Pengusaha batu bara lenyap dari tahanan

Jum'at, 03 Februari 2012 - 17:02 WIB
Pengusaha batu bara lenyap dari tahanan
Pengusaha batu bara lenyap dari tahanan
A A A
Sindonews.com - Nasib saksi Pemalsuan Tanda tangan atas selembar cek senilai Rp2,65 milliar, RR Wiwik Wahyuningsih yang stres berat oleh karena perlakuan penyidik yang tidak profesional mendapatkan "perlakuan istimewa" dari Polda Metro Jaya.

Pada tanggal 27 Oktober 2011, Wiwik, telah naik status dari saksi menjadi tersangka dan telah dilakukan penangkapan atas tindak pidana pemalsuan pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun kurungan, dibebaskan dari ruang tahanan Polda Metro Jaya tanggal 28 Oktober 2011.

Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/1/2012), Henry Daniel Setya, saksi korban yang juga direktur utama PT Berkah Anugerah Abadi Sejahtera (BAAS) mengatakan, penangguhan penahanan ini karena jurus sakti pengacara yang memohon kepada
Polda Metro Jaya untuk tidak menahan tersangka.

Alasannya, Wiwik pernah mengidap kanker dan pengapuran. "Penyakit yang menjadi isu atas perkara yang mencemarkan nama baik Polda Metro Jaya khususnya penyidik Kamneg AKP S dan Briptu Su ini adalah ilmu ampuh sakti mandra guna," ungkap Henry.

Dia menjelaskan, surat keterangan riwayat sakit yang diderita seseorang ternyata dapat dipakai sebagai ajian "kebal hukum". Atau dapat dikatakan seorang yang berpenyakit apabila melakukan tindak kejahatan tak akan pernah terjadi penahanan
oleh pihak kepolisian, atas pertimbangan kesehatan dan rasa kemanusiaan.

Menurut Henry, hal yang terjadi adalah bukti autentik di mana penyidik Kamneg Polda Metro Jaya tak seperti yang dituduhkan dan dilaporkan ke Propam Polda Metro Jaya, penyidik dan atasannya sangat baik hati, sehingga mengabaikan pasal 20, 21 KUHAP yang mencatat tersangka dengan ancaman hukum lebih dari 4 tahun kurungan, wajib untuk dilakukan penahanan.

Bilamana Wiwik yang dinyatakan stres berat sehubungan perlakuan polisi yang menduga dan terbukti atas tindak kejahatan yang benar dilakukannya sesuai hasil Laboratorium Forensik Mabes Polri menyatakan bahwa non identik dengan tanda tangan korban. "Tapi bagaimana dengan nasib korban yang dipalsukan tanda tangannya sehingga harus kehilangan dana yang nilainya milliard rupiah?" terang Henry.

Henry mengaku akibat perbuatan Wiwik kerugian atas nominal cek yang dicairkan dengan unsur adanya pemalsuan tanda tangan tidak seberapa besar, apabila dibandingkan dengan total kerugian dana PT BAAS. Sebab, melalui tipu daya dan tindakan yang bersifat penggelapan oleh Wiwik selaku Direktur PT Grha Sumber Artha (GSA), total kerugian yang harus ditanggung oleh PT BAAS tak kurang dari Rp40 miliar.

Delik aduan yang hendak dilaporkan awal mula di Polda Metro Jaya adalah penipuan dan penggelapan. Namun berdasarkan keterangan dari pihak Polda
Metro Jaya, berkas LP yang dilaporkan oleh Tommy Djunaidi melalui Sentra Pelayanan Masyarakat Polda Metro Jaya ini dianggap tidak kuat untuk
menjerat Wiwik.

Maka itu, Tommy Djunaidi mengikuti saran Polda Metro Jaya, pelaporan hanya pemalsuan tanda tangan, untuk pasal hukum lainnya dilaporkan di institusi dan instansi berwenang lainnya.

Karena itu, Henry mengaku dirinya saat itu sempat mengalami depresi berat, sehingga memberikan kuasa kepada adiknya, Sava Ariel Setya untuk membuat LP di Bareskrim Mabes Polri untuk tindak pidana penipuan dan penggelapan serta pemerasan.

Pihaknya juga mengambil langkah hukum dengan memutuskan melakukan gugatan perdata melalui pengadilan, guna pengembalian dana ke tangan korban.

Henry juga menjelaskan, pihaknya telah melakukan
koordinasi positif dengan mengundang direktur GSA namun Wiwik yang menghadiri rapat keberatan apabila agenda rapat ingin membahas perhitungan hak dan kewajiban, laba rugi pekerjaan.

Kata dia, Wiwik menyatakan bila ingin melakukan perhitungan lebih baik ke meja hijau saja. "Apa yang dituduhkan pengacara Wiwik selama ini tidak benar. Oleh karena selama ini rekonsiliasi bulanan berjalan hanya sebatas pencocokan
rekapitulasi volume batu bara yang terjual free on truck di tambang," jelasnya.

Henry menambahkan, perhitungan lain-lain terkait keuangan berdasarkan klausula perjanjian kerja sama dan persetujuan serta kesepakatan lainnya yang ada dan memang ada seputar penambangan, pengangkutan dan penjualan batu bara atas batu bara CV Harapan Binuang Muda SPK GSA selaku mitra kerja BAAS tidak pernah dilakukan.

Surat peringatan dan tuduhan yang menyatakan BAAS memiliki tunggakan utang dan dilayangkan ke para pihak tidak sesuai aktual sebenarnya.

Selaku pelapor Tommy Djunaidi merasa adanya kejanggalan, apabila benar Henry Daniel Setya, selaku direktur BAAS dinyatakan oleh GSA
memiliki tunggakan utang sebesar yang dinyatakan oleh GSA. Mengapa GSA tidak menempuh langkah hukum apapun atau sebagaimana surat GSA yang menyatakan unit alat berat dan dump truck milik korban tidak dapat dikeluarkan dari tambang sebelum pelunasan tunggakan utang diberlakukan.

Menurut Henry, bukti dan saksi menyatakan Unit BAAS dapat keluar dari tambang, arti kata BAAS sudah barang tentu tak memiliki utang. Bila BAAS menempuh jalur hukum tak mungkin BAAS berpekara tanpa dasar hukum yang benar dimana saksi dan bukti bukan mereka reka melainkan berdasarkan fakta, dan tentunya Wiwik tak akan jadi tersangka dan tak stres berat.

Sebelumnya, Wiwik mengadu dan meminta perlindungan hukum kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Komnas HAM, Kepala Kepolisian Metro Jaya, Ketua Komisi Kepolisian Nasional, dan lain-lain.

Penyidik menduga Wiwik terlibat dalam pemalsuan paraf Henry Daniel Setya (Direktur PT Berkah Anugerah Abadi Sejahtera atau BAAS) pada lembaran cheque No. ER 718971 tertanggal 5 Januari 2011 senilai Rp2,65 miliar. Cek tersebut hanya berlaku jika ditandatangani Wiwik bersama-sama Henry Daniel Setya dalam setiap transaksi PT Grha Sumber Artha. Perusahaan itu menjadi kontraktor penambangan pada tambang batubara CV Harapan Binuang Muda di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.

Hutajulu mengungkapkan, dalam dua kali pemeriksaan di Polda Metro, Wiwik mendapat perlakuan tidak profesional dari penyidik. Petugas polisi tersebut membentak-bentak dan menggebrak meja dalam pemeriksaan Rabu (24/8), sehingga Wiwik bingung dan menjadi stres.

Akibatnya, Wiwik tidak mampu mengingat dan menerangkan hal-hal yang ditanyakan oleh penyidik, serta menderita trauma psikologis dan menjalani rawat inap di Rumah Sakit Brawijaya Woman and Children sejak tanggal 25-28 Agustus 2011. Kemudian dilanjutkan rawat inap di Rumah Sakit Pondok Indah sejak tanggal 5 September 2011.

Hutajulu memperkirakan, Henry yang mengaku parafnya dipalsukan melakukan kebohongan dalam pelaporan dan pemeriksaan polisi. Fakta hukumnya menunjukkan cek tertanggal 5 Januari 2011 tersebut ditandatangani dan diparaf oleh Henry di hadapan sejumlah saksi.

Henry tidak menyangkal tandatangannya, tetapi menyatakan paraf yang dia buat sendiri tanpa mengubah angka atau nilai cek tersebut diduga palsu. Uang yang dicairkan dari cek tersebut pada hakikatnya digunakan oleh Henry untuk membayar sebagian utang atau kewajiban PT BAAS kepada PT Grha Sumber Artha (GSA), sesuai hasil rapat rekonsiliasi utang-piutang tertanggal 4 Januari 2011 di kantor PT BAAS.

Dalam rapat rekonsiliasi utang-piutang tertanggal 4 Januari 2011 tersebut, disepakati bahwa PT BAAS menyicil utang atau kewajibannya kepada PT GSA per tanggal 4 Januari 2011 sebesar Rp2,654 miliar. Kesepakatan itu dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh setidaknya enam orang yang mewakili kedua belah pihak.

Selain itu, menurut Hutajulu, pihak Bank Mandiri Cabang Cideng tempat rekening bersama (joint account) itu dibuat, menegaskan telah melakukan konfirmasi kepada Henry Daniel Setya sebelum mencairkan dananya. Setelah itu, pada tanggal 7 April 2011 PT BAAS membayar lagi sebagian kewajiban utangnya sebesar Rp1,8 miliar.

PT BAAS selalu wanprestasi dan tetap menunggak kewajiban-kewajiban utangnya kepada PT GSA, maka terjadi silang pendapat yang diwarnai banyak korespondensi maupun pertemuan antara pihak PT BAAS dengan pihak PT GSA. Sehingga, Mei 2011 produksi batubara menjadi sangat terganggu, dan CV Harapan Binuang Muda mengakhiri perjanjian kontraknya dengan PT GSA.

Menurut Hutajulu, guna menghadapi tagihan PT GSA yang masih tertunggak, maka pihak PT BAAS (Henry Daniel Setya) memutarbalikkan fakta dan membuat laporan yang tidak benar, sehingga Wiwik diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya yang dilaksanakan oleh petugas Subdit Kamneg Unit I Polda Metro.

“Pemeriksaan dilakukan dengan cara yang sangat tidak profesional,” kata Hutajulu. Lagipula, Wiwik secara resmi dipanggil sebagai saksi dalam kasus pemalsuan tanda tangan di kantor Bank Mandiri Cideng, Jakarta Pusat pada 7 Juni 2011. “Bukan mengenai cheque No. ER 718971 tertanggal 5 Januari 2011 seperti yang ditanyakan oleh penyidik,” kata Hutajulu lebih jauh.

Wiwik sama sekali belum pernah ke Bank Mandiri Cabang Cideng, dan tidak mempersiapkan data yang berkaitan dengan cheque No. ER 718971 tertanggal 5 Januari 2011 ketika diperiksa pertama kali Senin 22 Agustus 2011. Pada pemeriksaan kedua, suasana pemeriksaan tidak lagi kondusif. Penyidik bertindak sangat tidak profesional dengan cara memojokkan dan membentak-bentak, serta menggebrak meja.

“Seolah-olah sudah didikte pelapor atau Henry,” ujar Hutajulu. Akibat perlakuan penyidik, Wiwik menderita trauma psikologis dan harus dirawat di rumah sakit akhir Agustus lalu,” katanya.

Trauma psikologis belakangan makin berat dan Wiwik kembali masuk ke rumah sakit dan dirawat inap di RS Pondok Indah sejak tanggal 5 September 2011. Pada hari yang sama, Kuasa Hukumnya, Titik Siahaan menyerahkan surat keterangan dari dokter di RS Pondok Indah kepada penyidik.

Keesokan harinya, Selasa (6/9) sejumlah penyidik dari Reskrimum Polda Metro menemui Wiwik di ruang perawatan RS Pondok Indah, sehingga pasien yang berstatus saksi itu makin menderita trauma psikologis.

Terkait masalah ini, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Baharudin Djafar saat dikonfirmasi mengakui memang kasus Wiwik tengah ditangani jajarannya. "Ada, lagi kita tangani," katanya.

Saat ditanya mengenai surat permohonan perlindungan yang dikirim kuasa hukum Wiwik, Baharudin mengatakan, belum menerimanya. "Saya belum terima, mungkin ke Propam. Tapi nanti besok (Senin) akan dicek," ujarnya.

Disinggung perlakuan penyidik yang dinilai berlebihan dan cenderung mengintimidasi saksi, Baharudin menegaskan masalah tersebut harus dicek juga kebenarannya. "Soal itu nanti juga akan dicari kebenarannya," pungkas dia.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2887 seconds (0.1#10.140)