakkan guna memecah belah suara warga Jakarta.
Bakal calon Gubernur DKI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid mulai mencium gelagat tidak sehat tersebut. Pasalnya, dalam aroma pengkotak-kotakkan itu, terdapat unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Saya sangat hormat dengan orang Betawi, Pak Foke dan Pak Nachrowi, dua-duanya dari Betawi. Tapi kita pasti tahu, bahwa Jakarta bukan sekadar dihuni oleh masyarakat Betawi," ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2012).
Menurutnya, isu pengkotak-kotakkan suku dalam Pilgub DKI dapat menjadi kontra produktif dan tidak perlu dipertentangkan. Apalagi, Jakarta merupakan daerah Ibu Kota yang seluruh daerah di Indonesia tertuju ke arahnya.
"Jakarta adalah Ibu Kota Negara, kota metropolitan, justru kontraproduktif kalau mempertentangkan antara Betawi dan non Betawi," terangnya.
Ditambahkan politikus Senayan ini, orang dari luar daerah yang ikut menjadi calon gubernur (cagub) DKI belum tentu mempunyai niatan untuk tidak memajukan Jakarta, apalagi ingin menambah masalah persoalan di Ibu Kota.
"Saya berkeyakinan, bahwa siapapun yang datang ke Jakarta tidak akan mengobok-obok Jakarta. Saya yakin, Joko Widodo (Jokowi) datang ke sini bukan untuk itu. Alex ke sini juga bukan untuk itu. Tapi Jokowi dan alex didatangkan partainya untuk bagaimana kinerja yang mereka miliki di Solo maupun di Sumatera Selatan (Sumsel) mampu diterapkan di Jakarta," tukasnya.
Hidayat sendiri sudah merasa bukan bagian dari luar Jakarta. Sejak 1992 akhir, dia mengaku sudah tinggal di Jakarta. Untuk itu, dia merasa sangat tidak tepat jika kemudian ada pihak yang coba mendikotomikan orang luar yang datang ke Jakarta. (san)
Bakal calon Gubernur DKI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid mulai mencium gelagat tidak sehat tersebut. Pasalnya, dalam aroma pengkotak-kotakkan itu, terdapat unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Saya sangat hormat dengan orang Betawi, Pak Foke dan Pak Nachrowi, dua-duanya dari Betawi. Tapi kita pasti tahu, bahwa Jakarta bukan sekadar dihuni oleh masyarakat Betawi," ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2012).
Menurutnya, isu pengkotak-kotakkan suku dalam Pilgub DKI dapat menjadi kontra produktif dan tidak perlu dipertentangkan. Apalagi, Jakarta merupakan daerah Ibu Kota yang seluruh daerah di Indonesia tertuju ke arahnya.
"Jakarta adalah Ibu Kota Negara, kota metropolitan, justru kontraproduktif kalau mempertentangkan antara Betawi dan non Betawi," terangnya.
Ditambahkan politikus Senayan ini, orang dari luar daerah yang ikut menjadi calon gubernur (cagub) DKI belum tentu mempunyai niatan untuk tidak memajukan Jakarta, apalagi ingin menambah masalah persoalan di Ibu Kota.
"Saya berkeyakinan, bahwa siapapun yang datang ke Jakarta tidak akan mengobok-obok Jakarta. Saya yakin, Joko Widodo (Jokowi) datang ke sini bukan untuk itu. Alex ke sini juga bukan untuk itu. Tapi Jokowi dan alex didatangkan partainya untuk bagaimana kinerja yang mereka miliki di Solo maupun di Sumatera Selatan (Sumsel) mampu diterapkan di Jakarta," tukasnya.
Hidayat sendiri sudah merasa bukan bagian dari luar Jakarta. Sejak 1992 akhir, dia mengaku sudah tinggal di Jakarta. Untuk itu, dia merasa sangat tidak tepat jika kemudian ada pihak yang coba mendikotomikan orang luar yang datang ke Jakarta. (san)
()