UMK naik, pengusaha Korea di Banten ancam gulung tikar
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 1.600 pengusaha Korea yang tergabung dalam Korean Chamber of Commerce (Kocham), mengancam akan menutup seluruh perusahan yang ada di Provinsi Banten.
Hal itu akan dilakukan jika revisi upah minimum kota (UMK) dan pengaturan upah minimum sektoral (UMS) se-Tangerang Raya, oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak segera dicabut.
Ketua Korean Chamber of Commerce (Kocham) di Indonesia, CK Song mengaku sangat keberatan dengan keputusan Gubernur Banten, seperti yang tertuang dalam SK No 561/KEP.2-HUK/2012 tentang UMK dan UMS.
"Selama ini pengusaha Korea sangat senang berinvestasi di Banten ketimbang di China atau Vietnam. Namun dengan adanya kebijakan baru yang dibuat Gubernur Banten membuat 1.600 lebih pengusaha Korea menjadi gelisah," ujarnya kepada wartawan di Tangerang, Sabtu (7/1/2012).
Untuk di wilayah Tangerang, tambah CK Song, ada sekira ratusan ribu karyawan pribumi yang bekerja pada perusahaan Korea. Rata-rata, mereka bekerja di pabrik garmen dan sepatu. Jika perusahaan itu ditutup, maka dapat dipastikan beban ekonomi yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih besar.
"Jika UMK dinaikkan, bagaimana dengan nasib usaha kami? Sementara kondisi usaha tetap sama," keluhnya saat menggambarkan kondisi pasar di Banten.
Kendati begitu, CK Song mengaku cukup salut dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Banten yang pro dengan rakyat pekerja. "Saya salut dengan besarnya perhatian pemerintah pada buruh, akan tetapi pemerintah harus memikirkan nasib para investor yang menanamkan modalnya di Banten," terangnya.
Seperti diketahui, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengabulkan permohonan buruh untuk melakukan merevisi UMK dan UMS 2012 dan menaikkan upah mereka hingga 30 persen.
Sebelumnya, UMK buruh di Tangerang sebesar Rp1,381 juta. Setelah direvisi UMK buruh 2012 jatuh pada kisaran Rp1,605 juta-Rp 1,758 juta per bulan.
Selain Kocham, para pengusaha lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengatakan hal yang sama. Mereka mengancam akan melakukan putusan kerja sepihak (PHK) secara besar-besaran jika SK itu tidak segera dicabut.
Apindo juga berencana membawa SK Gubernur itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bentuk keberatan mereka yang dinilainya tidak berat sebelah. "Jika di PTUN kami tidak berhasil, maka Apindo akan melakukan pengurangan karyawan secara besar-besaran," jelasnya. (san)
Hal itu akan dilakukan jika revisi upah minimum kota (UMK) dan pengaturan upah minimum sektoral (UMS) se-Tangerang Raya, oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak segera dicabut.
Ketua Korean Chamber of Commerce (Kocham) di Indonesia, CK Song mengaku sangat keberatan dengan keputusan Gubernur Banten, seperti yang tertuang dalam SK No 561/KEP.2-HUK/2012 tentang UMK dan UMS.
"Selama ini pengusaha Korea sangat senang berinvestasi di Banten ketimbang di China atau Vietnam. Namun dengan adanya kebijakan baru yang dibuat Gubernur Banten membuat 1.600 lebih pengusaha Korea menjadi gelisah," ujarnya kepada wartawan di Tangerang, Sabtu (7/1/2012).
Untuk di wilayah Tangerang, tambah CK Song, ada sekira ratusan ribu karyawan pribumi yang bekerja pada perusahaan Korea. Rata-rata, mereka bekerja di pabrik garmen dan sepatu. Jika perusahaan itu ditutup, maka dapat dipastikan beban ekonomi yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih besar.
"Jika UMK dinaikkan, bagaimana dengan nasib usaha kami? Sementara kondisi usaha tetap sama," keluhnya saat menggambarkan kondisi pasar di Banten.
Kendati begitu, CK Song mengaku cukup salut dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Banten yang pro dengan rakyat pekerja. "Saya salut dengan besarnya perhatian pemerintah pada buruh, akan tetapi pemerintah harus memikirkan nasib para investor yang menanamkan modalnya di Banten," terangnya.
Seperti diketahui, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengabulkan permohonan buruh untuk melakukan merevisi UMK dan UMS 2012 dan menaikkan upah mereka hingga 30 persen.
Sebelumnya, UMK buruh di Tangerang sebesar Rp1,381 juta. Setelah direvisi UMK buruh 2012 jatuh pada kisaran Rp1,605 juta-Rp 1,758 juta per bulan.
Selain Kocham, para pengusaha lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengatakan hal yang sama. Mereka mengancam akan melakukan putusan kerja sepihak (PHK) secara besar-besaran jika SK itu tidak segera dicabut.
Apindo juga berencana membawa SK Gubernur itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai bentuk keberatan mereka yang dinilainya tidak berat sebelah. "Jika di PTUN kami tidak berhasil, maka Apindo akan melakukan pengurangan karyawan secara besar-besaran," jelasnya. (san)
()