Figur militer berebut dukungan publik
A
A
A
Sindonews.com– Sejumlah figur berlatar belakang militer ikut meramaikan Pilkada DKI Jakarta yang akan diselenggarakan 11 Juli mendatang.
Mereka ialah Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Ketua DPD Partai Demokrat DKI Nachrowi Ramli, Direktur Utama Pusat Pengelola Kompleks Kemayoran (PPKK) Hendardji Soepandji, mantan Kepala Basarnas Nono Sampono, dan staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prayitno Ramelan. Dari sejumlah tokoh purnawirawan tersebut belum ada yang memiliki prestasi menonjol.
Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Alfan Alfian mengatakan, kehadiran tokoh berlatar belakang militer tidak begitu menarik dan menjadi fenomena biasa. Terlebih masyarakat Jakarta sudah berpikir rasional dalam menentukan pilihan.
”Peluang calon dari militer dan sipil itu sama.Yang membedakan itu tergantung dari tingkat popularitasnya dan tingkat komunikasinya dengan masyarakat bawah. Semakin dekat seorang calon dengan masyarakat yang akan memilih,semakin besar peluangnya dipilih,” kata Alfan Alfian, Jakarta, Rabu. 18 Januari 2012.
Direktur Riset The Akbar Tandjung Institute ini menambahkan, para calon yang berlatar belakang militer ini belum bisa memenuhi kriteria apa yang diinginkan untuk memimpin Jakarta.Menurut dia, persoalan Jakarta sangat kompleks.
Butuh keberanian dan pengalaman untuk menyelesaikannya. ”Masyarakat Jakarta ini rasional. Siapa pun yang menjadi calon, kalau tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat belum tentu mendapat peluang besar,”katanya.
Nono Sampono, salah satu calon, menyatakan tidak khawatir dengan banyaknya calon gubernur yang berlatar belakang purnawirawan TNI. Menurut dia, jumlah calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta ini berkisar tiga sampai empat pasang.
”Tidak akan banyak calon yang ada nantinya.Tidak ada masalah yang muncul. Bukankah semakin banyak berarti semakin banyak pilihan rakyat,” katanya.
Begitu pun Hendardji Soepandji mengaku tidak ada masalah jika harus berhadapan dengan rekan-rekannya. Menurut dia, sebagai bagian dari dinamika demokrasi siapa pun berhak untuk mencalonkan dan dicalonkan.
”Itu konsekuensi demokrasi. Toh sekarang sudah menjadi sipil semua, jadi tak perlu dikhawatirkan majunya figurfigur berlatar belakang militer,” ungkapnya.
Mereka ialah Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Ketua DPD Partai Demokrat DKI Nachrowi Ramli, Direktur Utama Pusat Pengelola Kompleks Kemayoran (PPKK) Hendardji Soepandji, mantan Kepala Basarnas Nono Sampono, dan staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prayitno Ramelan. Dari sejumlah tokoh purnawirawan tersebut belum ada yang memiliki prestasi menonjol.
Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Alfan Alfian mengatakan, kehadiran tokoh berlatar belakang militer tidak begitu menarik dan menjadi fenomena biasa. Terlebih masyarakat Jakarta sudah berpikir rasional dalam menentukan pilihan.
”Peluang calon dari militer dan sipil itu sama.Yang membedakan itu tergantung dari tingkat popularitasnya dan tingkat komunikasinya dengan masyarakat bawah. Semakin dekat seorang calon dengan masyarakat yang akan memilih,semakin besar peluangnya dipilih,” kata Alfan Alfian, Jakarta, Rabu. 18 Januari 2012.
Direktur Riset The Akbar Tandjung Institute ini menambahkan, para calon yang berlatar belakang militer ini belum bisa memenuhi kriteria apa yang diinginkan untuk memimpin Jakarta.Menurut dia, persoalan Jakarta sangat kompleks.
Butuh keberanian dan pengalaman untuk menyelesaikannya. ”Masyarakat Jakarta ini rasional. Siapa pun yang menjadi calon, kalau tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat belum tentu mendapat peluang besar,”katanya.
Nono Sampono, salah satu calon, menyatakan tidak khawatir dengan banyaknya calon gubernur yang berlatar belakang purnawirawan TNI. Menurut dia, jumlah calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta ini berkisar tiga sampai empat pasang.
”Tidak akan banyak calon yang ada nantinya.Tidak ada masalah yang muncul. Bukankah semakin banyak berarti semakin banyak pilihan rakyat,” katanya.
Begitu pun Hendardji Soepandji mengaku tidak ada masalah jika harus berhadapan dengan rekan-rekannya. Menurut dia, sebagai bagian dari dinamika demokrasi siapa pun berhak untuk mencalonkan dan dicalonkan.
”Itu konsekuensi demokrasi. Toh sekarang sudah menjadi sipil semua, jadi tak perlu dikhawatirkan majunya figurfigur berlatar belakang militer,” ungkapnya.
()