Eksekusi tanah warga kompek UIN ditangguhkan
A
A
A
Sindonews.com - Sengketa pertanahan terus terjadi. Bahkan sengketa ini kerap berujung jatuhnya korban akibat terlibat bentrokan. Jumlah korban sengketa tanah belum lama ini terjadi di daerah Mesuji Lampung dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Belum lagi daerah lainnya yang mengalami persoalan yang sama.
Sengketa tanah juga terjadi di sekitar Jakarta. Kali ini sejumlah warga sekitar kompleks Universitas Islam Negeri (UIN) UIN di Rt 4 Rw 14, Pisangan Timur, Tangerang Selatan tengah siap siaga untuk menyambut rencana eksekusi rumahnya dari Pengadilan Negeri Tangerang.
Namun, eksekusi ini ditangguhkan, sebelum diadakan dialog terlebih dahulu antara warga dengan pihak pemohon. "Hari Ini rencananya sita eksekusi, tapi ditangguhkan. Dari pihak termohon eksekusi meminta untuk berdialog dengan pihak Kementerian Agama (Kemenag)," ujar Panitera sita eksekusi, Trino Irawan, usai berdialog dengan termohon di Kantor Kopertais I, Tangerang Selatan, Kamis (9/2/2012).
Upaya penangguhan ini dapat diterima Kemenag yang diwakilkan oleh Anang selaku pihak pemohon. Namun, pihaknya belum dapat memastikan, kapan proses dialog ini akan dilaksanakan. "Masih menunggu konfirmasi," tukas Anang.
Penangguhan ini sejalan dengan keinginan warga. Pasalnya, warga juga belum siap memberikan data yang diinginkan Pengadilan Negeri Tangerang Selatan terkait batas penyitaan tanah yang dianggap tanah negara atas nama Departemen Agama.
Bachri Syafii, warga Jalan Kertamukti No.34, RT 7/17, Pisangan Timur, Ciputat, mengaku siap pasang badan karena merasa bagunan dan tanah yang dia tempat memiliki dokumen resmi. Dia mengaku sudah tinggal 20 tahun di daerah tersebut.
"Hari ini pembacaan berita acara sita eksekusi, rencananya pukul 10, ada sekira 11 rumah yang menjadi sasaran," ucap Bachri.
Merasa memiliki surat kepemilikan legal, dia menegaskan tidak takut dengan eksekusi tersebut. Kendati, untuk menambah rasa aman dia mengaku telah meminta bantuan kepada salah satu ormas kesukuan.
"Kita trauma, jadi kita terpaksa minta tolong mereka. Kita harap tidak terjadi apa-apa. Tapi aksi ini yang paling besar. Kalau kita diam pasti kita diinjak, kalau kita bergerak mereka takut," tegasnya.
Dia menjelaskan tanah yang ditempati warga ini adalah milik Departemen Agama (yang sekarang menjadi Kementerian Agama) dan dikelola oleh Yayasan Pembangunan Madrasah Islam Ikhsan (YPMII). Yayasan ini yang menyediakan rumah untuk para dosen. Namun, karena ada sisa, beberapa bidang tanah dijual kepada warga sekitar. Salah satu warga yang membeli tanah tersebut adalah Bachri.
Seiring berjalannya waktu, ternyata pemilik Yayasan tersangkut masalah dan berujung penyitaan tanah tersebut. "Kita yang kena getahnya," jelasnya.
Sengketa tanah juga terjadi di sekitar Jakarta. Kali ini sejumlah warga sekitar kompleks Universitas Islam Negeri (UIN) UIN di Rt 4 Rw 14, Pisangan Timur, Tangerang Selatan tengah siap siaga untuk menyambut rencana eksekusi rumahnya dari Pengadilan Negeri Tangerang.
Namun, eksekusi ini ditangguhkan, sebelum diadakan dialog terlebih dahulu antara warga dengan pihak pemohon. "Hari Ini rencananya sita eksekusi, tapi ditangguhkan. Dari pihak termohon eksekusi meminta untuk berdialog dengan pihak Kementerian Agama (Kemenag)," ujar Panitera sita eksekusi, Trino Irawan, usai berdialog dengan termohon di Kantor Kopertais I, Tangerang Selatan, Kamis (9/2/2012).
Upaya penangguhan ini dapat diterima Kemenag yang diwakilkan oleh Anang selaku pihak pemohon. Namun, pihaknya belum dapat memastikan, kapan proses dialog ini akan dilaksanakan. "Masih menunggu konfirmasi," tukas Anang.
Penangguhan ini sejalan dengan keinginan warga. Pasalnya, warga juga belum siap memberikan data yang diinginkan Pengadilan Negeri Tangerang Selatan terkait batas penyitaan tanah yang dianggap tanah negara atas nama Departemen Agama.
Bachri Syafii, warga Jalan Kertamukti No.34, RT 7/17, Pisangan Timur, Ciputat, mengaku siap pasang badan karena merasa bagunan dan tanah yang dia tempat memiliki dokumen resmi. Dia mengaku sudah tinggal 20 tahun di daerah tersebut.
"Hari ini pembacaan berita acara sita eksekusi, rencananya pukul 10, ada sekira 11 rumah yang menjadi sasaran," ucap Bachri.
Merasa memiliki surat kepemilikan legal, dia menegaskan tidak takut dengan eksekusi tersebut. Kendati, untuk menambah rasa aman dia mengaku telah meminta bantuan kepada salah satu ormas kesukuan.
"Kita trauma, jadi kita terpaksa minta tolong mereka. Kita harap tidak terjadi apa-apa. Tapi aksi ini yang paling besar. Kalau kita diam pasti kita diinjak, kalau kita bergerak mereka takut," tegasnya.
Dia menjelaskan tanah yang ditempati warga ini adalah milik Departemen Agama (yang sekarang menjadi Kementerian Agama) dan dikelola oleh Yayasan Pembangunan Madrasah Islam Ikhsan (YPMII). Yayasan ini yang menyediakan rumah untuk para dosen. Namun, karena ada sisa, beberapa bidang tanah dijual kepada warga sekitar. Salah satu warga yang membeli tanah tersebut adalah Bachri.
Seiring berjalannya waktu, ternyata pemilik Yayasan tersangkut masalah dan berujung penyitaan tanah tersebut. "Kita yang kena getahnya," jelasnya.
()