Cerita Tanah Merah, cerita warga ilegal

Kamis, 09 Februari 2012 - 08:05 WIB
Cerita Tanah Merah, cerita warga ilegal
Cerita Tanah Merah, cerita warga ilegal
A A A
Sindonews.com - Kasus Tanah Merah kembali mengemuka. Beberapa pekan lalu ribuan warga Tanah Merah menggeruduk dan menduduki gerbang Kementerian Dalam Negeri. Selain itu mereka juga menghujat Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Apa pasalnya?

Ribuan warga ini menuntut pemberian identitas mereka sebagai warga negara Indonesia. Khususnya sebagai warga Tanah Merah, Jakarta Utara. Pasalnya selama puluhan tahun mereka tidak diakui sebagai warga negara dan warga Jakarta. Kartu identitas pun mereka tak punya.

Alasannya, negara dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggap mereka tinggal di lahan yang bukan milik mereka. Tanah yang mereka ditinggali selama puluhan tahun adalah ilegal. Sehingga mereka tak layak mendapatkan identitas alias kartu tanda penduduk (KTP).

Bagaimana sebenarnya kasus ini bermula, sehingga warga Tanah Merah disebut sebagai warga ilegal? Sindonews mencoba menuturkan kembali awal kasus ini dari warga setempat.

Berikut penuturan warga yang dihimpun Sindonews.

Tanah merah adalah sebuah lahan seluas lebih dari 160 hektar persegi di kawasan Plumpang, Jakarta Utara. Awalnya, Tanah Merah adalah sebidang lahan tak bertuan pasca peninggalan penjajahan Belanda di masa itu.

Pada tahun 1965 terdapat sembilan kepala keluarga yang tinggal secara terpencar di tanah tersebut. Pemukiman padat kemudian terbentuk pada sekira tahun 1986, warga dari berbagai daerah ikut menempati lahan tersebut sebagai tempat tinggal mereka.

Sekira tahun 1970 Pertamina datang dan menempati sebagian kecil lahan di Tanah Merah tersebut. "Bilangnya sih waktu itu cuma mau bikin lapangan voli, eh enggak tahunya datang juga satu tangki BBM," ujar Didin, salah satu warga Tanah Merah menceritakan tentang awal berdirinya Depo Pertamina di tempat itu, saat berbincang dengan Sindonews.

Seiring berjalannya waktu, kedua pihak akhirnya secara berdampingan menempati lahan tersebut. Masalah kemudian timbul ketika pada tahun 1992, Depo Pertamina secara sepihak mengakui seluruh lahan Tanah Merah adalah miliknya.

Kemudian Pihak Pertamina Plumpang menindaklanjutinya dengan menggusur secara paksa segenap banguan warga yang dianggap berdiri di Tanah Merah.

Persengketaan tersebut sempat berlanjut ke meja hijau. Namun pihak Depo Pertamina tidak dapat membuktikan kepemilikan atas lahan tersebut akhirnya memutuskan warga tetap berhak menempati wilayah tersebut. "Tahun 1992 itu, perkaranya dimenangkan warga," terang Didin.

Bersamaan dengan hasil keputusan tersebut, pengadilan juga mewajibkan pihak Pertamina Plumpang untuk membayar ganti rugi atas bangunan-bangunan yang rusak dalam tragedi penggusuran tersebut.

Lahirnya kesepakatan tersebut tidak lantas membuat permasalahan kependudukan di Tanah Merah selesai. Hingga tahun 2012 ini, luas lahan Depo Pertamina Plumpang yang semula hanya 4,8 hektar persegi secara bertahap meluas hingga mencapai hingga 15 hektare persegi.

"Ya itu liciknya, patok di pindah sedikit-sedikit terus dibikin pager, ya bagaimana luasnya enggak makin nambah," tambah Huda, salah seorang warga lainnya.

Setelah perjalanan selama puluhan tahun, luas tanah merah yang ditempati warga hingga 2012 ini hanya bersisa sekitar 80 hektar lebih. "Selain Pertamina sekarang lahan Tanah Merah juga udah dibikin perumahan-perumahan, padahal status tanahnya juga belum jelas," tambah Huda.

Dengan status kepemilikan lahan yang demikian, pemerintah akhirnya terhambat dalam pembuatan perangkat daerah dalam hal ini RT dan RW. Tidak adanya perhatian dari pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, membuat polemik ini semakin berlarut dan tak kunjung usai.

Pemerintah kota lantas mencap warga yang tinggal di Tanah Merah sebagai warga ilegal. Tak cukup itu, gubernur yang lepas tangan, justru bermaksud menggusur seluruh warga dari area tak bertuan itu tanpa ada kompensasi ataupun solusi kemana warga akan dipindahkan.

Kondisi semakin rumit setelah dampak tidak adanya RT/RW di wilayah tersebut mulai memunculkan berbagai permasalahan. Dengan tidak adanya RT/RW warga lantas kesulitan dalam pembuatan dokumen kependudukan seperti KK dan KTP.

"Kita sampai harus bikin KTP di tempat lain seperti di Ciputat, itu pun nembak," kenang Huda.

Kondisi tersebut tentu saja merugikan warga. Misal saja bila ada salah seorang anggota warga yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di suatu tempat, prosesnya tentu akan rumit karena jenazahnya pasti akan dikirim ke alamat sesuai KTP, sementara alamat yang tertera di KTP adalah Ciputat.

"Bagaimana bisa tahu kalau ada keluarga yang meninggal," terang Arum, warga Tanah Merah.

Status kependudukan yang tidak jelas itu pun ternyata juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Paling mencolok adalah praktek penggelembunagn suara pada agenda-agenda pemilihan umum, baik legislatif maupun eksekutif dari tingkat daerah hingga nasional.

Kondisi tersebut ditegaskan oleh Aris. "TPS itu masuk ke Tanah Merah sekitar tahun 1992 ya. Di kartu pemilih itu kita terdaftar sebagai sebagai pemilih dari RT 00 RW 00, Rawa Badak, Jakarta Utara," kenangnya sembari menyeruput kopi yang ada di hadapannya.

"Memang ada, RT 00 RW 00. Ya di tanah merah ini adanya," tambah Aris sembari bercanda.

Fenomena janggal tersebut tidak hanya nampak dari status alamat yang janggal (RT 00 RW 00) tetapi juga terjadi pada status geografis wilayah tersebut. Dari hasil pantauan Sindonews, tidak ada batas wilayah yang jelas tentang geografis wilayah RT 00 RW 00 tersebut.

Hal serupa ternyata bukan hanya di alami warga. Pihak Depo Pertamian Plumpang yang telah menduduki sebagian lahan tersebut ternyata juga tidak memiliki dokumen resmi kepemilikan tanah di area tersebut.

Melihat fenomena janggal ini tidak lantas membuat Gubernur DKI sebagai pemangku kebijakan mengambil tindakan guna menyelesaikan polemik puluhan tahun tersebut. Dengan dalih warga Tanah Merah sebagai warga ilegal, Foke lantas menolak secara tegas pembuatan RT/RW di wilayah tersebut, termasuk penerbitan e-KTP sebagai dokumen resmi kewarganegaraan bagi warga Tanah Merah.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5165 seconds (0.1#10.140)