Panwas telusuri dugaan pelanggaran

Senin, 06 Februari 2012 - 08:48 WIB
Panwas telusuri dugaan pelanggaran
Panwas telusuri dugaan pelanggaran
A A A
Sindonews.com - Pilkada DKI Jakarta yang akan digelar pada 11 Juli mendatang sudah diwarnai pelanggaran berupa dugaan money politic oleh sejumlah calon independen.

Pelanggaran yang dimaksud adanya iming-iming imbalan berupa minyak sayur untuk setiap surat dukungan dan fotokopi KTP. Ketua Panwaslu DKI Jakarta Ramdansyah mengatakan, dugaan pelanggaran tersebut terjadi di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Pihaknya mengaku sudah mendapat laporan dari masyarakat terkait money politic tersebut.

”Memang ada laporan soal penukaran minyak sayur dengan KTP di daerah Cakung.Ini kami telusuri kebenarannya,” kata Ramdansyah kemarin.

Namun,mantan aktivis HMI ini enggan membocorkan nama-nama yang melakukan pelanggaran. Saat ini pihaknya masihmemintaketerangandari warga yang menerima paket sembako tersebut. Panwaslu DKI juga tengah memonitor beberapa tempat yang dijadikan gudang penimbunan minyak sayur dan sembako untuk dibagikan kepada masyarakat.

”Daerah yang dicurigai jadi tempat penimbunan ada di Penggilingan dan Jatinegara,” ujarnya.

Dia mengimbau kepada warga DKI agar bisa menolak pemberian apapun terkait pilkada DKI. Penolakan tersebut merupakan bagian dari upaya menciptakan pilkada yang bersih dan jujur. Pihaknya juga mengimbau kepada para calon untuk tidak menggunakan cara-cara kotor dalam menggalang dukungan.

Di bagian lain, bakal calon independen Hendardji Soepandji menegaskan bahwa dirinya menghindari praktik- praktik kotor dalam menghadapi pilkada. Mengenai figur pendampingnya, Hendardji belum memutuskan. Dia menyebut beberapa kriteria, antara lain harus berusia di bawah 50 tahun.

”Selain itu bisa mendukung, bukan malah menjadi beban. Dengan demikian, ada kesamaan visi dan yang tidak kalah penting punya akhlak yang baik dan paham persoalan Jakarta,” tutur Hendardji.

Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Alfan Alfian berpendapat biaya Pilkada DKI Jakarta pasti membengkak. Alasannya, DKI Jakarta merupakan barometer proses demokrasi lokal di Indonesia.

”Maka itu, perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap sumber dana pilkada seorang calon atau pasangan calon,” ujar Alfan.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2915 seconds (0.1#10.140)